WAROENG BELAJAR

Selasa, 27 Maret 2012

MENGAJAR TULIS MENULIS KEPADA WANITA


١٧٨ -  اَرْقِيْهِ وَعَلِّمِيْهَا حَفْصَةَ كَمَا عَلَّمْتِيْهَا الْكِتَابَ وَفِي رِوَايَةٍ الْكِتَابَةَ

          “Berilah penangkal ia dan ajarkanlah pada Hafshah sebagaimana kamu telah mengajarinya menulis. Dalam suatu riwayat: tulis menulis.”

          Hadits ini telah ditakhrij oleh Al-Hakim (4/56-57) dari jalur Ibrahim bin Sa’ad dari Salih bin Kibsan: “Telah bercerita kepadaku Ismail bin Muhammad bin Sa’ad bahwa Abubakar bin Sulaiman bin Abi Hatsamah Al-Qursy telah menceritakan kepadanya bahwa seorang lelaki dari kalangan Anshar, di lambungnya telah keluar bintik-bintik hitam. Kemudian dia menunjukkan bahwa Syifa’ binti Abdullah bisa memberikan penangkal (jimat) terhadap penyakit bintik hitam seperti itu. Maka lelaki itu datang kepadanya agar bersedia memberikan penangkal. Namun ia bilang, “Demi Allah aku tidak pernah memberikan penangkal sejak aku memeluk Islam.” Kemudian orang Anshar tersebut menghadap kepada Rasulullah e dan menceritakan kepada beliau tentang apa yang dikatakan oleh Syifa’ tersebut. Rasulullah lalu memanggil Syifa’ seraya bersabda: “Coba kamu jelaskan kepadaku!” Syifa’ lalu menjelaskan, (kemudian perawi menuturkan hadits itu).

          Al-Hakim selanjutnya menilai: “Hadits ini adalah shahih menurut syarat Asy-Syaikhain.” Demikian pula oleh Adz-Dzahabi juga disepakati.

          Saya menemukan: Hadits ini telah diikuti pula oleh Ibrahim bin Sa’ad dan Abdulaziz bin Umar Abdulaziz, akan tetapi sanad dan matannya berbeda.

          Dalah hal sanad dia menyebutkan: “Dari Shalih bin Kisan dari Abubakar bin Abdurrahman bin Sulaiman bin Abu Hatsanah dari Asy-Syifa’ binti Abdullah.”

          Dalam sanad tersebut dia menggugurkan Ismain bin Muhmaad bin Sa’ad.

          Adapun soal matannya, maka dia meri

wayatkannya denga lafazh:

          “Telah datang kepadaku Nabi e sedangkan aku di sebelah Hafshah. Kemudian Nabi e berkata kepadaku: “Tidakkah kamu mengajarkannya menangkal bintik-bintik hitam ini sebagaimana kamu mengajarkannya tulis-menulis?”

          Dalam hadits ini tidak disebutkan bahwa Asy-Syifa’ dipanggil menghadap Nabi e dan perintah Nabi e agar mengajarkan cara membuat penangkal (jimat).

          Nanti akan kita ketahui mengenai hal ini setelah memahami hadits tersebut menurut cara yang benar. Insya Allah.

          Hadits ini ditakhrij oleh Imam Ahmad (6/388), Abu Dawud (2/154), Ath-Thahawi dalam Syarah Ma’ani Al-Atsar (2/388) dan An-Nasa’i dalam Al-Fatawi Al-Haditsiyah karya As-Sakhawi (81/2) dan Nailul-Autrhar karangan Asy-Syaukani (8/176).

          Namun riwayat yang pertama adalah lebih shahih dilihat dari dua sisi:

          Pertama: Bahwa Ibrahim bin Sa’ad adalah lebih bagus hafalannya draipada lawannya Abdulaziz bin Umar. Keduanya meskipun dibuat hujjah oleh As-Syaikhain, namun Al-Hafizh dalam At-Taqrib mengomentari yang pertama sebagai perawi yang tsiqah dan tidak ada celaan terhadapnya. Sedangkan yang lain, dia mengatakan: “dipercaya namun kadang salah.” Oleh karena itu Adz-Dzahabi menulisnya dalam Al-Mizan dan Adh-Dhu’afa dan tidak menyinggung yang pertama.
         
          Kedua: Bahwa Ibrahim memberikan tambahan dalam sanad dan matan. Dan tambahan seorang tsiqah adalah dapat diterima, sebagaimana telah dimaklumin.

          Sungguh hadits itu juga telah diikuti oleh Muhammad bin Al-Munkadir, dari Abubakar bin Sulaiman secara ringkas. Namun dalam sanadnya Muhammad berbeda. Dia menyebutkan:

          “Dari Hafshah, bahwa sesungguhnya Nabi e datang kepadanya dan di sisinya ada seorang wanita yang dikenal dengan nama Syifa’, si tukang penangkal penyakit bintik-bintik hitam. Kemudian Nabi e bersabda:

          “Ajarkanlah pada Hafshah.”

          Jadi, hadits itu dari Musnad Hafshah bukan Asy-Syifa’.

          Hadits itu telah ditakhrij oleh Imam Ahmad (6/286), Ath-Thahawi, Al-Hakim (4/414) dan Abu Na’im dalam Ath-Thib (2/28/2) dari Sufyan dari Ibnul Munkadir. Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih sanadnya.”

          Penilaian tersebut telah disepakati oleh Adz-Dzahabi.

          Saya berpendapat: Hadits itu memang seperti apa yang telah keduanya katakan. Adanya perbedaan tersebut tidak berbahaya. Karena mungkin saja Hafshah menceritakan apa yang juga diceritakan oleh Asy-Syifa’. Karena kisah itu memang melibatkan keduanya. Kemudian hadits itu diriwayatkan oleh Abubakar bin Sulaiman, kadang dari Hafshah dan terkadang dari Syifa’. Akan tetapi As-Sakhawi menyebut bahwa Abubakar bin Sulaiman berbeda dengan Syifa’ dalam soal washal dan irsal-nya.

