WAROENG BELAJAR

Jumat, 13 April 2012

Kumpulan Situs Lembaga Komisi Negara RI

READ MORE - Kumpulan Situs Lembaga Komisi Negara RI

Kumpulan Situs Lembaga Komisi Negara RI

READ MORE - Kumpulan Situs Lembaga Komisi Negara RI

Kumpulan Situs Lembaga Komisi Negara RI

READ MORE - Kumpulan Situs Lembaga Komisi Negara RI

Kumpulan Situs Lembaga Negara Indonesia

READ MORE - Kumpulan Situs Lembaga Negara Indonesia

Kumpulan Situs Lembaga Negara Indonesia

READ MORE - Kumpulan Situs Lembaga Negara Indonesia

Cara Melihat Nilai Mahasiswa Universitas Terbuka

Universitas Terbuka (UT) merupakan salah satu Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dengan berbagai jurusan. Sebagai unit pelaksana teknis Universitas Terbuka di daerah dilaksanakan oleh Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka (UPBJJ-UT). Terdapat 37 Lokasi UPBJJ-UT yang tersebar di seluruh tanah air dengan puluhan ribu mahasiswa.
Dewasa ini Universitas Terbuka (UT) berkembang sangat pesat. Sebagian besar mahasiswanya berasal dari kalangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Sebagaimana yang diamanat oleh Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Tentu anda sudah tahu dengan UU-RI No. 14 tahun 2005 tersebut bukan? Jika belum segera download di sini

Langkah-langkah melihat nilai UT :
  • Kunjungi website resmi UT di sini
  • Anda dibawa ke halaman utama (home) seperti gambar berikut:
     
  • Selanjutnya klik menu “Mahasiswa” seperti gambar berikut:
     
  • Pada label (bagian kiri) klik salah satu “Nilai Pendas” atau “Nilai Non Pendas” sesuai program akademik yang anda ikuti. 
  • Berikutnya anda akan dibawa masuk ke halaman “Formulir Permintaan Nilai” seperti gambar berikut:
  • Isi data anda dengan lengkap pada Formulir Permintaan Nilai (Tulis NIM dengan jelas, tulis Tanggal Lahir yang benar, dan pilih Masa Registrasi/Ujian). Anda dapat melihat seluruh Nilai sejak registrasi Pertama sampai terakhir dengan melilih “Semua” pada Masa Registrasi/Ujian
  • Selanjutnya anda dibawa ke “Daftar Nilai Ujian
  • Jangan lupa untuk menyimpan dokumen anda, dengan “Ctrl+P pada keyboard (perangkat harus terhubung dengan Printer
  • Selesai
Bagi anda yang ingin melihat nilai UT dengan langkah yang lebih cepat, langsung aja di sini:
Nilai Pendas, klik di sini, atau
Nilai Non Pendas, klik di sini
Demikianlah, Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Sumber: Universitas Tebuka

 
READ MORE - Cara Melihat Nilai Mahasiswa Universitas Terbuka

Selasa, 27 Maret 2012

READ MORE -
TENTANG SHALAT FAJAR
DAN SHALAT ASHAR



٦٦ -  اِذَا اَدْرَكَ اَحَدُكُمْ [اَوَّلَ] سَجْدَةٍ مِنْ صَّلاَةِ العَسْرِ قَبْلَ اَنْتَغْرُبَ الشَّمْسُ فَلْيُتِمَّ صَلاَتَه ، وَاِذَا اَذْرَكَ [اَوَّلَ] سَجْدَةٍ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ قَبْلَ اَنْ تَطْلَعَ الشَّمْسُ فَلْيُتِمَّ صَلاَتَهُ .

“Jika salah seorang diantara kamu mendapatkan (satu) sujud dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka hendaknya ia menyempurnakan shalatnya. Dan jika ia mendapatkan (satu) sujud dari shalat Subuh, maka hendaknya ia juga menyempurnakan shalatnya.”

