PRINSIP PERJUANGAN IPNU-IPPNU (P2 IPNU-IPPNU)
I. MUKADIMAH
Manusia adalah hamba Allah (abdullah) dan sekaligus pemimpin (khalifatullah filardh). Sebagai hamba, kewajibanya adalah beribadah, mengabdi kepada Allah SWT, menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Sebagai khalifah, tugasnya adalah meneruskan risalah kenabian, yakni mengelola bumi dan seisinya. Keduanya terkait, tidak terpisah, dan saling menunjang. Mencapai salah satunya, dengan mengabaikan yang lain, adalah kemustahilan. Keduanya juga terikat oleh konteks kesejarahan yang senantiasa bergeser. Inilah amanah suci setiap insan.
Dalam Al Qur’an ditegaskan, makna manusia sebagai khalifah memiliki dimensi sosial (horizontal), yakni mengenal alam (QS 2:31), memikirkannya (QS 2: 164) dan memanfaatkan alam dan isinya demi kebaikan dan ketinggian derajat manusia sendiri (QS 11:61). Sedangkan fungsi manusia sebagai hamba Allah memiliki dimensi ilahiah (vertical), yaitu mempertanggungjawabkan segala perbuatan dan ucapan di hadapan Allah SWT.
Risalah ini sudah dimulai sejak dahulu kala, sejak nabi Muhammad saw memperkenalkan perjuangan suci yang mengubah peradaban gelap menuju peradaban yang tercerahkan. Tugas suci yang mulia ini telah dilaksanakan para pejuang dan para leluhur kita, yang menjawab tantangan zamannya, sesuai dengan dinamika zamannya. Sekarang, setelah sekian lama abad risalah tersebut berjalan, manusia dihadapkan oleh tantangan baru. Zaman telah bergeser. Seiring dengan itu juga terjadi pergeseran tantangan zaman. Tugas untuk menjawab tantangan ini jelas bukan tanggung jawab generasi terdahulu, melainkan tugas generasi sekarang.
Tantangan tersebut berada dalam tingkatan internasional, nasional, dan lokal. Tantangan tersebut mencakup ranah keagamaan, politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga pendidikan. Perkembangan sosial yang pesat dalam berbagai dataran tersebut tidak identik dengan naiknya derajat peradaban manusia. Sebaliknya, berbagai ketidakadilan sosial menyelimuti kehidupan kita. Karenanya, perjuangan keislaman dalam konteks kebangsaan Indonesia senantiasa bergulir setiap waktu, tidak pernah usai. Saat ini, tantangan itu begitu nyata, berkesinambungan dan meluas. Sebagai generasi terpelajar yang mewarisi ruh perjuangan panjang di negeri ini, IPNU-IPPNU terpanggil untuk memberikan yang terbaik bagi tanah air tercinta. Bagi IPNU-IPPNU, hal ini adalah tugas suci dan kehormatan yang diamanahkan oleh Allah SWT.
Cita-cita perjuangan dan tantangan sosial tersebut mendorong IPNU-IPPNU untuk merumuskan konsepsi ideologis (pandangan hidup yang diyakininya) berupa Prinsip Perjuangan IPNU-IPPNU sebagai landasan berfikir, analisis, bertindak, berperilaku, dan berorganisasi. Prinsip Perjuangan IPNU-IPPNU adalah perwujudan dari tugas profetik (kenabian) dalam konteks IPNU-IPPNU.
II. LANDASAN HISTORIS
1. Kondisi IPNU-IPPNU Fase Pendirian dan Dinamika Perubahan
IPNU-IPPNU yang lahir pada tanggal 24 Februari 1954 M, bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir 1373 H, hingga menjelang kongres XI tahun 1988 mempunyai kepanjangan “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama". Sesuai dengan namanya, maka dalam rentang waktu tersebut, pembinaan IPNU-IPPNU tertuju hanya pada pelajar-pelajar NU yang masih muda dan duduk di bangku sekolah. Basis IPNU-IPPNU berada di lingkungan sekolah milik NU.
Perubahan zaman, situasi, dan kondisi, telah mempengaruhi perkembangan organisasi. Hal ini menuntut para pengurus IPNU-IPPNU untuk tanggap dan kritis terhadap perkembangan tersebut. Dari sinilah Kongress X IPNU-IPPNU akhirnya berhasil menetapkan Deklarasi Jombang tentang perubahan nama, sehingga menjadi “Ikatan Putra Nahdlatul Ulama”. Dengan perubahan nama tersebut, maka perubahan dalam berbagai sektor pun tidak dapat dielakkan. Pembinaan IPNU-IPPNU tidak lagi hanya terbatas pada warga NU yang berstatus pelajar, melainkan mencakup semua putra NU.