          Saya berpendapat: Ini juga tidak berbahaya. Karena telah diriwayatkan secara maushul, sebagaimana yang telah diberlakukan oleh jamaah dari kalangan orang-orang tsiqah menurut Hakim dan juga oleh selain mereka menutur selain Hakim. Jadi perbedaan mereka tidak ada masalah. Apalagi hadits itu juga diikuti oleh Karib bin Sulaiman Al-Kindi yang mengisahkan:

          “Ali bin Al-Husain bin Ali radiallahu anhu memegang tanganku. Dia mengajakku kepada seorang lelaki dari Quraisy yaitu salah seorang Bani Zahrah yang dikenal dengan Ibnu Abi Hatsmah. Ali shalat dekat dengannya hingga Ibnu Abi Hatsmah selesai dari shalatnya. Kemudian dia menghadapkan mukanya kepadaku, lalu Ali bin Al-Husain berkata kepadanya: “Bagaimana cerita yang baru saja kamu sebutkan dari ibumu mengenai ajimat itu?” Dia menjawab: “Benar, ibuku telah bercerita kepadaku bahwa dia menangkal dengan suatu penangkal pada zaman jahiliyah. Kemudian manakala Islam telah datang, dia berkata: “Aku tidak membuat penangkal lagi sampai Rasulullah e menyuruh. Maka Nabi e bersabda: “Buatlah penangkal selagi tidak menyekutukan Allah Azza Wa Jalla.”

          Hadits ini ditakhrij oleh Ibnu Hibban (1414) dan Al-Hakim (14/57) dari jalur Al-Jarrah bin Adh-Dhahak Al-Kindi dari Karib. Dan Ibnu Mandah menggantungkan haditsnya dari segi ini.

          Mengenai Karib, ia dipakai pula oleh Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh Wat-TA’dil (3/2/169). Akan tetapi Ibnu Abi Hatim di sini menyebut bapaknya dengan nama Salim, dan tidak menyebutkan adanya jarh (cacat).

          Kemudian hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Mandah dalam Al-Ma’rifah (2/332/1) dari jalur Utsman bin Umar bin Utsman bin Sulaiman bin Abi Hatsmah Al-Qursy Al-Aduwwi: “Telah bercerita kepadaku bapaknya dari kakekku, Utsman bin Sulaiman, dari ayahnya dari ibunya, Asy-Syifa’ binti Abdullah. Bahwa Asy-Syifa’ adalah tukang menangkal dengan penangkal jahiliyah. Dan dia manakala telah berhijrah kepada Nabi e, didatangkan kepada beliau, lalu dia berkata: “Wahai Rasulullah e, sesungguhnya saya adalah tukang menangkal dengan penangkal pada zaman jahiliyah, apakah engkau ingin saya memperlihatkannya kepadamu?” Nabi bersabda: “Perlihatkanlah!” Kemudian saya memperlihatkannya kepada beliau. Antara lain adalah penangkal penyakit bintik-bintik hitam itu. Lalu beliau bersabda: “Tangkallah dengannya dan ajarkanlah pada Hafshah.”

          “Dengan nama Allah, keras manakala ia keluar dari mulutnya dan tidak membahayakan seseorang. Ya Allah, hilangkanlah penyakit itu wahai Tuhan manusia!” Perawi berkata: “Ia menangkalnya dengan kayu kurkum (sejenis kayu za’faran) tujuh kali dan meletakkannya di tempat yang bersih kemjudian menggosokkannya pada batu dan kemudian menempelkannya pada penyakit bintik-bintik hitam itu.”

          Al-Hakim dalam hal ini diam saja. Sedangkan Adz-Dzahabi berkata: “Ibnu Ma’in ditanya mengenai Utsman, namun dia tidak mengenalnya.”

          Yang dimaksud Utsman bin Umar. Sedangkan Ibnu ‘Adi berkata: “Ia (Utsman bin Umar) adalah majhul.”

          Saya berpendapat: Jalur ini memang lemah, demikian pula jalur yang sebelumnya. Namun sebagai hadits mutabi’at tidaklah mengapa.

          Kata-kata sulit:

          (  نملة ) yaitu bintik-bintik hitam yang keluar pada bagian lambung.

          (  رقيقة النملة )  Asy-Syaukhani berkata dalam tafsirnya:
          “Itu adalah suatu ungkapan dimana wanita Arab telah biasa memakainya. Setiap orang yang mendengarnya tahu bahwa itu adalah ungkapan yang tidak berbahaya dan tidak pula berguna. Sedangkan kata “ruqayatan namlah” yang dikenal di kalangan mereka adalah bermakna merayakan, menyemir, menyelak dan setiap perbuatan yang dilakukan oleh pengantin, kecuali perbuatan yang mendurhakai suaminya.”

