WAROENG BELAJAR

Selasa, 27 Maret 2012

MEMBERI MAKAN
KEPADA YANG MEMBUTUHKAN




 ٤٤ -  خِيَارُكُمْ مَنْ اَطْعَمَ الطَّعَامَ  .
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mampu memberi makan (kepada orang yang membutuhkannya).”

Hadits ini diriwayatkan oleh Luwain di dalam kitab haditsnya (2/25), ia berkata: “Ubaidillah bin Umar telah meriwayatkan kepada saya dari Abdullah bin Muhammad bin Uqail dari Hamzah bin Shuaib dari ayahnya yang memberitahukan:

“Umar berkata kepada Shuaib: “Laki-laki macam apa sebenarnya engaku, dengan adanya tiga hal seperti itu.” Suhaib bertanya: “Apa saja ketiga hal itu?” Umar menjawab: “Engkau memakai nama kunyah1) sedang engaku tidak memiliki anak, engkau memakai nama kebangsaan Arab padahal engaku orang Romawi dan engkau mempunya kelebihan makanan.” Suhaib memproters: “Mengenai perkataan Anda: “Engaku memakai nama kunyah sedangkan engkau tidak memiliki anak”, maka hal ini karena Rasulullah memberi nama kinayah pada saya dengan sebutan Abu Yahya. Adapun perkataan anda: “Engkau memakai nama kebangsaan Arab, padahal engkau orang Romawi”, maka sebenarnya saya adalah keturunan Namir bin Qasith dan anda tahu sendiri sejak masa kanak-kanak saya. Sedangkan perkataan Anda: “Engkau memiliki kelebihan makanan”, maka saya mendengar Rasulullah e bersabda: (Kemudian menyebutkan sabda Nabi e di atas).”

Demikianlah hadits itu ditakhrij oleh Ibnu Asakir 9*/194-195), Adh-Dhiya Al-Maqdisi di dalam Al-Hadits Al-Mukhtarah (1/16) dan Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Al-Aliyat  (hadits no. 25) yang mengatakan:

“Hadits ini hasan dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Ath-Thabrani.”

Saya berpendapat hadits ini memiliki beberapa syahid yang diriwayatkan oleh Jabir dan lain-lain, dan menurut Ibnu Asakir hadits ini bisa naik derajatnya menjadi hasan shahih.

Ibnu Majah (hal 3737) hanya meriwayatkan kisah nama kun-yah. Sedang Al-Bushairi di dalam Al-Zawa’id berkata: “Hadits ini hasan sanadnya.”

Imam Ahmad meriwayatkannya secara penuh di dalam kitabnya (6/16) dengan menambahkan وَرَوَالسَّلاَم (dan menjawab salam)”. Isnad hadits ini hasan meskipun di dalamnya terdapat Zubair, yakni Ibnu Muhammad At-Tamimi Al-Khurasani. Riwayatnya itu tidak berasal dari orang-orang Syam, karena itu tetap bisa diterima.

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya (6/333) dari jalur Zaid bin Aslam, bahwa Umar bin Khattab berkata kepada Shuhaib: (Kemudian ia menuturkan hadits di atas). Perawi-perawi hadits tsiqat, tetapi terputus antara Zaid dan Umar.

Hadits ini mempunyai syahid (hadits yang diriwayatkan perawi lain dengan makna yang sama) yang diriwayatkan dari Luwain dari Abu Hurairah. Semua perawinya tsiqah kecuali Abu Ubaid, seorang budak yang telah dimerdekakan oleh Abdurrahman, yang riwayatnya diperoleh dari Abu Hurairah. Abu Ubaid ini belum saya temukan biografinya.

Kandungan Hukum Hadits

Hadits tersebut di atas mengandung beberapa hikmah:

1.    Disyari’atkannya memakai nama kun-yah bagi orang yang tidak memiliki anak. Bahkan ada hadits shahih di dalam Shahih Bukhari dan kitab lainnya bahwa Nabi e pernah memberi nama kun-yah untuk seorang bocah, tatkala Beliau memakaikan baju indah kepadanya. Beliau bersabda: “Ini baju bagus, wahai Ummu Khalid.” Kaum muslimin, lebih-lebih non Arab telah meninggalkan tradisi Nabi ini.  Sedikit sekali mereka memakai nama kun-yah meskipun mempunyai banyak anak, apalagi yang tidak mempunyai anak. Mereka justru memakai nama julukan yang dibuat-buat, seperti Efendi, Biek, Pasya, Sayyid, Ustadz dan lain-lain yang sedikit banyak mengandung unsure berbangga diri dan jelas dilarang oleh syari’at melalui berbagai hadits Nabi e. Hal ini perlu kita camkan benar-benar.
2.    Keutamaan memberi makan (menyuguhkan makan kepada orang lain). Hal ini merupakan tradisi khas yang membedakan bangsa Arab dengan bangsa lain. Tatkala Islam datang, kebiasan itu dipupuk dan dibina melalui sabda-sabda Nabi e. Saat itu orang-orang Eropa belum mengenal dan memetik manfaat tradisi tersebut kecuali orang-orang yang beragama Islam di sana. Yang perlu disayangkan adalah bahwa orang-orang kita justru memiliki tradisi Eropa, baik sesuai atau tidak dengan ajaran Islam. Mereka tidak perduli lagi dengan tradisi jamuan makan, kecuali pada acara-acara formal. Yang dimaksudkan oleh Islam bukan hanya terbatas pada moment seperti itu, bahkan siapapun sahabat muslim kita yang datang, rumah kita harus kita buka selebar-lebarnya untuknya dan kita jamu semampu kita. Sebab itu menjadi haknya dan menjadi kewajiban kita selama tiga hari, seperti dijelaskan di berbagai hadits Nabi e. Yang paling mengherankan adalah justru tradisi baik yang diajarkan Islam tersebut jarang ditemukan di Arab (khususnya), padahal semua itu merupakan pilar tegaknya suatu umat, seperti derma, gairah tinggi dalam beragama, ketegaran jiwa, dan sebagainya. Sungguh indah apa yang dilantunkan oleh seorang penyair:

“Tegaknya suatu bangsa hanya dengan budi mulia, tanpa itu binasalah mereka.”

Dan yang lebih indah adalah apa yang disabdakan oleh junjungan kita, Muhammad e:

  ٤٥ -   اِنَّمَا بُعِثْتُ لاُِتَمِّمَ مَكَارِمَ – وَفَىْ رِوَيَةٍ : صَالِحِ – اْلاَخْلَقِ .

”Aku diutus hanya untuk menyempurnakan budi pekerti mulia (riwayat lain budi pekerti yang baik).”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Al-Adab Al-Mufarrad (nomor: 273), Ibnu Sa’ad di dalam Ath-Thabaqat (1/192), Imam Ahmad (2/318), Imam Hakim (2/613) dan Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dinasqi (6/267) melalui Ibnu Ijlan dari Al-Qa’qa bin Hakim dari Abu Shaleh dari Abu Hurairah secara marfu’.

Sanad ini hasan. Imam Hakim menuturkan: “Sanad ini shahih sesuai dengan syarat Muslim.” Sementara Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian ini. Demikian pula Ibnu Ijlan. Adapun Imam Muslim mentakhrijnya dengan hadits-hadits yang lain.

Hadits ini juga memiliki syahid yang ditakhrij oleh Ibnu Wahab di dalam Al-Jami (hal. 75), ia berkata: “Hisyam bin Sa’ad telah memberi kabar kepada saya dari Zaid bin Aslam secara marfu’.”

Hadits ini mursal (perawinya gugur di sanad terakhir) dan sanadnya hasan, dengan demikian bisa bernilai shahih. Imam Malik juga meriwayatkannya di dalam Al-Muwatha’ (2/904). Dalam hal ini Ibnu Abdil Bar berkomentar:

”Hadits ini shahih muttashil (shahih yang sanadnya tetap bersambung) dari berbagai segi dan berasal dari Abu Hurairah ra serta sahabat lain.”
READ MORE -
MEMBERI MAKAN
KEPADA YANG MEMBUTUHKAN




 ٤٤ -  خِيَارُكُمْ مَنْ اَطْعَمَ الطَّعَامَ  .
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mampu memberi makan (kepada orang yang membutuhkannya).”