2. Kondisi IPNU-IPPNU Sebelum Khittah
IPNU-IPPNU merupakan ujung tombak kaderisasi Nahdlatul Ulama. Namun kenyataan tak selalu sesuai harapan. Keperkasaan IPNU-IPPNU sebagai kader pelajar NU dari berbagai disiplin ilmu pada akhirnya tidak dapat dipertahankan, sehingga berbagai program yang telah digariskan oleh garis perjuangan dan strategi organisasi gagal diterapkan secara tuntas. Hal ini terjadi karena berbagai persoalan mendasar, sehingga kader-kader NU yang sangat besar jumlahnya harus gugur perlahan tanpa sempat berkembang dan mewujudkan kemampuan yang dimilikinya. Salah satu akar dari kondisi tersebut, selain kondisi dari dalam tubuh IPNU-IPPNU yang belum memiliki sistem yang kuat, terkait erat dengan organisasi induknya NU, yang pada saat itu terbawa arus politik. Arus politik yang begitu besar menyebabkan perhatian dan penguatan terhadap umat menjadi melemah dan terbengkalai. Situasi inilah yang membuat iklim tidak sehat bagi organisasi, sehingga banyak yang jera terhadapnya. Pada sisi lain, tekanan politik terhadap NU memaksa kader IPNU-IPPNU harus memakai baju dan simbol lain dalam pergaulannya di masyarakat.
3. Kondisi IPNU-IPPNU Setelah Khittah
Perkembangan IPNU-IPPNU pasca-Khittah NU 1926 dan Kongres Jombang sangat menggembirakan. Khittah NU telah menciptakan iklim yang mendukung bagi pengembangan organisasi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini ditandai dengan semaraknya kegiatan NU dan badan-badan otonomnya, termasuk IPNU-IPPNU. Usaha memperteguh organisasi, pengetahuan, dan pandangan hidup, dilakukan terus menerus untuk meningkatkan mutu organisasi. Sebagai badan otonom NU, IPNU-IPPNU aktif melakukan kegiatan-kegiatan antara lain penataan kembali perangkat-perangkat yang menunjang organisasi, kaderisasi, dan pengembangan rintisan kerja sama dengan berbagai pihak. Namun demikian, disadari hal-hal tersebut belum tercapai dengan sempurna.
4. Kondisi IPNU-IPPNU era Reformasi
Di era reformasi, IPNU-IPPNU dituntut melangkah lebih cepat di tengah arus perubahan yang tidak menentu, di tengah iklim pragmatisme sesaat dalam berpolitik, dan kebebasan yang tak terkendali. Pada era ini muncul kesadaran bersama untuk mengembalikan IPNU-IPPNU pada garis kelahirannya, yaitu kembali ke basis pelajar yang telah ditinggalkan. Kesadaran ini diperkuat dengan munculnya Deklarasi Makassar pada kongres IPNU-IPPNU XIII di Makassar.
Pilihan ini mendorong IPNU-IPPNU untuk kembali pada tujuannya semula. Sebab disadari bahwa ternyata selama ini IPNU-IPPNU belum banyak memberikan kontribusi bagi kader, masyarakat, dan negara. Disadari pula bahwa pelajar (siswa dan santri), sebagai kader yang memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan, selama ini belum mendapat perhatian dan pendampingan pendampingan yang optimal. Kembali ke basis (sekolah dan pesantren) menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda.
Landasan kesejarahan di atas menjadi titik pijak yang sangat penting bagi IPNU-IPPNU untuk melakukan kerja-kerja kulturalnya. Semakin banyak tantangan yang dihadapi mestilah semakin matang bangunan paradigma organisasinya. Berdasarkan lanskap historis di atas dan kebutuhan penguatan ideologi dan paradigma gerakan IPNU-IPPNU, maka dirasa mendesak adanya suatu rumusan Prinsip Perjuangan IPNU-IPPNU yang menjadi pijakan paradigmatik IPNU-IPPNU.
II. LANDASAN BERFIKIR
Sebagaimana ditetapkan dalam khittah 1926, Aswaja (Ahlussunnah wal jamaah) adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak bagi warga Nahdliyin. Sikap dasar itu yang menjadi watak IPNU-IPPNU, dengan watak keislamannya yang mendalam dan dengan citra keindonesiaannya yang matang.
a. Cara Berfikir.
