Senin, 30 Januari 2012
Minggu, 29 Januari 2012
Sejarah Peringatan Maulid Nabi
Shallallahu `alaihi Wasallam
1
Peringatan Maulid Nabi shallallahu `alaihi Wasallam
(Tinjauan Sejarah dan Hukumnya menurut islam) *
a. Sejarah peringatan maulid:
Seluruh ulama sepakat bahwa maulid Nabi tidak pernah diperingati pada masa Nabi
shallallahu `alaihi wasallam hidup dan tidak juga pada masa pemerintahan
khulafaurrasyidin.
Lalu kapan dimulainya peringatan maulid Nabi dan siapa yang pertama kali
mengadakannya?
Al Maqrizy (seorang ahli sejarah islam) dalam bukunya "Al khutath" menjelaskan
bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di
Mesir.
Dynasti Fathimiyyun mulai menguasai mesir pada tahun 362 H dengan raja
pertamanya Al Muiz lidinillah, di awal tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam
perayaan hari lahir sekaligus; hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari
lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang berkuasa.
Kemudian pada tahun 487 H pada masa pemerintahan Al Afdhal peringatan enam
hari lahir tersebut dihapuskan dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H.
Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru bergelar Al amir liahkamillah, dia
menghidupkan kembali peringatan enam maulid tersebut, begitulah seterusnya peringatan
maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati
dari tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia.
b.Hakikat Dynasti Fathimiyyun:
Abu Syamah (ahli hadist dan tarikh wafat th 665 H) menjelaskan dalam bukunya
"Raudhatain" bahwa raja pertama dinasti ini berasal dari Maroko dia bernama Said,
setelah menaklukkan Mesir dia mengganti namanya menjadi Ubaidillah serta mengaku
berasal dari keturunan Ali dan Fatimah dan pada akhirnya dia memakai gelar Al Mahdi.
Akan tetapi para ahli nasab menjelaskan bahwa sesungguhnya dia berasal dari keturunan
Al Qaddah beragama Majusi, pendapat lain menjelaskan bahwa dia adalah anak seorang
Yahudi yang bekerja sebagai pandai besi di Syam.
Dinasti ini menganut paham Syiah Bathiniyah; diantara kesesatannya adalah bahwa
para pengikutnya meyakini Al Mahdi sebagai tuhan pencipta dan pemberi rezki, 2
setelah Al Mahdi mati anaknya yang menjadi raja selalu mengumandangkan kutukan
terhadap Aisyah istri rasulullah shallallahu `alaihi wasallam di pasar-pasar.
Kesesatan dinasti ini tidak dibiarkan begitu saja, maka banyak ulama yang hidup di
masa itu menjelaskan kepada umat akan diantaranya Al Ghazali menulis buku yang
berjudul "Fadhaih bathiniyyah (borok aqidah Bathiniyyah)" dalam buku tersebut dalam bab
ke delapan beliau menghukumi penganutnya telah kafir , murtad serta keluar dari agama
islam.
c. Hukum perayaan maulid Nabi:
Sebenarnya, dengan mengetahui asal muasal perayaan maulid yang dibuat oleh
sebuah kelompok sesat tidak perlu lagi dijelaskan tentang hukumnya. Karena saya yakin
bahwa seorang muslim yang taat pasti tidak akan mau ikut merayakan perhelatan sesat
ini.
Akan tetapi mengingat bahwa sebagian orang masih ragu akan kesesatan
perhelatan ini maka dipandang perlu menjelaskan beberapa dalil ( argumen ) yang
menyatakan haram hukumnya merayakan hari maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam.
Diantara dalilnya:
1. Allah taala berfirman:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. Al Maidah: 3
).
Ayat di atas menjelaskan bahwa agama islam telah sempurna tidak boleh ditambah
dan dikurangi, maka orang yang mengadakan perayaan maulid Nabi yang dibuat setelah
rasulullah shallallahu `alaihi wasallam wafat berarti menetang ayat ini dan menganggap
agama belum sempurna masih perlu ditambah. Sungguh peringatan maulid bertentangan
dengan ayat di atas.
2. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
) ٌﺔَﻟَﻼَﺿ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ ﱠﻞُﻛ ﱠنِﺈَﻓ ِرْﻮُﻣُﻷا ِتﺎَﺛَﺪْﺤُﻣَو ْﻢُﻛﺎﱠﻳِإ ( يﺬﻣﺮﺘﻟاو دواد ﻮﺑأ هاور
Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah
menyesatkan”. HR. Abu Daud dan Tarmizi.
Peringatan maulid Nabi tidak pernah dicontohkan Nabi, berarti itu adalah bi'dah, dan
setiap bi'dah adalah sesat, berarti maulid peringatan Nabi adalah perbuatan sesat.
3. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
)) ﱞدَر َﻮُﮫَﻓ ُﻪْﻨِﻣ َﺲْﯿَﻟ ﺎَﻣ اَﺬَھ ﺎَﻧِﺮْﻣَأ ْﻲِﻓ َثَﺪْﺣَأ ْﻦَﻣ (( ﻪﯿﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ 3
ﻢﻠﺴﻤﻟ ﺔﻳاور ﻲﻓو )) ٌدَر َﻮُﮫَﻓ ﺎَﻧُﺮْﻣَأ ِﻪْﯿَﻠَﻋ َﺲْﯿَﻟ ًﻼَﻤَﻋ َﻞِﻤَﻋ ْﻦَﻣ ((
“Siapa yang menghidupkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam dien
kami, amalannya ditolak.” Muttafaq ’alaih
Dalam riwayat Muslim: “Siapa yang mengamalkan perbuatan yang tidak ada
dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.”
Dua hadist di atas menjelaskan bahwa setiap perbuatan yang tidak dicontoh Nabi tidak
akan diterima di sisi Allah subhanahu wa ta'ala, dan peringatan maulid Nabi tidak
dicontohkan oleh Nabi berarti peringatan maulid Nabi tidak diterima dan ditolak.
4. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam:
)) ْﻢُﮫْﻨِﻣ َﻮُﮫَﻓ ٍمْﻮَﻘِﺑ َﻪﱠﺒَﺸَﺗ ْﻦَﻣ (( دواد ﻮﺑأ هاور
Barang siapa yang meniru tradisi suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum
tersebut. HR. Abu Daud.
Tradisi peringatan hari lahir Nabi Muhammad meniru tradisi kaum Nasrani
merayakan hari kelahiran Al Masih (disebut dengan hari natal) , maka orang yang
melakukan peringatan hari kelahiran Nabi bagaikan bagian dari kaum Nasrani -wal
'iyazubillah-.
5. Peringatan maulid Nabi sering kita dengar dari para penganjurnya bahwa itu
adalah perwujudan dari rasa cinta kepada Nabi. Saya tidak habis pikir bagaimana orang
yang mengungkapkan rasa cintanya kepada Nabi dengan dengan cara melanggar
perintahnya, karena Nabi telah melarang umatnya berbuat bidah. Ini laksana ungkapkan
oleh seorang penyair:
ُﻪـَﺘْﻌَﻃَﺄَﻟ ًﺎﻗِدﺎَﺻ َﻚﱡﺒُﺣ َنﺎَﻛ ْﻮَﻟ ُﻊـْﯿِﻄُﻣ ﱠﺐَﺣَأ ْﻦَﻤِﻠﱠﺒِﺤُﻤﻟا ﱠنِإ
Jikalau cintamu kepadanya tulus murni, niscaya engkau akan mentaatinya.
Karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh terhadap orang yang dicintainya
6. Orang yang mengadakan perhelatan maulid Nabi yang tidak pernah diajarkan
Nabi sesungguhnya dia telah menuduh Nabi telah berkhianat dan tidak menyampaikan
seluruh risalah yang diembannya.
Imam Malik berkata," orang yang membuat suatu bidah dan dia menganggapnya
adalah suatu perbuatan baik, pada hakikatnya dia telah menuduh Nabi berkhianat tidak
menyampaikan risalah.