          Demikian Asy-Syaukhani mengatakan. Namun saya tidak tahu darimana dia merujuk sumber. Lebih-lebih dalam hal dia mendasarkan ucapannya itu pada sabda Nabi e: “Tidaklah kamu mengetahui ini…”

          Yang dimaksudkan oleh Nabi dengan sabda itu adalah menegur dengan tujuan untuk mendidik Hafshah dengan cara mengkritik. Sebab beliau mengucapkannya secara tidak jelas. Namun kemudian hal itu menjadi jelas dan terang setelah turunnya ayat sebagai berikut:

وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا

      Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa.” (QS At-Tahrim : 3)

            Saya berpendapat: Hadits ini tidak ada kaitannya dengan larangan menyebarkan rahasia yang terbeberkan seperti yang dikatakan oleh Nabi “Sebagaimana kamu telah mengajarinya tulis-menulis.” Jika mengajarkan penangkal tidak ada gunanaya, tentu tidak disamakan dengan mengajarkan tulis-menulis. Lagipula hadits itu menjelaskan bahwa Nabi e memerintahkan (dalam rangka pengetahuan) memberikan penangkal kepada seorang lelaki kalangan Anshar dari serangan penyakit bintik-bintik hitam dan memerintahkan pula agar mengajarkannya pada Hafshah. Apakah masuk akal jika Nabi saw memerintahkan membuat penangkal itu, kemudian Asy-Syaukhani menyebutnya sebagai tidak bersanad?. Tidak diragukan lagi bahwa itu bukanlah suatu ungkapan yang berbahaya dan tidak berguna. Nabi saw lebih mengetahui artinya manakal dia memerintahkan membuat penangkal itu. Jikalau lafazh Abu Dawud adalah untuk menakwilkan dugaan hadits itu, maka sesungguhnya lafazh Al-hakim sebagaimana yang telah kami kemukakan, sama sekali tidak menunjukkan hal demikian itu. Bahkan ia jelas menunjukkan kekeliruan penakwilan. Oleh karenanya, Ibnu Atsir menyebutkan penafsiran Asy-Syaukhani tersebut dalam An-Nihayah, mengenai “Penangkal penyakit bintik-bintik hitam” itu dengan kata-kata ‘qila’ (dikatakan). Hal ini menunjukkan betapa lemahnya penafsiran tersebut dalam menakwilkan sabda beliau “Tidaklah kamu mengetahui!”

          (  كركم ) berarti za’faran. Dikatakan juga berarti burung pipit, ada lagi yang mengartikannya sejenis pepohonnan. Kata itu berasal dari bahasa Persi yang kemudian di-arab-kan (  فرسيّ معرب ). Demikianlah, namun saya tidak mengetahui artinya. Barangkali saja, jika tidak salah, adalah kata-kata ibarat. Wallahu a’lam.

          Kandungan Hadtis

          Ada dua hal penting terkandung dalam dua hadits tersebut:

          Pertama: Dianjurkan seseorang memberi penangkal kepada orang lain, selama tidak mengandung syirik. Berbeda halnya dengan meminta penangkal (jimat) dari orang lain, maka hal ini adalah makruh. Karena ada hadits:

          “Ukasyah telah mendahului dengannya.”

          Hadits ini sudah begitu terkenal sekali.

          Kedua: Wanita dianjurkan belajar tulis-menulis. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (no. 118), menulis “Babul Kitabah Ilan-Nisa’i Wa Jawabihinna”. Kemudian dia meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih berasal dari Musa bin Abdullah yang mengisahkan:

          “Telah bercerita kepadaku Aisyah binti Thalhah, dia berkata: “Aku berbicara kepada Aisyah sedangkan aku berada di kamarnya dan orang-orang datang kepadanya dari berbagai kota. Orang-orang tua menganggapku sebagai anak karena kedudukanku darinya dan anak-anak muda menganggapku sebagai saudara, lalu mereka memberikan hadiah kepadaku. Mereka dari berbagai kota menulis surat kepadaku. Aku berkata kepada Aisyah, “Wahai Bibi, ini tulisan Fulan dan hadiahnya.” Lalu Aisyah berkata kepadaku, “Bani apa ini? Jawablah dia dan beri upah dia! Jika kamu tidak mempunyai upah, aku akan memberimu.” Aisyah binti Thalhah melanjutkan. “Kemudian Aisyah memberiku.”

          Saya berpendapat: Musa yang dimaksudkan adalah Ibnu Abdillah bin Ishaq, yakni Thalhah bin Al-Qurasyiyyi. Dia meriwayatkan dari segolongan tabi’in, disamping itu dua orang tsiqah telah meriwayatkan darinya. Ibnu Abi Hatim menyebutnya dalam Al-Jarh Wat-Ta’dil (4/1/150). Sementara orang sebelumnya yang juga meriwayatkan adalah, adalah Al-Bukhari dalam At-Tarikhul Kabir (4/287) dan keduanya, baik Ibnu Abi Hatim maupun Al-Bukhari tidak menyebutkan adanya cacat atau sesuatu yang perlu diluruskan. Bahkan Ibnu Hibban memasukkannya dalam At-Tsiqat. Sedangkan Al-Hafizh dalam At-Taqrib mengatakan, ia adalah maqbul (diterima haditsnya) dalam kedudukannya sebagai hadits pendukung (matabi’). Jika tidak maka sebagai hadits yang layyin (lentur).

          Ibnu Taimiyah dalam Mutaqad Akhbar, di penghujung hadits itu mengatakan: “Hadits itu merupakan dasar diperbolehkannya wanita belajar tulis menulis.”

          Dalam hal ini dia diikuti oleh Syaikh Abdurrahman bin Mahmud Al-Ba’labaki Al-Hambali dalam Al-Mathla (Q 108/1), kemudian oleh Asy-Syaukhani dalam Syarah-nya (8/117) yang berkomentar: “Adapun hadits: “Janganlah kamu mengajarkan kepada mereka tulis menulis, janganlah kamu tempatkan mereka di kamar dan ajarkanlah kepada mereka surat An-Nur.” Larangan belajar tulis-menulis dalam hadits ini adalah terhadap orang yang dikhawatirkan akan menjadi rusak setelah belajar.”