Cara berfikir menurut IPNU-IPPNU sebagai manifestasi ahlussunah wal jama’ah adalah cara berfikir teratur dan runtut dengan memadukan antara dalil naqli (yang berdasar al-Qur’an dan Hadits) dengan dalil aqli (yang berbasis pada akal budi) dan dalil waqi’i (yang berbasis pengalaman). Karena itu, di sini IPNU-IPPNU menolak cara berpikir yang berlandaskan pada akal budi semata, sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir bebas (liberal tingkers) dan kebenaran mutlak ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir materialistis (paham kebendaan). Demikian juga IPNU-IPPNU menolak pemahaman zahir (lahir) dan kelompok tekstual (literal), karena tidak memungkinkan memahami agama dan kenyataan sosial secara mendalam.
b. Cara Bersikap
IPNU-IPPNU memandang dunia sebagai kenyataan yang beragam. Karena itu keberagaman diterima sebagai kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni menjaga dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar harmonis (selaras), saling mengenal (lita’arofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat (selalu mengambil jalan tengah) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut. Dengan demikian IPNU-IPPNU juga menolak semua sikap yang mengganggu keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut. Pluralitas, dalam pandangan IPNU-IPPNU harus diterima sebagai kenyataan sejarah.
c. Cara Bertindak
Dalam bertindak, Aswaja mengakui adanya kehendak Allah (taqdir) tetapi Aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia pikiran dan kehendak. Karena itu dalam bertindak, IPNU-IPPNU tidak bersikap menerima begitu saja dan menyerah kepada nasib dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha untuk mencapai taqdir Allah dengan istilah kasab (usaha). Namun demikian, tidak harus berarti bersifat antroposentris (mendewakan manusia), bahwa manusia bebas berkehendak. Tindakan manusia tidak perlu di batasi dengan ketat, karena akan dibatasi oleh alam, oleh sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor itu. Dengan demikian IPNU-IPPNU tidak memilih menjadi sekuler, melainkan sebuah proses pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.
III. LANDASAN BERSIKAP
Semua kader IPNU-IPPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan berorganisasi harus tetap memegang teguh nilai-nilai yang diusung dari norma dasar keagamaan Islam ala ahlussunnah wal jama’ah dan norma yang bersumber dari masyarakat. Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU-IPPNU.
Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Diniyyah/Keagamaan
a. Tauhid (al-tauhid) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT. sebagai sumber inspirasi berpikir dan bertindak.
b. Persaudaraan dan persatuan (al-ukhuwwah wa al-ittihad) dengan mengedepankan sikap mengasihi (welas asih) sesama makhluk.
c. Keluhuran moral (al-akhlaq al-karimah) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran (al-shidqu). Bentuk kebenaran dan kejujuran yang dipahami: (1) Al-shidqu il Allah. Sebagai pribadi yang beriman selalu melandasi diri dengan perilaku benar dan jujur, karena setiap tindakan senantiasa dilihat Sang Khalik; (2) Al-shidqu ila ummah. Sebagai makhluk sosial dituntut memiliki kesalehan sosial, jujur dan benar kepada masyarakat dengan senantiasa melakukan pencerahan terhadap masyarakat; (3) Al-shidqu ila al-nafsi, jujur dan benar kepada diri sendiri merupakan sikap perbaikan diri dengan semangat peningkatan kualitas diri; (4) Amar ma'ruf nahy munkar. Sikap untuk selalu menyerukan kebaikan dan mencegah segala bentuk kemungkaran.
2. Keilmuan, Prestasi, dan Kepeloporan
a. Menunjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan semangat peningkatan kualitas SDM IPNU-IPPNU dan menghargai para ahli dan sumber pengetahuan secara proporsional.
b. Menunjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
c. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.
3. Sosial Kemasyarakatan
a. Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara dengan semangat mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
b. Selalu siap mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
4. Keikhlasan dan Loyalitas
a. Menjunjung tinggi keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang.
b. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa, dan negara dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan IPNU-IPPNU.
IV. LANDASAN BERORGANISASI
1. Ukhuwwah
Sebuah gerakan mengandaikan sebuah kebersamaan, karena itu perlu diikat dengan ukhuwah (persaudaraan) atau solidaritas (perasaan setia kawan) yang kuat (al urwah al-wutsqo) sebagai perekat gerakan. Adapun gerakan ukhuwah IPNU-IPPNU meliputi:
a. Ukhuwwah Nahdliyyah
Sebagai gerakan yang berbasis NU ukhuwah nahdliyah harus menjadi prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk sektarianisme, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh ukhuwah yang lain, sebab hanya kaum nahdiyin yang mempunyai sistem pemahaman keagamaan yang mendalam dan bercorak sufistik yang moderat dan selalu menghargai perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi, kepercayaan dan agama yang ada.