Hadits ini diriwayatkan oleh Luwain di dalam kitab haditsnya (2/25), ia berkata: “Ubaidillah bin Umar telah meriwayatkan kepada saya dari Abdullah bin Muhammad bin Uqail dari Hamzah bin Shuaib dari ayahnya yang memberitahukan:

“Umar berkata kepada Shuaib: “Laki-laki macam apa sebenarnya engaku, dengan adanya tiga hal seperti itu.” Suhaib bertanya: “Apa saja ketiga hal itu?” Umar menjawab: “Engkau memakai nama kunyah1) sedang engaku tidak memiliki anak, engkau memakai nama kebangsaan Arab padahal engaku orang Romawi dan engkau mempunya kelebihan makanan.” Suhaib memproters: “Mengenai perkataan Anda: “Engaku memakai nama kunyah sedangkan engkau tidak memiliki anak”, maka hal ini karena Rasulullah memberi nama kinayah pada saya dengan sebutan Abu Yahya. Adapun perkataan anda: “Engkau memakai nama kebangsaan Arab, padahal engkau orang Romawi”, maka sebenarnya saya adalah keturunan Namir bin Qasith dan anda tahu sendiri sejak masa kanak-kanak saya. Sedangkan perkataan Anda: “Engkau memiliki kelebihan makanan”, maka saya mendengar Rasulullah e bersabda: (Kemudian menyebutkan sabda Nabi e di atas).”

Demikianlah hadits itu ditakhrij oleh Ibnu Asakir 9*/194-195), Adh-Dhiya Al-Maqdisi di dalam Al-Hadits Al-Mukhtarah (1/16) dan Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Al-Aliyat  (hadits no. 25) yang mengatakan:

“Hadits ini hasan dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Ath-Thabrani.”

Saya berpendapat hadits ini memiliki beberapa syahid yang diriwayatkan oleh Jabir dan lain-lain, dan menurut Ibnu Asakir hadits ini bisa naik derajatnya menjadi hasan shahih.

Ibnu Majah (hal 3737) hanya meriwayatkan kisah nama kun-yah. Sedang Al-Bushairi di dalam Al-Zawa’id berkata: “Hadits ini hasan sanadnya.”

Imam Ahmad meriwayatkannya secara penuh di dalam kitabnya (6/16) dengan menambahkan وَرَوَالسَّلاَم (dan menjawab salam)”. Isnad hadits ini hasan meskipun di dalamnya terdapat Zubair, yakni Ibnu Muhammad At-Tamimi Al-Khurasani. Riwayatnya itu tidak berasal dari orang-orang Syam, karena itu tetap bisa diterima.

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya (6/333) dari jalur Zaid bin Aslam, bahwa Umar bin Khattab berkata kepada Shuhaib: (Kemudian ia menuturkan hadits di atas). Perawi-perawi hadits tsiqat, tetapi terputus antara Zaid dan Umar.

Hadits ini mempunyai syahid (hadits yang diriwayatkan perawi lain dengan makna yang sama) yang diriwayatkan dari Luwain dari Abu Hurairah. Semua perawinya tsiqah kecuali Abu Ubaid, seorang budak yang telah dimerdekakan oleh Abdurrahman, yang riwayatnya diperoleh dari Abu Hurairah. Abu Ubaid ini belum saya temukan biografinya.

Kandungan Hukum Hadits

Hadits tersebut di atas mengandung beberapa hikmah:

1.    Disyari’atkannya memakai nama kun-yah bagi orang yang tidak memiliki anak. Bahkan ada hadits shahih di dalam Shahih Bukhari dan kitab lainnya bahwa Nabi e pernah memberi nama kun-yah untuk seorang bocah, tatkala Beliau memakaikan baju indah kepadanya. Beliau bersabda: “Ini baju bagus, wahai Ummu Khalid.” Kaum muslimin, lebih-lebih non Arab telah meninggalkan tradisi Nabi ini.  Sedikit sekali mereka memakai nama kun-yah meskipun mempunyai banyak anak, apalagi yang tidak mempunyai anak. Mereka justru memakai nama julukan yang dibuat-buat, seperti Efendi, Biek, Pasya, Sayyid, Ustadz dan lain-lain yang sedikit banyak mengandung unsure berbangga diri dan jelas dilarang oleh syari’at melalui berbagai hadits Nabi e. Hal ini perlu kita camkan benar-benar.
2.    Keutamaan memberi makan (menyuguhkan makan kepada orang lain). Hal ini merupakan tradisi khas yang membedakan bangsa Arab dengan bangsa lain. Tatkala Islam datang, kebiasan itu dipupuk dan dibina melalui sabda-sabda Nabi e. Saat itu orang-orang Eropa belum mengenal dan memetik manfaat tradisi tersebut kecuali orang-orang yang beragama Islam di sana. Yang perlu disayangkan adalah bahwa orang-orang kita justru memiliki tradisi Eropa, baik sesuai atau tidak dengan ajaran Islam. Mereka tidak perduli lagi dengan tradisi jamuan makan, kecuali pada acara-acara formal. Yang dimaksudkan oleh Islam bukan hanya terbatas pada moment seperti itu, bahkan siapapun sahabat muslim kita yang datang, rumah kita harus kita buka selebar-lebarnya untuknya dan kita jamu semampu kita. Sebab itu menjadi haknya dan menjadi kewajiban kita selama tiga hari, seperti dijelaskan di berbagai hadits Nabi e. Yang paling mengherankan adalah justru tradisi baik yang diajarkan Islam tersebut jarang ditemukan di Arab (khususnya), padahal semua itu merupakan pilar tegaknya suatu umat, seperti derma, gairah tinggi dalam beragama, ketegaran jiwa, dan sebagainya. Sungguh indah apa yang dilantunkan oleh seorang penyair:

“Tegaknya suatu bangsa hanya dengan budi mulia, tanpa itu binasalah mereka.”

Dan yang lebih indah adalah apa yang disabdakan oleh junjungan kita, Muhammad e:

  ٤٥ -   اِنَّمَا بُعِثْتُ لاُِتَمِّمَ مَكَارِمَ – وَفَىْ رِوَيَةٍ : صَالِحِ – اْلاَخْلَقِ .

”Aku diutus hanya untuk menyempurnakan budi pekerti mulia (riwayat lain budi pekerti yang baik).”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Al-Adab Al-Mufarrad (nomor: 273), Ibnu Sa’ad di dalam Ath-Thabaqat (1/192), Imam Ahmad (2/318), Imam Hakim (2/613) dan Ibnu Asakir di dalam Tarikh Dinasqi (6/267) melalui Ibnu Ijlan dari Al-Qa’qa bin Hakim dari Abu Shaleh dari Abu Hurairah secara marfu’.

Sanad ini hasan. Imam Hakim menuturkan: “Sanad ini shahih sesuai dengan syarat Muslim.” Sementara Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian ini. Demikian pula Ibnu Ijlan. Adapun Imam Muslim mentakhrijnya dengan hadits-hadits yang lain.

Hadits ini juga memiliki syahid yang ditakhrij oleh Ibnu Wahab di dalam Al-Jami (hal. 75), ia berkata: “Hisyam bin Sa’ad telah memberi kabar kepada saya dari Zaid bin Aslam secara marfu’.”

Hadits ini mursal (perawinya gugur di sanad terakhir) dan sanadnya hasan, dengan demikian bisa bernilai shahih. Imam Malik juga meriwayatkannya di dalam Al-Muwatha’ (2/904). Dalam hal ini Ibnu Abdil Bar berkomentar:

”Hadits ini shahih muttashil (shahih yang sanadnya tetap bersambung) dari berbagai segi dan berasal dari Abu Hurairah ra serta sahabat lain.”
READ MORE -
KEUTAMAAN ADZAN



٤١ -   يعْجُبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِىْ غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ ، يُؤَذَِنُ بِالصَّلاَةِ ، وَيُصَلِّىْ ، فَيَقُالُ اﷲُعَزَّ وَجَلَّ : ,, أَنْظُرُوْاعِلىٰ عَبْدِ ىْ يُؤَذْنُ وَيُقِيْمُ الصَّلاَةَ يَخَفُ مِنِّى ، فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِيْ وَاَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ . ،،
“Tuhan kalian mengagumi seorang penggembala kambing yang ada di atas bukit. (Karena) ia mengumandangkan panggilan untuk shalat. Kemudian Allah I berfirman: Lihatlah hamba-Ku ini. Ia adzan dan iqamat serta mendirikan shalat. Ia takut kepadaku. Karena itu Aku mengampuninya dan memasukkannya ke dalam surga.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Shalatus-Safar , hadits nomor 1203, An-Nasa’I di dalam Al-Adzan (1/108) dan Ibnu Hibban (260) melalui jalur Ibnu Wahab, dari Amer bin Al-Hartis, bahwa Abu Usyayanah meriwayatkannya dari ‘Uqbah bin ‘Amir yang menuturkan: “Saya mendengar Rasulullah r bersabda: (kemudian ia menyebutkan sabda Nabi r di atas).”