Hadits ini ditakhrij oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya (1/148), ia mengungkapkan: “Abu Na’im menyampaikan kepada kami, ia berkata: “Syaiban meriwayatkan kepada kami dari Yahya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu’ tanpa tambahan (yang ada di dalam kurung). Sedang tambahan itu milik An-Nasa’i. Selanjutnya An-Nasa’I memberitahukan: “Amer bin Manshur memberi khabar kepada kami: “Al Fadl bin Dakin meriwayatkan hadits itu kepada kami.”

Sanad ini shahih, sebab Amer di dalam At-Taqrib dinilai tsiqah tsabat (kukuh ke-tsiqah-annya) sedangkan perawi lainnya sudah dikenal. Al-Fadhl bin Dakin adalah Abu Na’im, guru Imam Bukhari di dalam hadits itu. Hadits yang diriwayatkan itu bisa dijadikan penguat, dan orang-orang yang meriwayatkan hadits tersebut darinya, juga selalu menggunakan dua tambahan di atas.

Sedangkan Amer, menurut Al-Baihaqi dikuatkan oleh Muhammad bin Al-Husain bin Abu Hunain (1/368). Selanjutnya Al-Baihaqi berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahih Bukhari. Anda bisa mengeceknya.”

Adapun Abu Na’im dikuatkan oleh Husain bin Muhammad Abu Ahmad Al-Marwarudzi, yang berkata: “Syaiban meriwayatkan hadits itu kepada kami.”

Perawi dengan nama Husain ini adalah puterra Baram At-Tamimi. Ia seorang perawi tsiqah dan dipakai oleh Bukhari-Muslim.

Hadits ini, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah memiliki enam sanad. Saya telah mentakhrij semuanya di dalam kitab Irwa’ul Ghalil fi Takhriji Ahadtisi Manaris Sabil, yang sedang saya susun. Semoga Allah memberikan kemudahan untuk menyelesaikan dan mencetaknya (lihat hadits no. 250).

Saya memilih hadtis yang mengandung tambahan ini karena dapat memperjelas arti bahwa dengan adanya kata ar-raka’ah pada sanad-sanad lain, yang dimaksud adalah mendapatkan ruku’ dan sujud pertama pada raka’at pertama. Sebab orang yang tidak mendapatkan sujud, maka tidak akan mendapatkan satu raka’at. Dan orang yang belum mendapatkan satu raka’at, maka tidak dianggap mendapatkan sholatnya secara penuh (jadi shalatnya dianggap qadha’  bukan ada).

Kandungan Hadits

Dari penjelasan di atas, dapat kita tarik beberapa hukum yang ada di dalam hadits tersebut, yaitu:

Pertama: Membatalkan pendapat orang-orang yang menyatakan bahwa jika matahari terbit, padahal seseorang baru mendapatkan raka’at kedua, maka shalatnya batal. Mereka juga mengatakan bahwa jika matahari terbenam dan ia masih berada di raka’at terakhir shalat Asharnya, maka shalatnya tidak sah. Pendapat itu jelas tidak benar, sebab bertentangan dengan hadits Nabi r di atas seperti dijelaskan oleh Imam Nawawi dan Imam yang lain. Hadits ini tidak boleh ditentang dengan hadits yang melarang melakukan shalat pada saat matahari terbit atau terbenam. Sebab hadits itu bersifat umum (‘am) sedangkan hadits ini bersifat khusus (khash). Padahal menurut kaidah ilmu Ushul, hadits ‘am tidak boleh dipakai jika ada hadits yang khash.

Anehnya di antara mereka yang berpendapat seperti itu, memakai hadits ini untuk kepentingan madzhabnya di dalam satu masalah. Sedangkan di dalam masalah ini (yang kita bahas disini) mereka menentangnya, bahkan sebagian ada yang mengaburkan arti hadits ini. Maka kepada Allah-lah kita kembalikan sifat fanatik madzhab yang sampai memutarbalikkan hadits ini. Az-Zaila’I di dalam kitabnya Nasbhur Rayah (1/229) setelah menyebutkan hadits ini dari Abu Hurairah dan hadits lain yang senada berkomentar:

“Hadits-hadits ini juga menimbulkan polemik di antara kami yang semadzhab, terutama mengenai batalnya shalat Subuh ketika matahari terbit. Penyusun sendiri dengan hadits itu berpendapat bahwa akhir waktu shalat Ashar adalah selama matahari belum terbenam.”