          Saya berpendapat: Pendapat ini tidak benar ditinjjau dari dua segi:

          Pertama: JIka diperhatikan, hadits yang memerintahkan itu adalah shahih sedangkan hadits yang melarang itu maudhu’ (dibuat dengan dusta) sebagaimana dijelaskan oleh Adz-Dzahabi. Semua jalurnya terlalu lemah. Dan mengenai hal ini telah saya jelaskan pula dalam Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah (no. 2018). Jika demikian halnya, maka kedua hadits itu tidak perlu dipertemukan. Dalam hal ini As-Sakhawi mempunyai pendapat sebagaimana Asy-Syaukani. Dia mengatakan: “Sesungguhnya hadits yang memerintahkan itu lebih shahih daripada hadits yang melarang.” Ini memberikan kesan seolah-olah hadits yang melarang tersebut adalah shahih.

          Kedua: Jika larangan belajar itu berlaku untuk orang yang dikhawatirkan akan menjadi rusak, tentunya yang dilarang itu bukan khusus kaum wanita.

          Berapa banyak kaum laki-laki yang setelah pandai justru menjadi rusak agama dan moralnya. Tidak perlukah laki-laki juga dicegah belajar tulis-menulis? Bahkan jika demikian halnya soal kekhawatiran itu mestinya juga mencakup belajar membaca, bukan hanya dalam belajar tulis-menulis saja.

          Yang benar, bahwa tulis baca adalah suatu nikmat dari Allah I.yang diberikan kepada manusia. Ini sebagaimana yang telah disinggung oleh Allah سبحانه وتعالى.dalam Al-Qur’an:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ 

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.”(QS Al-Alaq : 1-4)

          Adalah merupakan nikmat yang lain yang Allah I.berikan kepada mereka. Tentu saja Allah I. menghendaki supaya mereka menggunakan kenikmatan itu untuk taat kepada-Nya. Jika kemudian ada orang yang menggunakannya untuk bermaksiat, itu tidak merubah keberadaannya sebagai nikmat. Seperti nikmat memandang, mendengar, berbicara, dan lain-lain. Maka demikian pula nikmat baca dan tulis. Sehingga tidak sepatutnya para bapak melarang anak perempuan mereka mempelajari baca tulis untuk menunjang pendidikan mereka mencapai akhlak yang Islami. Dan tidak ada bedanya antara lelaki dan kaum wanita.

          Pada dasarnya apa yang diwajibkan atas kaum lelaki juga diwajibkan atas kaum wanita. Apa yang diperbolehkan bagi kaum lelaki juga diperbolehkan bagi kaum wanita. Tidak ada bedanya. Seperti telah disyaratkan oleh Nabi e dalam sabdanya:

          “Sesungguhnya wanita adalah bagian dari kaum laki-laki.” (HR Ad-Darimi dan lainnya).

          Jadi tidak boleh mendiskriminasikan kecuali memang ada nash yang menunjukkannya. Sedang dalam kasus ini tidak ada nash yang melarang kaum wanita belajar tulis menulis. Memang ada seseorang yang bersyair:

          “Wanita itu tidak boleh menulis, bekerja dan berpidato. Semua itu adalah bagian kami. Sedangkan bagian mereka adalah bermalam dalam keadaan junub.”
          Semoga dalam hal ini Allah I.memberikan kepaahaman kepada kita.1)
READ MORE - MENGAJAR TULIS MENULIS KEPADA WANITA

Larangan “Minum Berdiri” (fakta Medis)


Dalam Islam, diatur adab-adab yang senantiasa kita lakukan setiap hari. Conth kecilnya adalah minum. Islam menganjurkan kita untuk minum sambil duduk dan sebaiknya tidak dalam keadaan berdiri.
Why??? Mungkin kita terus bertanya-tanya apa alsannya dan hikmah dibalik anjuran tersebut. Yuk kita simak bersama…
Di dalam tubuh manusia, ada organ yang bernama sfringer. Sfringer adalah saringan yang terbuka ketika duduk dan menutup di saat berdiri. Air yang kita minum tidak 100% steril dan kita juga tidak mampu meyakini kesterilan air yang kita minum tersebut.Jika kita minum sambil berdiri, maka air tidak aka tersaring karena sfringer tertutup dan air akan langsung masuk ke kandung kemih. Hal ini akan memicu terjadinya atau terbentuknya kristal-kristal di dalam ginjal. Nah, jika terbentuk kristal tersebut, secara otomatis akan menyebabkan penyakit ginjal, seperti kencing batu dan penyakit ginjal lainnya akibat terakumulasinya kristal dalam ginjal.




Nah teman-teman, sekarang sudah tahukan bahwa sebenarnya Islam sangat menyayangi pengikutnya. Sunnah Rasul inipun sangat bermanfaat bagi manusia. Sekarang, tergantung kalian saja. Mau sehat atau tidak…
Selamat minum dengan tidak berdiri yah teman-teman

BAHAYANYA MINUM SAMBIL BERDIRI
Air minum yang masuk dengan cara minum sambil duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada pos-pos penyaringan yang berada di ginjal.
Nah Jika kita minum berdiri, Air yang kita minum tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika langsung menuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan disaluran ureter.
Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter. Inilah yang bisa menyebabkan penyakit kristal ginjal.