Kader IPNU-IPPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah penyimpangan. Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah pudar karena tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk kepentingan pribadi. Ukhuwah nahdliyah berperan sebagai landasan ukhuwah yang lain. Karena ukhuwah bukanlah tanggapan yang bersifat serta merta, melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan yang utuh serta matang yang secara terus menerus perlu dikuatkan.
b. Ukhuwwah Islamiyyah
Ukhuwah Islamiyah mempunyai ruang lingkup lebih luas yang melintasi aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa landasan tersebut ukhuwah islamiyah sering diselewengkan oleh kelompok tertentu untuk menguasai yang lain. Relasi semacam itu harus ditolak, sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah serta adil.
Ukhuwah Islamiyah dijalankan untuk kesejahteraan umat Islam serta tidak diarahkan untuk menggangu ketentraman agama atau pihak yang lain. Dengan ukhuwah Islamiyah yang adil itu umat Islam Indonesia dan seluruh dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan iman, budaya dan masyarakat Islam secara keseluruhan.
c. Ukhuwwah Wathaniyyah
Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka IPNU-IPPNU berkewajiban untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathoniyah (solidaritas nasional). Dalam kenyataannya bangsa ini tidak hanya terdiri dari berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai berbagai pandangan hidup.
IPNU-IPPNU, yang lahir dari akar budaya bangsa ini, tidak pernah mengalami ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab keislaman IPNU-IPPNU adalah bentuk dari Islam Indonesia (Islam yang berkembang dan melebur dengan tradisi dan budaya Indonesia); bukan Islam di Indonesia (Islam yang baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia).
Karena itulah IPNU-IPPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah wathaniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya ukhuwah wathaniyah ini keberadaan NU, umat Islam dan agama lain terjaga. Bila seluruh bagian bangsa ini kuat, maka akan disegani bangsa lain dan mampu menahan penjajahan –dalam bentuk apapun- dari bangsa lain. Dalam kerangka kepentingan itulah IPNU-IPPNU selalu gigih menegakkan nasionalisme sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung martabat bangsa Indonesia.
d. Ukhuwwah Basyariyyah
Walaupun NU memegang teguh prinsip ukhuwah nahdliyah, islamiyah dan wathaniyah, namun NU tidak berpandangan dan berukhuwah sempit. NU tetap menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh dunia, menolak pemerasan dan penjajahan (imperialisme dan neoimperialisme) satu bangsa atas bangsa lainnya karena hal itu mengingkari martabat kemanusiaan. Bagi IPNU-IPPNU, penciptaan tata dunia yang adil tanpa penindasan dan peghisapan merupakan keniscayaan. Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan tindakan yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan.
Ukhuwah basyariyah memandang manusia sebagai manusia, tidak tersekat oleh tembok agama, warna kulit atau pandangan hidup; semuanya ada dalam satu persaudaraan dunia. Persaudaran ini tidak bersifat pasif (diam di tempat), tetapi selalu giat membuat inisiatif (berikhtiar) dan menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru yang lebih adil,beradab dan terbebas dari penjajahan dalam bentuk apapun.
2. Amanah
Dalam kehidupan yang serba bersifat duniawi (kebendaan), sikap amanah mendapat tantangan besar yang harus terus dipertahankan. Sikap amanah (saling percaya) ditumbuhkan dengan membangun kejujuran, baik pada diri sendiri maupun pihak lain. Sikap tidak jujur akan menodai prinsip amanah, karena itu pelakunya harus dikenai sangsi organisasi secara tegas. Amanah sebagai ruh gerakan harus terus dipertahankan, dibiasakan dan diwariskan secara turun temurun dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
3. Ibadah (Pengabdian)
Berjuang dalam NU untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU-IPPNU, umat, bangsa, dan seluruh umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU-IPPNU bukan untuk mencari penghasilan, pengaruh atau jabatan, melainkan merupakan ibadah yang mulia. Dengan semangat pengabdian itu setiap kader akan gigih dan ikhlas membangun dan memajukan IPNU-IPPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU-IPPNU hanya dijadikan tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk memproleh kepentingan pribadi atau golongan.