Kedua: Penolakan terhadap orang yang berpendapat, bahwa untuk mendapatkan shalat, cukup dengan melaksanakan sebagian rukunnya, sekalipun hanya takhbiratul ihram. Pendapat ini jelas bertentangan dengan teks hadits itu. Pendapat ini disebutkan di dalam Manarus-Sabil sebagai pendapat Imam Syafi’i. Sebenarnya hal ini hanya sebagian pendapat yang berkembang di kalangan madzhabnya, seperti yang dijelaskan oleh Imam Nawawi di dalam Al-Majmu’ (3/63) dan sebenarnya adalah madzhab Hambali, sedang mereka hanya mengutipnya dari Imam Ahmad yang berkata: “Shalat tidak bisa ditemukan kecuali mendapatkan satu raka’at.” Dengan demikian Imam Ahmad lebih sesuai dengan hadits itu. Wallahu a’lam

Imam Abdullah bin Ahmad di dalam kitab Masa’il-nya (hal. 46) menceritakan:

“Saya mengajukan pertanyaan kepada ayah saya tentang orang yang melakukan shalat di pagi hari. Ketika ia mendapatkan satu raka’at dan berdiri untuk raka’at kedua, matahari terbit, bagaimana hukumnya?” Beliau menjawab: “Hendaknya ia menyempurnakan shalatnya, dan shalatnya tetap sah.” Saya bertanya lagi: “Bagaimana dengan orang yang menyangka bahwa shalat itu tidak sah?” Beliau menjawab: “Rasulullah r bersabda: “Orang yang telah mendapatkan satu raka’at shalat Subuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkaqn shalatnya (artinya tetap dianggap ada’).”