Salah satu penyakit ginjal yang berbahaya. Susah kencing itu penyebabnya.
Cara mengatasinya :
1. biasakan minum duduk.
2. banyak minum air putih.
Kajian menurut Islam:
Dari Anas dan Qatadah, Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri, Qotadah berkata: Bagaimana dengan makan? beliau menjawab: Itu lebih buruk lagi. (HR.Muslim dan Turmidzi)
Bersabda Nabi dari Abu Hurairah,“Jangan kalian minum sambil berdiri ! Apabila
kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan ! (HR. Muslim)
Sekecildan seremeh apapun sesuatu menurut anggapan kita tidak akan terlepas dari sorotan islam sehingga agama Islam memberikan petunjuk dan jalan kebaikan di dalamnya. Seperti halnya minum, Islam mengajarkan bagaimana tata cara minum. Para ulama menegaskan bahwa minum sambil duduk lebih utama dari pada minum sambil berdiri. Ini berdasarkan hadits Nabi SAW :“Janganlah di antara kalian minum sambil berdiri, bila terjadi maka muntahkanlah airnya (HR muslim).
Di samping itu, menurut Ibnul Qoyyim ada beberapa afat (akibat buruk) bila minum sambil berdiri. Apabila minum sambil berdiri, seperti pendapat Ibnul Qoyyim, maka di samping tidak dapat memberikan kesegaran pada tubuh secara optimal juga air yang masuk ke dalam tubuh akan cepat turun ke organ tubuh bagian bawah. Hal ini dikarenakan air yang dikonsumsi tidak tertampung di dalam maiddah (lambung) yang nantinya akan dipompa oleh lever untuk disalurkan ke seluruh organ-organ tubuh. Dengan demikian airtidak akan menyebar ke organ-organ tubuh yang lain. Padahal menurut ilmu kedokteran tujuh puluh persen dari tubuh manusia terdiri dari zat cair.
Tulang-tulangpun mengandung air sebanyak tiga puluh sampai empat puluh persen. Sebagian besar darah terdiri dari air dimana terdapat larutan bahan-bahan selain sel-sel darah. Akibatnya bilamana pembuangan air dari dalam tubuh lebih besar daripada pemasukannya, terjadilah dehidrasi yaitu kekurangan zat cair dalam tubuh. Begitu juga
kadar air dalam jaringan tubuh diatur dengan tepat. Jika terdapat selisih sepuluh persen saja maka gejala-gejala serius akan timbul. Kalau selisih ini mencapai dua puluh persen maka orangnya akan mati.
Oleh sebab itu, dianjurkan memuntahkan air apabila terlanjur minum sambil berdiri seperti yang disebut dalam hadits di atas. Para ahli hikmah juga memberi jalan keluar bila terpaksa minum sambil berdiri yaitu menggerak-gerakan dua ibu jari kaki insya Allah akan dapat menolak efek-efek negatif seperti yang disebut di atas.
Inilah Adab Minum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Aktivitas minum merupakan aktivitas yang lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Sehingga hal ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan pengajaran bagi anak-anak kita dan melatihnya agar terbiasa minum sesuai dengan tauladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beberapa adab minum yang dicontohkan olehRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam antara lain:
  1. Meniatkan minum untuk dapat beribadah kepada Allah agar bernilai pahala. Segala perkara yang mubah dapat bernilai pahala jika disertai dengan niat untuk beribadah. Wahai para ibu, maka niatkanlah aktivitas minum kita dengan niat agar dapat beribadah kepada Allah. Dan janganlah lupa memberitahukan anak tentang hal ini.
  2. Memulai minum dengan membaca basmallah. Diantara sunnah Nabi adalah mengucapkan Basmallah sebelum minum. Hal ini berdasarkan hadits yang memerintahkan membaca ‘bismillah’ sebelum makan. Bacaan bismillah yang sesuai dengan sunnah adalah cukup dengan bismillah tanpa tambahan
    ar-Rahman dan ar-Rahim.Dari Amr bin Abi Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anakku, jika engkau hendak makan ucapkanlah bismillah, makanlah dengan
    tangan kananmu dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.”
    (HR Thabrani dalam Mu’jamKabir) Dalam silsilah hadits shahihah, 1/611 Syaikh al-Albani mengatakan, “Sanad hadits ini shahih menurut persyaratan Imam Bukhari dan Imam Muslim)Wahai ibu, jangan lupa untuk mengingatkan anak-anak kita untuk membaca ‘bismillah’ ketika hendak minum, agar setan tidak ikut serta menikmati makanan dan minuman yang sedang kita konsumsi.
  3. Minum dengan tangan kanan.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian hendak makan, hendaklah makan dengan tangan kanan. Dan apabila ingin minum, hendaklah minum dengan tangan kanan. Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim) Ajarkanlah pada si kecil untuk selalu menggunakan tangan kanan ketika makan dan minum. Seringkali si kecil lupa meskipun telah kita ajari, apalagi ketika menyantap makanan ringan(snack) bersama teman mainnya. Nah, saat kita melihatnya, ingatkanlah ia. Janganlah bosan dan merasa jemu untuk mengingatkan anak kita. Insyaa Allah jika kita melakukannya dengan ikhlas mengharap ridha Allah, Allah akan mengganti usaha kita tersebut dengan pahala.
  4. Tidak bernafas dan meniup air minum.Termasuk adab ketika minum adalah tidak bernafas dan meniup air minum. Ada beberapa hadits mengenai hal ini:Dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian minum maka janganlah bernafas dalam wadah air minumnya.” (HR. Bukhari no. 5630 dan Muslim no. 263)Dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk bernafas atau meniup wadah air minum.” (HR.Turmudzi no. 1888 dan Abu Dawud no. 3728, hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani).Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi mengatakan, “Larangan bernafas dalam wadah air minum adalah termasuk etika karena dikhawatirkan hal tersebut mengotori air minum atau menimbulkan bau yang tidak enak atau dikhawatirkan ada sesuatu dari mulut dan hidung yang jatuh ke dalamnya dan hal-hal semacam itu. Dalam Zaadul Maad IV/325 Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat larangan meniup minuman karena hal itu menimbulkan bau yang tidak enak yang berasal dari mulut. Bau tidak enak ini bisa menyebabkan orang tidak mau meminumnya lebih-lebih jika orang yang meniup tadi bau mulutnya sedang berubah. Ringkasnya hal ini disebabkan nafas orang yang meniup itu akan bercampur dengan minuman. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua hal sekaligus yaitu mengambil nafas dalam wadah air minum dan meniupinya.
  5. Bernafas tiga kali ketika minum.Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum beliau mengambil nafas di luar wadah air minum sebanyak tiga kali.” Dan beliau bersabda, “Hal itu lebih segar, lebih enak dan lebih nikmat.”Anas mengatakan, “Oleh karena itu ketika aku minum, aku bernafas tiga kali.” (HR. Bukhari no. 45631 dan Muslim no. 2028). Yang dimaksud bernafas tiga kali dalam hadits di atas adalah bernafas di luar wadah air minum dengan menjauhkan wadah tersebut dari mulut terlebih dahulu, karena bernafas dalam wadah air minum adalah satu hal yang terlarang sebagaimana penjelasan di atas.
  6. Larangan minum langsung dari mulut teko/ceret.Dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Rasulullah melarang minum langsung dari mulut qirbah (wadah air yang terbuat dari kulit) atau wadah air minum yang lainnya.”(HR Bukhari no. 5627). Menurut sebagian ulama minum langsung dari mulut teko hukumnya adalah haram, namun mayoritas ulama mengatakan hukumnya makruh. Ketahuilah wahai para ibu muslimah, yang sesuai dengan adab islami adalah menuangkan air tersebut ke dalam gelas kemudian baru
    meminumnya.Dari Kabsyah al-Anshariyyah, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammasuk ke dalam rumahku lalu beliau minum dari mulut qirbah yang digantungkan sambil berdiri. Aku lantas menuju qirbah tersebut dan memutus mulut qirbah itu.” (HR. Turmudzi no. 1892, Ibnu Majah no. 3423 dan dishahihkan oleh Al-Albani). Hadits ini menunjukkan bolehnya minum dari mulut wadah air. Untuk mengkompromikan dengan hadits-hadits yang melarang, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Atsqalani mengatakan, “Hadits yang menunjukkan bolehnya minum dari mulut wadah air itu berlaku dalam kondisi terpaksa.” Mengompromikan dua jenis hadits yang nampak bertentangan itu lebih baik daripada menyatakan bahwa salah satunya itumansukh (tidak berlaku).”(Fathul Baari, X/94)
  7. Minum dengan posisi duduk.Terdapat hadits yang melarang minum sambil berdiri. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian minum sambil berdiri. Barang siapa lupa sehingga minum sambil berdiri, maka hendaklah ia berusaha untuk memuntahkannya.” (HR. Ahmad no 8135). Namun disamping itu, terdapat pula hadits yang menunjukkanbahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri. Dari Ibnu Abbas beliaumengatakan, “Aku memberikan air zam-zam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Maka beliau lantas minum dalam keadaan berdiri.” (HR. Bukhari no. 1637, dan Muslim no. 2027). Dalam hadits yang pertama Rasulullah melarangminum sambil berdiri sedangkan hadits kedua adalah dalil bolehnya minum sambil berdiri. Kedua hadits tersebut adalah shahih. Lalu bagaimana mengkompromikannya..? Mengenai hadits di atas, ada ulama yang berkesimpulan minum sambil berdiri diperbolehkan, meski yang lebih utama adalah minum sambil duduk. Diantara ulama tersebut adalah Imam Nawawi dan Syaikh Utsaimin. Meskipun minum sambil berdiri diperbolehkan, namun yang lebih utama adalah sambil duduk karena makan dan minum sambil duduk adalah kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Minum sambil berdiri tidaklah haram akan tetapi melakukan hal yang kurang utama.
  8. Menutup bejana air pada malam hari. Biasakan diri kita untuk menutup bejana air pada malam hari dan jangan lupa mengajarkan anak kita tentang hal ini. Sebagaimana hadits dari Jabir bin Abdillah, ia
    berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Tutuplah bejana-bejana dan wadah air. Karena dalam satu tahun ada satu malam, ketika ituturun wabah, tidaklah ia melewati bejana-bejana yang tidak tertutup, ataupun wadah air yang tidak diikat melainkan akan turun padanya bibit penyakit.” (HR. Muslim)
  9. Puas dengan minuman yang ada dan tidak mencelanya. Ajarkan pula kepada anak, bahwa kita tidak boleh mencela makanan walaupun kita tidak menyukainya.
MINUM SAMBIL BERDIRI