Lemahnya organisasi dan ciutnya gerakan IPNU-IPPNU selama ini terjadi karena pudarnya jiwa pengabdian para pengurusnya. Pengalaman tersebut sudah semestinya dijadikan pijakan untuk membarui gerakan organisasi dengan memperkokoh jiwa pengabdian para pengurus dan kadernya. Semangat pengabdian itulah yang pada gilirannya akan membuat gerakan dan kerja-kerja peradaban IPNU-IPPNU akan semakin dinamis dan nyata.
4. Asketik (Kesederhanaan)
Sikap amanah dan pengabdian muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap materialistik (hubbu al-dunya) akan menggerogoti sikap amanah dan akan merapuhkan semangat pengabdian, karena dipenuhi pamrih duniawi. Maka, sikap zuhud adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU-IPPNU. Sikap ini bukan berarti anti duniawi atau anti kemajuan, akan tetapi menempuh hidup sederhana, tahu batas, tahu kepantasan sebagaimana diajarkan oleh para salafus sholihin. Dengan sikap asketik itu keutuhan dan kemurnian perjuangan IPNU-IPPNU akan terjaga, sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.
5. Non-Kolaborasi
Landasan berorganisasi non-kolaborasi harus ditegaskan kembali, mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing yang menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk memandirikan, melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan terhadap khittah serta prinsip-prinsip gerakan NU secara umum, melalui campur tangan dan pemaksaan ide dan agenda mereka. Karena itu untuk menjaga kemandirian, maka IPNU-IPPNU harus menolak untuk berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan pemodal asing baik secara akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya kader-kader IPNU-IPPNU berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan sendiri, sistem politik dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya sejarah bangsa nusantara sendiri.
6. Komitmen Pada Korp
Untuk menerapkan prinsip-prinsip serta menggerakkan roda organisasi, maka perlu adanya kesetiaan dan kekompakan dalam korp (himpunan) organisasi. Karena itu seluruh anggota korp harus secara bulat menerima keyakinan utama yang menjadi pandangan hidup dan seluruh prinsip organisasi. Demikian juga pimpinan, tidak hanya cukup menerima ideologi dan prinsip pergerakan semata, tetapi harus menjadi pelopor, teladan dan penggerak prinsip-prinsip tersebut.
Segala kebijakan pimpinan haruslah mencerminkan suara seluruh anggota organisasi. Dengan demikian seluruh anggota korp harus tunduk dan setia pada pimpinan. Dalam menegakkan prinsip dan melaksanakan program, pimpinan harus tegas memberi ganjaran dan sanksi pada anggota korp. Sebaliknya, anggota juga harus berani bersikap terbuka dan tegas pada pimpinan dan berani menegur dan meluruskan bila terjadi penyimpangan.
7. Kritik-Otokritik
Untuk menjaga keberlangsungan organisasi serta memperlancar jalannya program, maka perlu adanya cara kerja organisasi. Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kemandekan atau bahkan penyimpangan, maka dibutuhkan kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik (saling koreksi dan introspeksi diri). Kritik-otokritik ini bukan dilandasi semangat permusuhan tetapi dilandasi semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi perbaikan dan kemajuan IPNU-IPPNU.
VI. JATI DIRI IPNU-IPPNU
1. Hakikat dan Fungsi IPNU-IPPNU
a. Hakikat
IPNU-IPPNU adalah wadah perjuangan pelajar NU untuk menyosialisasikan komitmen nilai-nilai keislaman, kebangsaan, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran dalam upaya penggalian dan pembinaan kemampuan yang dimiliki sumber daya anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Fungsi
IPNU-IPPNU berfungsi sebagai:
a. Wadah berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader akidah.
b. Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader ilmu
c. Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader organisasi.
Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran panggilan dan pembinaan (target kelompok) IPNU-IPPNU adalah setiap pelajar bangsa (siswa dan santri) yang syarat keanggotaannya sebagaimana diatur dalam PD/PRT.
2. Posisi IPNU-IPPNU
a. Intern (dalam lingkungan NU)
IPNU-IPPNU sebagai perangkat dan badan otonom NU, secara kelembagaan memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dengan badan-badan otonom lainnya, yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Masing-masing badan yang berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan melihat kelompok yang menjadi sasaran dan bidang garapannya masing-masing.
b. Ekstern (di luar lingkungan NU)
IPNU-IPPNU adalah bagian integral dari generasi muda Indonesia yang memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia dan merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita perjuangan NU serta cita-cita bangsa Indonesia.