Kemudian saya melihat suatu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar di dalam kitab haditsnya (nomor: 11/1) dengan sanad shahih dari Sa’id bin Musayyab, ia berkata: “Jika seseorang mengangkat kepalanya (bangun) dari sujud terakhirnya, maka shalatnya sempurna.” Dan kemungkinan besar yang dimaksudnya adalah sujud terakhir (kedua) dari raka’at pertama. Dengan demikian pendapat ini merupakan pendapat baru mengenai masalah ini. Wallahu a’lam.
Ketiga: Perlu diketahui bahwa yang dimaksudkan oleh hadits ini adalah orang yang sengaja mengakhirkan shalatnya sampai waktiu yang sempit. Meskipun shalatnya sah, ia tetap berdosa, sesuai dengan sabda Nabi r :
تِلْكَ صَلاَةُ مُنَفِقِ يَجْلِسُ يُرَقِبُ الشَّمْسَ حَتَّى اِذَابَيْنَ قَرْ نَى اُلشَّيْطَانِ قَامَ تَنْفِرُهَا اَرْبَعً لاِيَذْكُرُ اﷲَبِهَا اِلاَّ قَلِيْلَ .
“Begitulah shalat orang munafiq. Ia duduk mengintip matahari, sehingga tatkala matahari berada di antara dua tanduk syaithan, maka ia berdiri mematuknya empat kali. Ia tidak menyebut nama Allah, kecuali sedikit sekali.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (2/110), dan Imam lainnya, dari hadits Anas ra. Adapun orang yang tidak sengaja (hanya orang yang lupa dan orang yang tidur) mempunyai ketentuan yang berbeda. Ia harus melakukan shalat yang ditinggalkannya tatkala ia ingat atau bangun, meskipun matahari sedang terbit atau terbenam. Hal ini berdasar pada hadits Nabi r :
مَنْ نَسِيَ صَلاَةَ (اَوْمَانَ اَنْهَا) فَلْيُصَلِّهَا اِذَا ذَكَرَهَا لاَكَفَّارَةَ لَهَا اِلاَّ ذٰلَكَ ( فَاِنَّ اﷲَ تَعَالىٰ يَقُالُ : اَقِمِ الصّلاَةَ لِذِكْرِىْ ) .
“Orang yang lupa melakukan shalat (atau tertidur) maka shalatlah ketika ia ingat. Tidak ada kaffarat baginya kecuali hal itu, sebab (Allah I berfirman: ‘Tegakkanlah shalat karena mengingat-Ku).”
Hadits ini juga ditakhrij oleh Imam Muslim (2/142) dari Anas t. Demikian pula Imam Bukhari di dalam kitab shahihnya.
Dengan demikian ada dua hal dalam masalah ini, yaitu menentukan shalat dan dosa. Hal pertama itulah yang dimaksudkan dalam hadits di atas, namun jangan dikira seseorang terlepas dari hal yang kedua, yakni tidak mendapatkan dosa karena mengakhirkan shalat sampai lepas waktunya. Bukan seperti itu, bagaimanapun ia tetap berdosa, baik menemukan shalatnya maupun tidak. Jika ia dinilai menemukan shalatnya, maka shalatnya sah, namun masih mendapatkan dosa. Tetapi jika tidak dianggap menemukan shalat, maka selain shalatnya tidak sah juga tetap mendapatkan dosa.
Keempat: Arti sabda Nabi r, “Hendaklah ia menyempurnakan shalatnya”, adalah bahwa ia menemukan shalat pada waktunya, shalatnya sah dan tidak berkewajiban meng-qadha’-nya. Namun jika ia tidak mendapatkan satu raka’at maka tidak perlu menyempurnakan shalatnya, karena shalatnya tidak sah sebab telah keluar dari waktu yang telah ditentukan. Namun ia masih mempunyai tanggungan. Semua itu semata-mata dimaksudkan agar selanjutnya ia berhati-hati dalam menjaga waktu shalat. Oleh karena itu orang yang sengaja mengakhirkan shalatnya, seperti dijelaskan hadits kedua itu, “Tidak ada kaffarat selain itu.”
Dari sini jelaslah bagi mereka yang memiliki ketajaman pemahaman tentang hukum Islam, adanya kekeliruan orang yang berpendapat: “Jika orang yang lupa atau orang yang tertidur saja diperintahkan untuk meng-qadha’ shalatnya, maka orang yang sengaja mengakhirkannya lebih diwajibkan. Qiyas semacam ini salah. Karena termasuk mengqiyaskan dua hal yang kontradiksi. Mungkinkah mengqyiaskan orang yang berhalangan dengan orang yang tidak berhalangan, orang yang sengaja dan orang yang tidak sengaja, dan antara orang yang diwajibkan membayar kaffarat oleh Allah dengan orang yang tidak diwajibkan membayarnya? Pada dasarnya hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap hadits ini. Dengan pertolongan Allah saya telah menjelaskannya.”
Al-Allamah Ibnul Qayyim telah membahas hal ini secara terperinci dan tuntas, dan saya kira sampai saat ini belum ada penjelasan yang menyamainya. Pada kesempatan ini saya akan mengutipkan dua bahasan saja, yaitu tentang pembatalan qiyas dan tentang sanggahan terhadap orang yang menggunakan hadits di atas untuk menentang apa yang telah saya jelaskan. Setelah menyebutkan masalah-masalah itu, beliau menanggapinya dari berbagai segi:
Pertama: Diperbolehkannya (disahkannya) melakukan shalat qadha’ bagi orang yang berhalangan – yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta tidak meremehkan perintah-perintah itu – tidak berarti diperbolehkannya melakukan hal itu (shalat qadha’) bagi orang yang mengerjakannya di luar waktu yang ditentukan. Menganalogkan dua hal ini jelas meruapkan analog yang paling kacau.