Setelah membaca artikel ini, berdoalah kepada Allah agar diberi hidayah untuk bisa
menerima kebenaran dan diberi kekuatan untuk dapat mengamalkannya dan jangan
terpedaya dengan banyaknya orang yang melakukannya seperti firman Allah: Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan
belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (Q.S. Al An'aam: 116 ).
Abu Raihanah
*Dikutip dari: Makalah Sejarah Maulid, hukum dan pendapat ulama terhadapnya karya
Nashir Moh. Al Hanin dan sumber lain.
READ MORE -
Shallallahu `alaihi Wasallam
1
Peringatan Maulid Nabi shallallahu `alaihi Wasallam
(Tinjauan Sejarah dan Hukumnya menurut islam) *
a. Sejarah peringatan maulid:
Seluruh ulama sepakat bahwa maulid Nabi tidak pernah diperingati pada masa Nabi
shallallahu `alaihi wasallam hidup dan tidak juga pada masa pemerintahan
khulafaurrasyidin.
Lalu kapan dimulainya peringatan maulid Nabi dan siapa yang pertama kali
mengadakannya?
Al Maqrizy (seorang ahli sejarah islam) dalam bukunya "Al khutath" menjelaskan
bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyyun di
Mesir.
Dynasti Fathimiyyun mulai menguasai mesir pada tahun 362 H dengan raja
pertamanya Al Muiz lidinillah, di awal tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam
perayaan hari lahir sekaligus; hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari
lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang berkuasa.
Kemudian pada tahun 487 H pada masa pemerintahan Al Afdhal peringatan enam
hari lahir tersebut dihapuskan dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H.
Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru bergelar Al amir liahkamillah, dia
menghidupkan kembali peringatan enam maulid tersebut, begitulah seterusnya peringatan
maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati
dari tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia.
b.Hakikat Dynasti Fathimiyyun:
Abu Syamah (ahli hadist dan tarikh wafat th 665 H) menjelaskan dalam bukunya
"Raudhatain" bahwa raja pertama dinasti ini berasal dari Maroko dia bernama Said,
setelah menaklukkan Mesir dia mengganti namanya menjadi Ubaidillah serta mengaku
berasal dari keturunan Ali dan Fatimah dan pada akhirnya dia memakai gelar Al Mahdi.
Akan tetapi para ahli nasab menjelaskan bahwa sesungguhnya dia berasal dari keturunan
Al Qaddah beragama Majusi, pendapat lain menjelaskan bahwa dia adalah anak seorang
Yahudi yang bekerja sebagai pandai besi di Syam.
Dinasti ini menganut paham Syiah Bathiniyah; diantara kesesatannya adalah bahwa
para pengikutnya meyakini Al Mahdi sebagai tuhan pencipta dan pemberi rezki, 2
setelah Al Mahdi mati anaknya yang menjadi raja selalu mengumandangkan kutukan
terhadap Aisyah istri rasulullah shallallahu `alaihi wasallam di pasar-pasar.
Kesesatan dinasti ini tidak dibiarkan begitu saja, maka banyak ulama yang hidup di
masa itu menjelaskan kepada umat akan diantaranya Al Ghazali menulis buku yang
berjudul "Fadhaih bathiniyyah (borok aqidah Bathiniyyah)" dalam buku tersebut dalam bab
ke delapan beliau menghukumi penganutnya telah kafir , murtad serta keluar dari agama
islam.
c. Hukum perayaan maulid Nabi:
Sebenarnya, dengan mengetahui asal muasal perayaan maulid yang dibuat oleh
sebuah kelompok sesat tidak perlu lagi dijelaskan tentang hukumnya. Karena saya yakin
bahwa seorang muslim yang taat pasti tidak akan mau ikut merayakan perhelatan sesat
ini.
Akan tetapi mengingat bahwa sebagian orang masih ragu akan kesesatan
perhelatan ini maka dipandang perlu menjelaskan beberapa dalil ( argumen ) yang
menyatakan haram hukumnya merayakan hari maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam.