Saya berpendapat: Sanad ini shahih dan perawi-perawinya tsiqah. Abu ‘Usyayanah nama aslinya adalah Hayyi bin Yu’min. Ia seorang yang tsiqah. Kata asy-syadziyyah berarti sebagian puncak gunung yang tampak menjulang.

Kandungan hokum hadits ini adalah tentang dianjurkannya adzan bagi orang yang shalat sendirian. Dengan makna inilah An-Nasa’I menterjemahkan hadits tersebut. Anjuran ini juga terdapat di dalam hadits lain yang berisi pula tentang iqamat. Oleh karena itu tidak selayaknya kita mengecilkan arti keduanya.

٤٢ -  مَنْ اَذَّنَ الثْنَتَى عَشَرَ سَنَةً وَجَبَتَ لَهُ الْجَنَّةُ وَكُتِبَ لَهُ بِتَأْذِيْنِهِ فِىكُلِّ مَرَّةً ، وَبِاِقَامَةِ ثَلاَثُوْنَ حَسَنَةً .

“Orang yang adzan (menjadi mu’adzin) selama dua belas tahun, maka ia wajib masuk surga. Setiap kali adzan ditulis untuknya enam puluh kebaikan. Dan setiap kali iqamat, ditulis untuknya tiga puluh kebaikan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (hadits no. 728), Al-Hakim (I/205). Kemudian dari Al-Hakim Al-Baihaqi meriwayatkan (I/344). Juga diriwayatkan oleh Ibnu Addi (I/220), Al-Baghawi di dalam Syarhus-Sunnah (1/58/1-2) dan Adh-Dhiya di dalam Al-Muntaqa min masmu’aatihi Binnarin (1/32). Semuanya dari Abdullah bin Shaleh, ia memberitahukan: “Telah memberitahukan kepada saya Yahya bin Ayyub dari Ibnu Juraij dari Nafi’ dari Ibnu Umar secara marfu’.” Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari.” Penilaian ini sama dengan penilaian Adz-Dzahabi. Kemudian Al-Mundziri berkata dalam kiabnya (1/111):

“Yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Hakim. Sebab Abdullah bin Shaleh, penulis Al-Laits, meskipun dikritik, tetapi haditsnya diriwayatkan (diambil) oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahih.”

Pernyataan dari Al-Mundziri ini lebih baik daripada persetujuan Adz-Dzahabi yang menilainya shahih secara mutlak. Dan Al-Mundziri juga memasukkannya ke dalam kelompok hadits yang munkar di dalam biografi Abullah bin Shaleh.

Sedang Ibnu Addi mengomentari hadits itu:
Saya tidak melihat orang yang meriwayatkannya dengan sanad ini dari Ibnu Wahab (mungkin yang dimaksudkannya adalah Ibnu Ayyub), kecuali Abu Shaleh, dan menurut saya hadits ini bisa diterima kecuali bila di dalam sanad dan matannya terdapat kesalahan, walaupun kesalahan itu tidak disengaja.”

Al-Baghawi juga mengomentari: “Abdullah bin Shaleh, penulis Al-Laits, sebenarnya seroang yang shuduq (bisa dipercaya), kalau saja di dalam haditsnya tidak mengandung penilaian munkar.”

Oleh karena itu Al-Bushairi di dalam Az-Zawa’id (nomor: 2/48) mengungkapkan: “Sanad hadits ini dha’if karena ke-dha’if-an Abdullah bin Shaleh.”

Hadits ini juga memiliki illat lain, yaitu keterlibatan Ibnu Juraij dalam periwayatannya (ia dikenal pembohong atau mudallis). Karena itu Al-Baihaqi segera berkomentar: “Hadits ini diriwayatkan oleh Yahya bin Al-Mutawakkil, dari Ibnu Juraij, dari orang yang meriwayatkannya kepadanya, dari Nafi’”. Imam Bukhari berkata: “Dan hadits ini hanya sebagai musyabih (yang menyamai).”

Saya berpendapat: Sanad ini jelas tidak bisa dijadikan hujjah, akan tetapi Imam Hakim menyebutkan syahidnya (hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain tetapi maknanya sama dari jalur Ibnu Wahab yang berkata: “Telah meriwayatkan kepada saya, dari Abdillah bin Abu Ja’far dari Nafi’”.