Kedua: Orang yang berhalangan karena lupa atau tertidur sebenarnya tidak melakukan shalat di luar waktunya, akan tetapi tetap melakukakan pada waktunya. Sebab waktu shalat bagi orang seperti itu adalah ketika ingat atau telah bangun, sebagaimana sabda Nabi r: “Orang yang lupa tidak melakukan shalat, maka waktunya adalah ketika dia ingat.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni. (Hadits dengan redaksi ini nilainya dha’if, namun demikian ada hadits lain yang semakna, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Anas ra).
Dengan demikian waktu shalat ada dua macam: waktu ikhtiar dan waktu udzur. Yang pertama adalah waktu biasa, sedangkan yang kedua adalah waktu yang diberikan kepada orang yang berhalangan (tertidur atau lupa). Jadi waktu shalat kepada orang yang berhalangan adalah ketika ia ingat atau bangun. Dengan demikian orang seprti ini masih dikatakan melakukan shalat pada waktunya. Maka bagaimana mungkin hal ini bisa dianlogikan dengan orang yang sengaja mengerjakan shalat di luar waktunya!
Ketiga: Syari’at memberikan konsekuensi yang berbeda antara orang yang sengaja dan orang yang lupa, antara orang-orang yang berhalangan dan orang-orang yang tidak berhalangan. Hal ini sudah jelas sekali. Dengan demikian, menyamakan keduanya merupakan kesalahan, bahkan sangat ditentang.
Keempat: Kami tidak menggugurkan kewajiban shalat itu bagi orang-orang yang sengaja melakukan shalat diluar waktunya dan mewajibkannya bagi orang yang berhalangan. Karena itu apa yang kalian sampaikan menjadi cambuk bagi kami. Kami hanya mewajibkan kepada mereka yang sengaja mengerjakan shalat di luar waktunya, dan tidak dapat menemukan raka’at sama sekali. Itu kami maksdukan untuk memperberat mereka, sebagai pelajaran agar di lain waktu, mereka benar-benar memperhatkan waktu shalat dengan baik. Sedangkan bagi orang yang berhalangan dan tidak berlebih-lebihan, kami memperbolehkannya melakukan hal itu.
(Masalah :) Adapun argumentasi kalian dengan sabda Nabi r: “Orang yang menemukan satu raka’at shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah menemukannya, maka saya katakan bahwa tidak ada hadits lain yang menguatkannya. Di samping itu, nampaknya hadits itu tidak tepat jika kalian jadikan sebagai argument. Sebab kalian mengatakan: “I a telah mendapatkan shalat Ashar, meskipun belum mendapatkan raka’at sedikitpun pada waktunya. Maksudnya shalatnya dianggap sah dan terlepas dari kewajibannya menggantinya di waktu lain.” Seandainya shalat yang dilaksanakan di luar waktunya diterima, maka tentu tidak ada kaitan sama sekali dengan menemukan satu raka’at. Padahal kita ketahui bahwa hadits itu bermaksud menjelaskan bahwa orang yang menemukan satu raka’at shalat Ashar (sebelum matahari terbenam) maka shalatnya tanpa terkena dosa. Akan tetapi sebenarnya ia tetap dosa karena sengaja mengerjakannya di luar waktu yang ditentukan, sedang ia diperintahkan untuk mengerjakan shalat secara sempurna pada waktunya. Dengan demikian, menemukan shalat tidak berarti terlepas dari dosa. Seandainya shalatnya sah dilakukan di luar waktunya (setelah matahari terbenam), maka tentu tidak ada perbedaan antara menemukan satu raka’at pada waktunya dan tidak menemukannya sama sekali.
Jika kalian berkata: “Kalau demikian, jika ia mengakhirkan shalatnya sampai matahari benar-benar terbenam, maka dosanya tentu lebih besar.”
Kami akan berakata: Nabi r di dalam haditsnya tidak menjelaskan perbedaan dosa (besar kecilnya) antara orang yang menemukan satu raka’at dan orang yang tidak menemukannya sama sekali. Beliau hanya membedakan yang dapat menemukannya dan yang tidak. Namun tidak diragukan lagi, bahwa orang yang tidak menemukan seluruh raka’at shalat pada waktunya lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang tidak menemukan sebagian raka’atnya. Dan orang yang tidak menemukan sebagian besar raka’atnya lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang hanya tidak menemukan satu raka’at.
Sekarang kami akan bertanya kepada kalian: “Apa sebenarnya yang dimaksud dengan menemukan raka’at disini?” Apakah hal itu berarti menemukan shalat tanpa terkena dosa? Kalau demikian yang kalian maksudkan, maka tak seorang pun Imam mengatakan hal itu. Ataukah menemukan shalat yang menjadikan sahnya shalat? Kalau demikian, maka tidak ada perbedaan antara orang yang menemukan seluruh raka’at dan orang yang tidak menemukan sebagiannya.
READ MORE -
KEUTAMAAN MEMBACA TASBIH


