 
 
Jakarta (Pinmas) —- Kementerian Agama menggelar sidang istbat 
(penetapan) awal bulan Ramadlan di Auditorium HM. Rasjidi, Kementerian 
Agama, Jl. MH. Thamrin, Jakarta, Senin malam (08/07). Hadir dalam 
kesempatan ini  Ketua Komisi 
VIII DPR
 RI, Ida Fauziah, Dutabesar Negara sahabat, TNI-Polri, Mahkamah Agung, 
serta perwakilan dari beberapa pengurus ormas Islam, seperti: 
MUI, 
PBNU, Persis, Dewan Masjid Indonesia, Syarikat Islam, Persatuan Umat Islam (
PUI), 
ICMI, Persatuan Islam Tionghoa, Wahdah Islamiyah, Al-Irsyad, 
DDI, Rabithah Alawiyah, Lembaga Persahabatan Ormas Islam, Ikatan Dai Indoneaia. 
 Setelah dibuka oleh Menteri Agama Suryadharma Ali, proses sidang 
itsbat diawali dengan laporan hasil rukyatul hilal dari Tim Hisab dan 
Rukyat Kementerian Agama. Laporan ini disampaikan oleh Direktur Urusan 
Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Mukhtar Ali. 
 “Laporan rukyatul hilal dari 36 orang petugas di 53 titik yang 
tersebar di 33 provinsi, semua nama-nama tersebut di atas menyatakan 
tidak melihat hilal,” tegas Muhtar Ali.
 Setelah memperoleh laporan dan sebelum mengambil keputusan, Menteri 
Agama kemudian memberikan kesempatan kepada pengurus Ormas Islam untuk 
menyampaikan pandangannya terkait laporan yang telah disampaikan.
 Berikut pandangan yang disampaikan dari beberapa pengurus Ormas Islam:
 Pertama, Al-Ittihadiyah. “Karena laporan sudah menjelaskan bahwa 
tidak melihat hilal, kami berharap malam ini ada putusan bahwa 1 
Ramadlan jatuh pada hari Rabu. Selain itu, menjadi tugas mulia bagi kita
 semua agar melalui berbagai kesempatan untuk terus melakukan 
sosialisasi agar ada kesamaan persepsi.”
 Kedua, Al-Irsyad. “Melihat paparan Pak Cecep dan Pak T. Djamaluddin,
  saya kira sudah sangat jelas bahwa 1 Ramadlan insya Allah akan jatuh 
pada Rabu. Mungkin ada kriteria yang berbeda. Namun, kiranya persatuan 
dan ukhuwah umat Islam lebih harus dipentingkan dari pada perbedaan. 
Atas nama Al-Irsyad, mengimbau ormas lain, kalau ada perbedaan mari kita
 lihat persatuan umat Islam lebih penting.”
 Ketiga, Lembaga Persahabatan Ormas  Islam. Lembaga ini beranggotakan
 11 ormas, yaitu: NU, Persis, Al-Irsyad, Mathlaul Anwar, Al-Ittihadiyah,
 Persatuan Muslim Tionghoa, 
IKADI, Az-Zikra, 
SI, Al-Wasliyah, dan Perti. “Kami tunduk kepada Pemerintah RI. Tapi 
kalau salah, kita bisa kritik. Karena tidak salah, kami putuskan puasa 
hari Rabu.”
 Keempat, Syarikat Islam. “Secara hisab, malam ini sudah wujudul 
hilal. Tapi belum imkanul hilal. Karena puasa itu dasarnya bukan hisab, 
tapi rukyat. Jadi Syarikat Islam berkesimpulan karena malam ini tidak 
terlihat hilal, maka Ramadlan jatuh pada Hari Rabu. Apa sih untungnya 
kalau kita berpecahan dan apa ruginya kalau kita berjamaah?”
 Kelima, 
PBNU. “
PBNU
 menginginkan agar sidang itsbat ketika masalahnya sudah sangat jelas, 
langsung diambil keputusan, biar tidak terlalu malam. Rukyat adalah 
al-ashlu fi itsbaati awaa’ili syuhuuril-qamariyah (rukyat adalah dasar 
dalam penetapan awal bulan qamariyah). Namun, hisab tidak boleh 
ditinggalkan. Karena hisab sangat membantu dalam pelaksanaan rukyat agar
 tidak ngawur. Dengan hisab, kita tidak mudah terjebak untuk mempercayai
 hasil rukyat yang tidak berkualitas dan bermartabat. Paparan dari segi 
Ilmu pengetahuan sudah diperkuat pula dengan hasil rukyat di lapangan. 