Sanad ini shahih dan perawi-perawinya tsiqah. Ibnu Luahi’ah, meskipun ada yang mengkritiknya dari segi hafalannya, tetap shahih. Kritik itu hanya berlaku pada selain jalurAbadillah (tiga Abdullah), maka tetap dianggap shahih. Yang dimaksud denganAbadillah adalah: Ibnul Mubarak, Ibnu Wahab dan Al-Muqri.

Karena itu, hadits ini bisa dinilai shahih, sebab Ibnu Wahab termasuk di dalamAbadillah.

Hadits ini mengandung pemberitaan tentang keutamaan bagi seorang mu’adzin yang menetapi jangka waktu tersebut. Tetapi untuk memperoleh keutamaan itu tentu saja harus disertai dengan niat yang ikhlas, tidak mengharapkan imbalan, pujian maupun kesombongan, karena adanya beberapa hadits yang menerangkan bahwa Allah hanya akan menerima amal yang ikhals untuk-Nya. (Lihat kembali kitab Ar-Riya di bagian pertama kitab At-Targhib wat-Tarhib, karya Al-Mundziri).

Ada riwayat yang menejelaskan bahwa seorang laki-laki datang menghadap kepada Ibnu Umar seraya berkata: “Saya amat mencitaimu karena Allah.” Kemudian Ibnu Umar menajawab: “Persaksikanlah bahwa aku membencimu karena Allah.” Ia bertanya, “Mengapa begitu?” Ibnu Umar menjawab: “Karena kamu membuat cacar adzanmu dengan mengambil imbalan!”

Namun yang perlu disesalkan adalah bahwa kenyataannya ibadah yang agung ini serta syi’arnya tidak diperhatikan oleh mayoritas ulama. Di beberapa masjid adzan hanya dilakukan sekehendak hati, bahkan kadang-kadang merasa enggan untuk mengumandangkan-nya. Mereka justru memperebutkan kedudukan sebagai imam, bahkan hingga terjadi ketegangan di antara mereka. Hanya kepada Allah-lah kita mengadukan keanehan zaman ini.
READ MORE -
KEUTAMAAN ADZAN



٤١ -   يعْجُبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِىْ غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ ، يُؤَذَِنُ بِالصَّلاَةِ ، وَيُصَلِّىْ ، فَيَقُالُ اﷲُعَزَّ وَجَلَّ : ,, أَنْظُرُوْاعِلىٰ عَبْدِ ىْ يُؤَذْنُ وَيُقِيْمُ الصَّلاَةَ يَخَفُ مِنِّى ، فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِيْ وَاَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ . ،،
“Tuhan kalian mengagumi seorang penggembala kambing yang ada di atas bukit. (Karena) ia mengumandangkan panggilan untuk shalat. Kemudian Allah I berfirman: Lihatlah hamba-Ku ini. Ia adzan dan iqamat serta mendirikan shalat. Ia takut kepadaku. Karena itu Aku mengampuninya dan memasukkannya ke dalam surga.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Shalatus-Safar , hadits nomor 1203, An-Nasa’I di dalam Al-Adzan (1/108) dan Ibnu Hibban (260) melalui jalur Ibnu Wahab, dari Amer bin Al-Hartis, bahwa Abu Usyayanah meriwayatkannya dari ‘Uqbah bin ‘Amir yang menuturkan: “Saya mendengar Rasulullah r bersabda: (kemudian ia menyebutkan sabda Nabi r di atas).”

Saya berpendapat: Sanad ini shahih dan perawi-perawinya tsiqah. Abu ‘Usyayanah nama aslinya adalah Hayyi bin Yu’min. Ia seorang yang tsiqah. Kata asy-syadziyyah berarti sebagian puncak gunung yang tampak menjulang.

Kandungan hokum hadits ini adalah tentang dianjurkannya adzan bagi orang yang shalat sendirian. Dengan makna inilah An-Nasa’I menterjemahkan hadits tersebut. Anjuran ini juga terdapat di dalam hadits lain yang berisi pula tentang iqamat. Oleh karena itu tidak selayaknya kita mengecilkan arti keduanya.

٤٢ -  مَنْ اَذَّنَ الثْنَتَى عَشَرَ سَنَةً وَجَبَتَ لَهُ الْجَنَّةُ وَكُتِبَ لَهُ بِتَأْذِيْنِهِ فِىكُلِّ مَرَّةً ، وَبِاِقَامَةِ ثَلاَثُوْنَ حَسَنَةً .