٦٤ -   مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اﷲِالْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِه ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِى الْجَنَّةِ

Orang yang membaca Subhanallahil Adhim Wabihamdihi berarti ia telah menanam sebuah pohon kurma di surga.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf (12/125/2), At-Tirmidzi (2/258/259), Ibnu Hibban dan Al-Hakim (1/501-502) melalui Abu Zubair dari Jabir secara marfu’.

At-Tirmidzi menilai: “Hadits ini hasan shahih.” Sedangkan Al-Hakim mengatakan: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim.”

Sementara itu Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian ini tetapi di dalam kitab Al-Takhis-nya ia mengatakan: “Shahih sesuai dengan syarat Bukhari.” Sebenarnya itu kurang tepat, sebab Abu Zubair hanya dipakai oleh Imam Muslim, cuma ia seorang mudallis (orang yang meriwayatkan hadits dengan mengaburkan sanadnya) dan sering meriwayatkan hadits dengan cara an’anah (menggunakan kata ‘an) kecuali bila hadits itu diriwayatkannya dari Jabir, maka nilainya tetap shahih.

Di tempat lain saya melihat penguat hadits itu, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaiban (12/127/1) dari Amer bin Syu’aib dari Abdullah bin Umar yang menuturkan:

Barangsiapa berkata: Subhanallahil Adhim Wa bihamdih, maka berarti ia telah menanam pohon korma di surga.”

Perawi-perawi hadits itu tsiqah, hanya saja terdapat pemutusan sanad antara Amer dan kakeknya Ibnu Umar. Meskipun hadits ini secara teknis termasuk mauquf (beritanya berhenti hanya kepada sahabat) tetapi nilainya marfu’, sebab tidak diucapkan berdasarkan pendapat semata.

Hadits ini memiliki syahid hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Mu’az bin Sahl dengan matan:

Barangsiapa membaca Subhanallahil Adhim maka ia akan menjadi sebuah pohon di surga.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/440). Sanadnya dha’if, tetapi bisa dipergunakan sebagai syahid (penguat hadits lain yang senada karena tidak terlalu dha’if ha’if.
READ MORE -
KEUTAMAAN MEMBACA TASBIH


٦٤ -   مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اﷲِالْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِه ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِى الْجَنَّةِ

Orang yang membaca Subhanallahil Adhim Wabihamdihi berarti ia telah menanam sebuah pohon kurma di surga.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf (12/125/2), At-Tirmidzi (2/258/259), Ibnu Hibban dan Al-Hakim (1/501-502) melalui Abu Zubair dari Jabir secara marfu’.

At-Tirmidzi menilai: “Hadits ini hasan shahih.” Sedangkan Al-Hakim mengatakan: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim.”

Sementara itu Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian ini tetapi di dalam kitab Al-Takhis-nya ia mengatakan: “Shahih sesuai dengan syarat Bukhari.” Sebenarnya itu kurang tepat, sebab Abu Zubair hanya dipakai oleh Imam Muslim, cuma ia seorang mudallis (orang yang meriwayatkan hadits dengan mengaburkan sanadnya) dan sering meriwayatkan hadits dengan cara an’anah (menggunakan kata ‘an) kecuali bila hadits itu diriwayatkannya dari Jabir, maka nilainya tetap shahih.

Di tempat lain saya melihat penguat hadits itu, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaiban (12/127/1) dari Amer bin Syu’aib dari Abdullah bin Umar yang menuturkan:

Barangsiapa berkata: Subhanallahil Adhim Wa bihamdih, maka berarti ia telah menanam pohon korma di surga.”