١٧٥ -  لاَ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا
          Sungguh janganlah salah seorang dari kamu minum sambil berdiri.”

          Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (6/110-111) dari Umar bin Hamzah: “Telah bercerita kepadaku Abu Ghithan Murri, bahwa sesungguhnya dia mendengar Abu Hurairah berkata: “Telah bersabda Rasulullah e…, kemudian dia menyebutkan hadits itu dan menambahkan:

          Barangsiapa yang lupa maka hendaklah memuntahkannya.”

          Saya katakan: Umar di sini, meskipun telah dibuat hujjah oleh Imam Muslim, namun dinilai lemah oleh Imam Ahmad, Ibnu Ma’in, An-Nasa’i dan lain-lainnya. Oleh karena itu Al-Hafizh dalam At-Taqrib mengatakan:”Ini Dha’if”. Tetapi shahih dengan lafazh lain. Oleh karena itu saya memberlakukannya di sini tanpa tambahan tersebut. Sesungguhnya hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Ziyad Ath-Thihani, dia berkata: “Aku mendengar Abu Hurairah menuturkan:

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسّلَّمَ أَنَّهُ رَأٰٰى رَجُلاً يَشْرَبُ قَا ءِمًا فَقَالَ لَهُ : قِهْ ، قَالَ : لِمَهْ ؟ قَالَ : أَيَسُرُّكَ أَنْ يَشْرَبَ مَعَكَ الْهِرُّ ؟ قَالَ : لاَ ، قَالَ : فَاِنَّهُ قَدْ شَرَبَ مَعَكَ مَنْ هُوَ شَرُّ مِنْهُ ! أَالشَّيْطَانُ !!
          “Dari Nabi e, bahwa sesungguhnya beliau melihat seorang lelaki minum dengan berdiri. Kemudian beliau bersabda kepadanya, “Muntahkanlah!” Orang itu bertanya: “Mengapa?”Beliau bersabda: “Apakah kamu suka jika minum bersama dengan kucing?” Orang lelaki itu menjawab: “Tidak.” Dia bersabda lagi: “Sesungguhnya telah minum bersamamu sesuatu yang lebih buruk daripada itu, yaitu setan.”