“Orang yang adzan (menjadi mu’adzin) selama dua belas tahun, maka ia wajib masuk surga. Setiap kali adzan ditulis untuknya enam puluh kebaikan. Dan setiap kali iqamat, ditulis untuknya tiga puluh kebaikan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (hadits no. 728), Al-Hakim (I/205). Kemudian dari Al-Hakim Al-Baihaqi meriwayatkan (I/344). Juga diriwayatkan oleh Ibnu Addi (I/220), Al-Baghawi di dalam Syarhus-Sunnah (1/58/1-2) dan Adh-Dhiya di dalam Al-Muntaqa min masmu’aatihi Binnarin (1/32). Semuanya dari Abdullah bin Shaleh, ia memberitahukan: “Telah memberitahukan kepada saya Yahya bin Ayyub dari Ibnu Juraij dari Nafi’ dari Ibnu Umar secara marfu’.” Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari.” Penilaian ini sama dengan penilaian Adz-Dzahabi. Kemudian Al-Mundziri berkata dalam kiabnya (1/111):

“Yang benar adalah apa yang dikatakan oleh Hakim. Sebab Abdullah bin Shaleh, penulis Al-Laits, meskipun dikritik, tetapi haditsnya diriwayatkan (diambil) oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahih.”

Pernyataan dari Al-Mundziri ini lebih baik daripada persetujuan Adz-Dzahabi yang menilainya shahih secara mutlak. Dan Al-Mundziri juga memasukkannya ke dalam kelompok hadits yang munkar di dalam biografi Abullah bin Shaleh.

Sedang Ibnu Addi mengomentari hadits itu:
Saya tidak melihat orang yang meriwayatkannya dengan sanad ini dari Ibnu Wahab (mungkin yang dimaksudkannya adalah Ibnu Ayyub), kecuali Abu Shaleh, dan menurut saya hadits ini bisa diterima kecuali bila di dalam sanad dan matannya terdapat kesalahan, walaupun kesalahan itu tidak disengaja.”

Al-Baghawi juga mengomentari: “Abdullah bin Shaleh, penulis Al-Laits, sebenarnya seroang yang shuduq (bisa dipercaya), kalau saja di dalam haditsnya tidak mengandung penilaian munkar.”

Oleh karena itu Al-Bushairi di dalam Az-Zawa’id (nomor: 2/48) mengungkapkan: “Sanad hadits ini dha’if karena ke-dha’if-an Abdullah bin Shaleh.”

Hadits ini juga memiliki illat lain, yaitu keterlibatan Ibnu Juraij dalam periwayatannya (ia dikenal pembohong atau mudallis). Karena itu Al-Baihaqi segera berkomentar: “Hadits ini diriwayatkan oleh Yahya bin Al-Mutawakkil, dari Ibnu Juraij, dari orang yang meriwayatkannya kepadanya, dari Nafi’”. Imam Bukhari berkata: “Dan hadits ini hanya sebagai musyabih (yang menyamai).”

Saya berpendapat: Sanad ini jelas tidak bisa dijadikan hujjah, akan tetapi Imam Hakim menyebutkan syahidnya (hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain tetapi maknanya sama dari jalur Ibnu Wahab yang berkata: “Telah meriwayatkan kepada saya, dari Abdillah bin Abu Ja’far dari Nafi’”.

Sanad ini shahih dan perawi-perawinya tsiqah. Ibnu Luahi’ah, meskipun ada yang mengkritiknya dari segi hafalannya, tetap shahih. Kritik itu hanya berlaku pada selain jalurAbadillah (tiga Abdullah), maka tetap dianggap shahih. Yang dimaksud denganAbadillah adalah: Ibnul Mubarak, Ibnu Wahab dan Al-Muqri.

Karena itu, hadits ini bisa dinilai shahih, sebab Ibnu Wahab termasuk di dalamAbadillah.

Hadits ini mengandung pemberitaan tentang keutamaan bagi seorang mu’adzin yang menetapi jangka waktu tersebut. Tetapi untuk memperoleh keutamaan itu tentu saja harus disertai dengan niat yang ikhlas, tidak mengharapkan imbalan, pujian maupun kesombongan, karena adanya beberapa hadits yang menerangkan bahwa Allah hanya akan menerima amal yang ikhals untuk-Nya. (Lihat kembali kitab Ar-Riya di bagian pertama kitab At-Targhib wat-Tarhib, karya Al-Mundziri).