Perawi-perawi hadits itu tsiqah, hanya saja terdapat pemutusan sanad antara Amer dan kakeknya Ibnu Umar. Meskipun hadits ini secara teknis termasuk mauquf (beritanya berhenti hanya kepada sahabat) tetapi nilainya marfu’, sebab tidak diucapkan berdasarkan pendapat semata.

Hadits ini memiliki syahid hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Mu’az bin Sahl dengan matan:

Barangsiapa membaca Subhanallahil Adhim maka ia akan menjadi sebuah pohon di surga.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/440). Sanadnya dha’if, tetapi bisa dipergunakan sebagai syahid (penguat hadits lain yang senada karena tidak terlalu dha’if ha’if.
READ MORE -
Biografi dan Profil Tokoh TerkenalRumah Yatim, Anak Yatim, Panti Yatim, Panti Asuhan, Panti Sosial, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Baitul Maal, Sedekah, Zakat, Infaq, Wakaf, Hibah, Donatur, Badan, Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat, Dompet Peduli, Pondok Yatim, Pecinta YatimToko Online Aksesoris wanita no.1 di Indonesia-Aini's CollectionFree automatic backlinks exchangeAuto Backlink Gratis Indonesia : AUTO BACKLINK Teralis, Railing Tangga, Railing Balkon, Kanopi, Pintu Besi, Pintu Pagar, Pagar Besi, Pintu Garasi, Tangga BesiALAT BANTU SEX- OBAT KUATDaftar PTC Indonesia pilihan yang selalu membayar Ptc indonesia terbaru,ptc indonesia terpercaya,daftar ptc terpercaya,list ptc indonesia terpercaya,situs ptc indonesia yang bisa dipercaya Free Automatic Backlinks ExchangesFree Automatic Backlinks ExchangesFree Automatic Backlinks ExchangesAqillah Aziz indian classifieds, india classified ads, free classified ads, buy sell free classifieds from india, classified yellow pages, indian ads, post free ads, indian advertisements, free advertising, post sell ads, post buy ads, free job postings, free matrimonial ads, car classifieds, auto classifieds, used stuff, local ads, ads for sale, local classifieds india, click india, property for sale, sell used cars, education institutes, travel deals, mumbai real estate, new delhi restaurants, hotels in bangalore, online classifieds india, buy sell free classifieds, online ads, free ads, indian ads, where can i post free ads, post free business ads, post free employment ads, free online ads posting, how to post free ads, post free banner ads, post free ads internet, free business advertising, local classified ads, free internet classified ads, post free dog ads, placing free ads online, free online advertising sites, where to place free classified ads, used cars classified ads, submit free classified ads, sites to post ads for free, kijiji, free classifieds nyc, post free classified ads no registration, sell car free ads, free online advertising sites, autos, ads for, one india, free classifieds in keralagrahafenomenahati. ALBUM KELUARGA H.M SOEKARNO Rt.04/03 PATIKRAJADownload Mp3 Lagu Religi Mawar Biru Keris adalah budaya asli Indonesia BACKLINK OTOMATIS GRATIS Fenomena Hati . download-aplikasi-gratisbanyumas Pustaka Link Fenomena Hati download-aplikasi-gratisbanyumasdownload-aplikasi-gratisbanyumasSAHABAT UNGU Ciptaan Terbaik Tuhan
Ratu Galunggungarinmawarbirukita download-aplikasi-gratisbanyumas
Kumpulan Artikel Islamiperjalananjihad Daftar Lagu Islami Desa Patikraja. Solusi hosting gratis dari Google Code CHANNEL---TV---DESA PATIKRAJA 10 000 000 Backlinks. 10 000 000 Backlinks. Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. Media-Aisah Bella  Arin Mawar Rindu (Puisi Biru)Link Exchange/Tukar Link. CHANNEL---TV---Ugiarti Pratiwi AISAH BELLA Exchange/Tukar Link. CHANNEL---TV---AISAH BELLA  Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. Majalah Roro Mendot  cewek cantik Indonesia   Arin Mawar Rindu (Puisi Biru)Link Exchange/Tukar Link. Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. NYAI Roro Mendot-AISAH BELLA  AISAH BELLA Exchange/Tukar Link.

submit your site