          Hadits ini telah ditakhrij oleh Imam Ahmad (7990), Ad-Darimi (2/121), Ath-Thahawi dalam Musykilul-Atsar  (3/19) dari Syu’bah dari Abu Ziyad.

          Hadits ini shahih sanadnya. Para perawinya tsiqah, yakni para perawi Asy-Syaikhain, kecuali Abu Ziyad. Dalam hal ini Ibnu Ma’in megnatakan: “Ia seorang syaikh yang bagus haditsnya,” seperti keterangan dalam Al-Jarh wat-Ta’dil (4/2/373). Karena itu perkataan Adz-Dzahabitidak dikenal”, adalah termasuk sesuatu yang tidak perlu diperhatikan, khususnya setelah dua imam tersebut menilainya tsiqah.

          Hadits ini juga muncul dengan lafazh lain, yaitu:

١٧٦ -  لَوْ يَعْلَمَ الَّذِي يَشْرَبُ  وَهَوَ قَائِمٌ مَا فِي بَطْنِهِ لاَسْتَقَاءَ .
         
          Jikalau orang yang minum sambil berdiri itu mengetahui apa yang ada dalam perutnya, tentu dia akan memuntahkannya.”

          Hadits ini ditakhrij oleh Imam Ahmad (7790 dan 7796) dari Az-Zuhri dari seorang lelaki dari A’masy, dari Abi Shalih, yang ini juga dari Abu Hurairah yang menuturkan: “Telah bersabda Rasulullah e…” Kemudian Ath-Thahawi juga meriwayatkannya dalam Musykilul Atsar (3/18) dari Al-A’masy dengan menambahkan:

Sampai tibalah Ali bin Abi Thalib, lalu dia berdiri kemudian minum sambil berdiri.”

          Saya berpendapat: Sanad yang kedua ini shahih. Perawinya adalah Asy-Syaikhain. Dan dalam sanad yang pertama terdapat lelaki yang tidak disebutkan. Jika dia bukan Al-A’masy, maka akan menguatkan hadits tersebut. Namun jika dia adalah A’masy, maka hadits itu juga tidak cela, sebagaimana telah jelas. Dan dalam Majma az-Zawaid (79/5) disebutkan: “Hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan dua sanad dan diriwayatkan oleh Bazzar. Salah satu dari dua sanad Ahmad tersebut, para perawinya adalah perawi-perawi yang shahih.

          Sesungguhnya hadits ini mengandung suatu larangan yang sangat halus terhadap perilaku minum sambil berdiri. Larangan yang jelas mengenai hal ini telah datang dari hadits Anas t, yaitu:

١٧٧  -  نَهٰى ( وَفِي لَفَظٍ زَجَرَ ) عَنَ الشُّرْبِ قَائِمَا

          Nabi e melarang (dalam suatu riwayat mencela) terhadap minum dengan berdiri.”

          Hadits ini ditakhrij oleh Imam Muslim (juz I hal. 110), Abu Dawud (no. 3717), At-Tirmidzi (3/117), Ad-Darimi (2/120-121), Ibnu Majah (2/338), Ath-Thahawi dalam Syarh Al-Ma’ani (2/357) dan Al-Musykil (3/18), (2/332), Ahmad (3/118, 131, 147,199, 214, 250, 277, 291), dan Abu Ya’la (156/2, 158/2, 159/2) serta Adh-Dhiyadalam Al-Mukhtarah (205/2) dari jalur Qatadah berasal dari Anas secara marfu’. Dua orang terakhir ini menambahkan kalimat: “dan makan sambil berdiri.” Dalam sanad keduanya ada Makhtar Al-Waraq, dia dha’if dan sungguh diperselisihkan. Kemudian dalam riwayat Muslim dan lainnya terdapat lafazh:

          Qatadah berkata, “Kemudian kami berkata: “Kalau makan?” Beliau bersabda: “Itu lebih buruk dan lebih keji.”

          Saya berpendapat: Riwayat keduanya dalah mudarrajah (disadur dari sesuatu yang bukan hadits namun diasumsikan hadits). Dalam hal ini Qatadah mempunyai dua sanad lain:

          Pertama: Dia meriwayatkan hadits itu dari Abi Isa Al-Aswari yang berasal dari Abi Sa’id Al-Khudzri dengan lafazh kedua hadits itu ditakhrij oleh Imam Muslim dan Ath-Thahawi.

          Kemudian ia juga meriwayatkannya dari Abu Muslim Al-Judzami berasal dari Al-Jarul bin Al-Alla’ra.

          Hadits tersebut ditakhrij oleh Ath-Thahawi dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi mengatakan: “Hadits ini hasan gharib.”

          Hadits ini juga memiliki syahid (hadits pendukung) yaitu hadits Abu Hurairah yang serupa dengan itu.

          Hadits itu ditakhrij oleh Imam Ahmad (2/327) dan Ath-Thahawi, sedang nilai sanadnya adalah shahih.

          Hadits itu juga memiliki syahid lain dari hadits Jabir yang serupa, ditakhrij oleh Abu ‘Urwabah Al-Harani dalam Hadits Al-Juzurin (1/51) dengan sanad shahih.