Ada riwayat yang menejelaskan bahwa seorang laki-laki datang menghadap kepada Ibnu Umar seraya berkata: “Saya amat mencitaimu karena Allah.” Kemudian Ibnu Umar menajawab: “Persaksikanlah bahwa aku membencimu karena Allah.” Ia bertanya, “Mengapa begitu?” Ibnu Umar menjawab: “Karena kamu membuat cacar adzanmu dengan mengambil imbalan!”

Namun yang perlu disesalkan adalah bahwa kenyataannya ibadah yang agung ini serta syi’arnya tidak diperhatikan oleh mayoritas ulama. Di beberapa masjid adzan hanya dilakukan sekehendak hati, bahkan kadang-kadang merasa enggan untuk mengumandangkan-nya. Mereka justru memperebutkan kedudukan sebagai imam, bahkan hingga terjadi ketegangan di antara mereka. Hanya kepada Allah-lah kita mengadukan keanehan zaman ini.
READ MORE -
Biografi dan Profil Tokoh TerkenalRumah Yatim, Anak Yatim, Panti Yatim, Panti Asuhan, Panti Sosial, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Baitul Maal, Sedekah, Zakat, Infaq, Wakaf, Hibah, Donatur, Badan, Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat, Dompet Peduli, Pondok Yatim, Pecinta YatimToko Online Aksesoris wanita no.1 di Indonesia-Aini's CollectionFree automatic backlinks exchangeAuto Backlink Gratis Indonesia : AUTO BACKLINK Teralis, Railing Tangga, Railing Balkon, Kanopi, Pintu Besi, Pintu Pagar, Pagar Besi, Pintu Garasi, Tangga BesiALAT BANTU SEX- OBAT KUATDaftar PTC Indonesia pilihan yang selalu membayar Ptc indonesia terbaru,ptc indonesia terpercaya,daftar ptc terpercaya,list ptc indonesia terpercaya,situs ptc indonesia yang bisa dipercaya Free Automatic Backlinks ExchangesFree Automatic Backlinks ExchangesFree Automatic Backlinks ExchangesAqillah Aziz indian classifieds, india classified ads, free classified ads, buy sell free classifieds from india, classified yellow pages, indian ads, post free ads, indian advertisements, free advertising, post sell ads, post buy ads, free job postings, free matrimonial ads, car classifieds, auto classifieds, used stuff, local ads, ads for sale, local classifieds india, click india, property for sale, sell used cars, education institutes, travel deals, mumbai real estate, new delhi restaurants, hotels in bangalore, online classifieds india, buy sell free classifieds, online ads, free ads, indian ads, where can i post free ads, post free business ads, post free employment ads, free online ads posting, how to post free ads, post free banner ads, post free ads internet, free business advertising, local classified ads, free internet classified ads, post free dog ads, placing free ads online, free online advertising sites, where to place free classified ads, used cars classified ads, submit free classified ads, sites to post ads for free, kijiji, free classifieds nyc, post free classified ads no registration, sell car free ads, free online advertising sites, autos, ads for, one india, free classifieds in keralagrahafenomenahati. ALBUM KELUARGA H.M SOEKARNO Rt.04/03 PATIKRAJADownload Mp3 Lagu Religi Mawar Biru Keris adalah budaya asli Indonesia BACKLINK OTOMATIS GRATIS Fenomena Hati . download-aplikasi-gratisbanyumas Pustaka Link Fenomena Hati download-aplikasi-gratisbanyumasdownload-aplikasi-gratisbanyumasSAHABAT UNGU Ciptaan Terbaik Tuhan
Ratu Galunggungarinmawarbirukita download-aplikasi-gratisbanyumas
Kumpulan Artikel Islamiperjalananjihad Daftar Lagu Islami Desa Patikraja. Solusi hosting gratis dari Google Code CHANNEL---TV---DESA PATIKRAJA 10 000 000 Backlinks. 10 000 000 Backlinks. Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. Media-Aisah Bella  Arin Mawar Rindu (Puisi Biru)Link Exchange/Tukar Link. CHANNEL---TV---Ugiarti Pratiwi AISAH BELLA Exchange/Tukar Link. CHANNEL---TV---AISAH BELLA  Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. Majalah Roro Mendot  cewek cantik Indonesia   Arin Mawar Rindu (Puisi Biru)Link Exchange/Tukar Link. Bunda Watie  Link Exchange/Tukar Link. NYAI Roro Mendot-AISAH BELLA  AISAH BELLA Exchange/Tukar Link.

submit your site