Maka bagi 
PBNU, tidak ada jalan lain kecuali 
menetapkan bahwa usia bulan Syakban tahun ini harus diistikmalkan 
(digenapkan menjadi 30). Dengan demikian, malam ini menjadi malam ke-30 
bulan Syakban. Malam satu Ramadlan besok malam, dan puasa mulai hari 
Rabu.”
 Keenam, Wahdah Islamiyah. “Mendukung keputusan 
MUI
 bahwa otoritas penentuan masalah keagamaan ada pada pemerintah, 
khsusunya kemenag, termasuk terkait urusan penentuan awal Ramadlan. 
Karena otoritas ini telah diberikan kepada Kemenag, kami minta Menag 
untuk tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan yang bisa mempersatukan 
umat. Kalau perlu mengadakan pertemuan
tertutup karena persatuan dalam penentuan puasa itu sangat penting.” 
 Keenam, 
DDI. “Mathla’ dalam sidang kita selalu dibahasakan dengan wilayatul hukmi dan persoalan ini juga harus kita perhatikan.”
 Ketujuh, Al-Wasliyah. “Kami mempunyai Majlis Hisab-Rukyat. Kami 
sudah bersidang dan memutuskan bahwa 1 Ramadlan tanggal 10 Juli 2013. 
Namun kami tidak mau memastikan karena kami tunduk kepada Pemerintah 
sebagaimana dijelaskan oleh 
MUI.”
 Kedelapan, Perhimpunan Al-Irsyad. “Setuju bahwa keputusan awal 
Ramadlan itu menjadi wewenang Kemenag. Selain Kemenag,  tidak berhak 
untuk mengumumkan sebelumnya. Ini hendaknya diwujudkan dalam UU. Perlu 
pengembangan rukyat agar tidak hanya kasat mata, tapi menggunkan 
peralatan yang sangat canggih agar memudahkan sesuatu yang awalnya 
sulit. Hisab yang ada hendaknya dipertimbangkan, termasuk hisab dari 
saudara kita di Pesantren al-Husainiyah Cakung yang katanya hilal saat 
ini sudah mencapai 2 derajat dan tadi sudah ada yang melihat.”
 Kesembilan, 
PUI. “Hak hisab dan rukyat adalah hak semua orang. Hanya, hak itsbat tidak boleh diberikan
kepada semua orang. Karena kalau diberikan, akan terjadi kekacauan. 
Siapapun yang melakukan hisab-rukyat, belum boleh menetapkan sebelum 
ditetapkan melalui itsbat oleh sulthan. Persatuan umat Islam merupakan 
amanah dan tanggung jawab Ulil Amri. Ulil Amri tidak bisa melepaskan 
tanggung jawabnya untuk menyatukan pendapat mereka bahwa hak itsbat ada 
di Ulil Amri.  Menghimbau 
DPR RI dan lembaga yg berwenang, bahwa menetapkan awal bulan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari konsep Kesatuan dalam 
NKRI. Karenanya perlu ada arahan perundangan agar ini tidak menjadi masalah setiap tahun.”
 Kesepuluh, Rabithal Alawiyah. “Menghimbau agar ikut keputusan pemerintah. Fatwa 
MUI menyebutkan bahwa yang mempunyai otoritas adalah Pemerintah. Bagi yang berbeda, sebaiknya diundang agar bisa berdiskusi.”
 Kesebelas, Lajnah Falakiyah 
PBNU. “Prinsip
 rukyat hilal Lajnah Falakiyah,  memperluas jaringan rukyah, mempererat 
ukhuwah wathoniyah sebagai kontribusi terhadap ketahanan nasional. 
Seluruh laporan yang masuk menyatakan bahwa  tidak melihat hilal. Proses
 sidang itsbat sudah ada sejak dulu. Sidang itsbat sah secara konstitusi
 apalagi secara syar’i.”