          Kejelasan larangan dalam hadits-hadits tersebut menunjukkan diharamkannya minum dengan berdiri tanpa udzur. Namun banyak pula hadits lain yang menunjukkan bahwa Nabi e juga pernah minum sambil berdiri. Karena itu akibatnya para alim ulama berbeda pendapat dalam menyatukan hadits-hadits itu. Ulama kebanyakan berpendapat bahwa larangan itu Li at-Tanzih (makruh). Sedangkan perintah untuk memuntahkan adalah Sunnah. Sementara itu Ibnu Hazem berbeda dengan mereka. Dia berpendapat, bahwa larangan itu menunjukkan haram. Agaknya pendapat inilah yang lebih mendekati kebenaran. Karena bila untuk sekedari tanzih tidak perlu menggunakan kata zijirun (tercela), dan tidak akan diperintahkan untuk memuntahkan, sebab perintah memuntahkan di situ adalah sesuatu yang sulit bagi seseorang untuk melakukannya, sehingga tidak mungkin syariat membebankan sesuatu yang seberat itu hanya untuk perkara yang sekedar sunnah. Demikian pula hadits itu juga berbunyi Sesungguhnya setan telah minum bersamamu.” Ini adalah suatu larangan atau peringatan keras agar tidak minum dengan berdiri. Jadi tidak tepat jika peringatan itu hanya diberikan untuk perkara meninggalkan sunnah saja.

          Sedangkan hadits-hadits yang menerangkan minum dengan berdiri adalah mungkin karena ada udzur seperti tempat yang sempit atau karena tempat airnya tergantung. Karena memang ada hadits-hadits yang menunjukkan yang demikian itu. Wallahu a’lam.




READ MORE - Larangan “Minum Berdiri” (fakta Medis)

Kamis, 22 Maret 2012

DOWNLOAD PRAMUKA

Adik-adik yang berbahagia kali ini saya akan memberikan beberapa hal tentang kepramukaan silahkan download di bawah ini semoga bermanfaat, dan Kepramukaan di Indonesia Maju :

PP PENGAWASAN PRAMUKA
MAJELIS PEMBIMBING
PUSDIKLATCAB
PENGEMBANGAN GUDEP PERGURUAN TINGGI
KECAKAPAN PRAMUKA
PP KARANG PAMITRAN
PP GLADIAN PINSAT
PP GLADIANPINSAT REGU

Demikian yang dapat saya Upload kali, tapi masih banyak yang belum saya tampilkan. untuk yang lain dapat saya tampilkan besok pada episode berikutnya. jangan lupa beri komennya.
READ MORE - DOWNLOAD PRAMUKA
READ MORE -
Biografi dan Profil Tokoh TerkenalRumah Yatim, Anak Yatim, Panti Yatim, Panti Asuhan, Panti Sosial, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Baitul Maal, Sedekah, Zakat, Infaq, Wakaf, Hibah, Donatur, Badan, Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat, Dompet Peduli, Pondok Yatim, Pecinta YatimToko Online Aksesoris wanita no.1 di Indonesia-Aini's CollectionFree automatic backlinks exchangeAuto Backlink Gratis Indonesia : AUTO BACKLINK Teralis, Railing Tangga, Railing Balkon, Kanopi, Pintu Besi, Pintu Pagar, Pagar Besi, Pintu Garasi, Tangga BesiALAT BANTU SEX- OBAT KUATDaftar PTC Indonesia pilihan yang selalu membayar Ptc indonesia terbaru,ptc indonesia terpercaya,daftar ptc terpercaya,list ptc indonesia terpercaya,situs ptc indonesia yang bisa dipercaya Free Automatic Backlinks ExchangesFree Automatic Backlinks ExchangesFree Automatic Backlinks ExchangesAqillah Aziz indian classifieds, india classified ads, free classified ads, buy sell free classifieds from india, classified yellow pages, indian ads, post free ads, indian advertisements, free advertising, post sell ads, post buy ads, free job postings, free matrimonial ads, car classifieds, auto classifieds, used stuff, local ads, ads for sale, local classifieds india, click india, property for sale, sell used cars, education institutes, travel deals, mumbai real estate, new delhi restaurants, hotels in bangalore, online classifieds india, buy sell free classifieds, online ads, free ads, indian ads, where can i post free ads, post free business ads, post free employment ads, free online ads posting, how to post free ads, post free banner ads, post free ads internet, free business advertising, local classified ads, free internet classified ads, post free dog ads, placing free ads online, free online advertising sites, where to place free classified ads, used cars classified ads, submit free classified ads, sites to post ads for free, kijiji, free classifieds nyc, post free classified ads no registration, sell car free ads, free online advertising sites, autos, ads for, one india, free classifieds in keralagrahafenomenahati. ALBUM KELUARGA H.M SOEKARNO Rt.04/03 PATIKRAJADownload Mp3 Lagu Religi Mawar Biru Keris adalah budaya asli Indonesia BACKLINK OTOMATIS GRATIS Fenomena Hati . download-aplikasi-gratisbanyumas Pustaka Link Fenomena Hati download-aplikasi-gratisbanyumasdownload-aplikasi-gratisbanyumasSAHABAT UNGU Ciptaan Terbaik Tuhan
Ratu Galunggungarinmawarbirukita download-aplikasi-gratisbanyumas
Kumpulan Artikel Islamiperjalananjihad Daftar Lagu Islami Desa Patikraja. Solusi hosting gratis dari Google Code CHANNEL---TV---DESA PATIKRAJA 10 000 000 Backlinks. 10 000 000 Backlinks. Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. Media-Aisah Bella  Arin Mawar Rindu (Puisi Biru)Link Exchange/Tukar Link. CHANNEL---TV---Ugiarti Pratiwi AISAH BELLA Exchange/Tukar Link. CHANNEL---TV---AISAH BELLA  Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. Majalah Roro Mendot  cewek cantik Indonesia   Arin Mawar Rindu (Puisi Biru)Link Exchange/Tukar Link. Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. NYAI Roro Mendot-AISAH BELLA  AISAH BELLA Exchange/Tukar Link.

submit your site