Diantara dalilnya:
1. Allah taala berfirman:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. Al Maidah: 3
).
Ayat di atas menjelaskan bahwa agama islam telah sempurna tidak boleh ditambah
dan dikurangi, maka orang yang mengadakan perayaan maulid Nabi yang dibuat setelah
rasulullah shallallahu `alaihi wasallam wafat berarti menetang ayat ini dan menganggap
agama belum sempurna masih perlu ditambah. Sungguh peringatan maulid bertentangan
dengan ayat di atas.
2. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
) ٌﺔَﻟَﻼَﺿ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ ﱠﻞُﻛ ﱠنِﺈَﻓ ِرْﻮُﻣُﻷا ِتﺎَﺛَﺪْﺤُﻣَو ْﻢُﻛﺎﱠﻳِإ ( يﺬﻣﺮﺘﻟاو دواد ﻮﺑأ هاور
Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah
menyesatkan”. HR. Abu Daud dan Tarmizi.
Peringatan maulid Nabi tidak pernah dicontohkan Nabi, berarti itu adalah bi'dah, dan
setiap bi'dah adalah sesat, berarti maulid peringatan Nabi adalah perbuatan sesat.
3. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
)) ﱞدَر َﻮُﮫَﻓ ُﻪْﻨِﻣ َﺲْﯿَﻟ ﺎَﻣ اَﺬَھ ﺎَﻧِﺮْﻣَأ ْﻲِﻓ َثَﺪْﺣَأ ْﻦَﻣ (( ﻪﯿﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ 3
ﻢﻠﺴﻤﻟ ﺔﻳاور ﻲﻓو )) ٌدَر َﻮُﮫَﻓ ﺎَﻧُﺮْﻣَأ ِﻪْﯿَﻠَﻋ َﺲْﯿَﻟ ًﻼَﻤَﻋ َﻞِﻤَﻋ ْﻦَﻣ ((
“Siapa yang menghidupkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dalam dien
kami, amalannya ditolak.” Muttafaq ’alaih
Dalam riwayat Muslim: “Siapa yang mengamalkan perbuatan yang tidak ada
dasarnya dalam dien kami, amalannya ditolak.”
Dua hadist di atas menjelaskan bahwa setiap perbuatan yang tidak dicontoh Nabi tidak
akan diterima di sisi Allah subhanahu wa ta'ala, dan peringatan maulid Nabi tidak
dicontohkan oleh Nabi berarti peringatan maulid Nabi tidak diterima dan ditolak.
4. Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam:
)) ْﻢُﮫْﻨِﻣ َﻮُﮫَﻓ ٍمْﻮَﻘِﺑ َﻪﱠﺒَﺸَﺗ ْﻦَﻣ (( دواد ﻮﺑأ هاور
Barang siapa yang meniru tradisi suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum
tersebut. HR. Abu Daud.
Tradisi peringatan hari lahir Nabi Muhammad meniru tradisi kaum Nasrani
merayakan hari kelahiran Al Masih (disebut dengan hari natal) , maka orang yang
melakukan peringatan hari kelahiran Nabi bagaikan bagian dari kaum Nasrani -wal
'iyazubillah-.
5. Peringatan maulid Nabi sering kita dengar dari para penganjurnya bahwa itu
adalah perwujudan dari rasa cinta kepada Nabi. Saya tidak habis pikir bagaimana orang
yang mengungkapkan rasa cintanya kepada Nabi dengan dengan cara melanggar
perintahnya, karena Nabi telah melarang umatnya berbuat bidah. Ini laksana ungkapkan
oleh seorang penyair:
ُﻪـَﺘْﻌَﻃَﺄَﻟ ًﺎﻗِدﺎَﺻ َﻚﱡﺒُﺣ َنﺎَﻛ ْﻮَﻟ ُﻊـْﯿِﻄُﻣ ﱠﺐَﺣَأ ْﻦَﻤِﻠﱠﺒِﺤُﻤﻟا ﱠنِإ
Jikalau cintamu kepadanya tulus murni, niscaya engkau akan mentaatinya.
Karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh terhadap orang yang dicintainya
6. Orang yang mengadakan perhelatan maulid Nabi yang tidak pernah diajarkan
Nabi sesungguhnya dia telah menuduh Nabi telah berkhianat dan tidak menyampaikan
seluruh risalah yang diembannya.
Imam Malik berkata," orang yang membuat suatu bidah dan dia menganggapnya
adalah suatu perbuatan baik, pada hakikatnya dia telah menuduh Nabi berkhianat tidak
menyampaikan risalah.
Setelah membaca artikel ini, berdoalah kepada Allah agar diberi hidayah untuk bisa
menerima kebenaran dan diberi kekuatan untuk dapat mengamalkannya dan jangan
terpedaya dengan banyaknya orang yang melakukannya seperti firman Allah: Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan
belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (Q.S. Al An'aam: 116 ).
Abu Raihanah
*Dikutip dari: Makalah Sejarah Maulid, hukum dan pendapat ulama terhadapnya karya
Nashir Moh. Al Hanin dan sumber lain.
Kontroversi peringatan Maulid Nabi
Di Indonesia, tradisi ini disahkan oleh negara, sehingga pada hari tersebut dijadikan sebagai hari besar dan hari libur nasional. Imam As-Suyuthi dalam kitab Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Malik Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari negeri Ibbril yang terkenal loyal dan berdedikasi tinggi. Mudzorofah pernah menghadiahkan sepuluh ribu dinar kepada Syekh Abu Al-Khatib Ibnu Dihyah yang telah berhasil menyusun sebuah buku riwayat hidup dan risalah Rasulullah dengan judul At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir Al-Nazir. Pada masa Abbasiyah, sekitar abad kedua belas masehi, perayaan maulid Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi oleh khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi dengan puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan bersenjata.
Dilihat dari sudut pandang hukum syarak ada dua pendapat yang bertentangan dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi.
Pendapat pertama
Pendapat pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid Nabi merupakan bid’ah mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW itu tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid Nabi adalah bid’ah mazmumah, menyesatkan. Penolakan ini ditulisnya dalam kitab Al-Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid.
Pendapat Kedua
Pendapat kedua, yang telah menerima dan mendukung tersebut, beralasan bahwa maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah, inovasi yang baik, dan tidak bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua diwakili oleh Imam Ibnu Hajar Asqalani dan Imam As-Suyuthi. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tetapi keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad SAW bisa dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam kitab Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam.
Di Indonesia, tradisi ini disahkan oleh negara, sehingga pada hari tersebut dijadikan sebagai hari besar dan hari libur nasional. Imam As-Suyuthi dalam kitab Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Malik Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari negeri Ibbril yang terkenal loyal dan berdedikasi tinggi. Mudzorofah pernah menghadiahkan sepuluh ribu dinar kepada Syekh Abu Al-Khatib Ibnu Dihyah yang telah berhasil menyusun sebuah buku riwayat hidup dan risalah Rasulullah dengan judul At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir Al-Nazir. Pada masa Abbasiyah, sekitar abad kedua belas masehi, perayaan maulid Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi oleh khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi dengan puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan bersenjata.
Dilihat dari sudut pandang hukum syarak ada dua pendapat yang bertentangan dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi.
Pendapat pertama
Pendapat pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid Nabi merupakan bid’ah mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW itu tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid Nabi adalah bid’ah mazmumah, menyesatkan. Penolakan ini ditulisnya dalam kitab Al-Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid.
Pendapat Kedua
Pendapat kedua, yang telah menerima dan mendukung tersebut, beralasan bahwa maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah, inovasi yang baik, dan tidak bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua diwakili oleh Imam Ibnu Hajar Asqalani dan Imam As-Suyuthi. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tetapi keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad SAW bisa dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam kitab Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam.
Rabu, 25 Januari 2012
Langganan:
Postingan (Atom)