3. Orientasi IPNU-IPPNU
Orientasi IPNU-IPPNU berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya untuk senantiasa menempatkan gerakannya pada ranah keterpelajaran dengan kaidah “belajar, berjuang, dan bertaqwa,” yang bercorak dasar dengan wawasan kebangsaan, keislaman, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran.
a. Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan ialah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang mengakui keberagaman masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hakekat dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian terhadap nasib bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan, persamaan, dan demokrasi.
b. Wawasan Keislaman
Wawasan keislaman adalah wawasan yang menempatkan ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dalam menunaikan segala tindakan dan kerja-kerja peradaban. Ajaran Islam sebagai ajaran yang merahmati seluruh alam, mempunyai sifat memperbaiki dan menyempurnakan seluruh nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, IPNU-IPPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut dan i’tidal, menunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bersikap membangun dan menghindari sikap tatharruf (ekstrem, melaksanakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan dan kezaliman); tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat, baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan; tawazun, seimbang dan menjalin hubungan antar manusia dan Tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya; amar ma’ruf nahy munkar, memiliki kecenderungan untuk melaksanakan usaha perbaikan, serta mencegah terjadinya kerusakan harkat kemanusiaan dan kerusakan lingkungan, mandiri, bebas, terbuka, bertanggung jawab dalam berfikir, bersikap, dan bertindak.
c. Wawasan Keilmuan
Wawasan keilmuan adalah wawasan yang menempatkan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan anggota dan kader. Sehingga ilmu pengetahuan memungkinkan anggota untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya dan tidak menjadi beban sosial lingkungan. Dengan ilmu pengetahuan, akan memungkinan mencetak kader mandiri, memiliki harga diri, dan kepercayaan diri sendiri dan dasar kesadaran yang wajar akan kemampuan dirinya dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang berguna.
d. Wawasan Kekaderan
Wawasan kekaderan ialah wawasan yang menempatkan organisasi sebagai wadah untuk membina anggota, agar menjadi kader–kader yang memiliki komitmen terhadap ideologi dan cita–cita perjuangan organisasi, bertanggungjawab dalam mengembangkan dan membentengi organisasi, juga diharapkan dapat membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah, memiliki wawasan kebangsaan yang luas dan utuh, memiliki komitmen terhadap ilmu pengetahuan, serta memiliki kemampuan teknis mengembangkan organisasi, kepemimpinan, kemandirian, dan populis.
e. Wawasan Keterpelajaran
Wawasan keterpelajaran ialah wawasan yang menempatkan organisasi dan anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat keutamaan) pemberdayaan sumberdaya manusia terdidik yang berilmu, berkeahlian, dan mempunyai pandangan ke depan, yang diikuti kejelasan tugas sucinya, sekaligus rencana yang cermat dan pelaksanaannya yang berpihak pada kebenaran.
Wawasan ini mensyaratkan watak organisasi dan anggotanya untuk senantiasa memiliki hasrat ingin tahu dan belajar terus menerus; mencintai masyarakat belajar; mempertajam kemampuan mengurai dan menyelidik persoalan; kemampuan menyelaraskan berbagai pemikiran agar dapat membaca kenyataan yang sesungguhnya; terbuka menerima perubahan, pandangan dan cara-cara baru; menjunjung tinggi nilai, norma, kaidah dan tradisi serta sejarah keilmuan; dan berpandangan ke masa depan.
I. MUKADIMAH
Manusia adalah hamba Allah (abdullah) dan sekaligus pemimpin (khalifatullah filardh). Sebagai hamba, kewajibanya adalah beribadah, mengabdi kepada Allah SWT, menjalankan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Sebagai khalifah, tugasnya adalah meneruskan risalah kenabian, yakni mengelola bumi dan seisinya. Keduanya terkait, tidak terpisah, dan saling menunjang. Mencapai salah satunya, dengan mengabaikan yang lain, adalah kemustahilan. Keduanya juga terikat oleh konteks kesejarahan yang senantiasa bergeser. Inilah amanah suci setiap insan.
Dalam Al Qur’an ditegaskan, makna manusia sebagai khalifah memiliki dimensi sosial (horizontal), yakni mengenal alam (QS 2:31), memikirkannya (QS 2: 164) dan memanfaatkan alam dan isinya demi kebaikan dan ketinggian derajat manusia sendiri (QS 11:61). Sedangkan fungsi manusia sebagai hamba Allah memiliki dimensi ilahiah (vertical), yaitu mempertanggungjawabkan segala perbuatan dan ucapan di hadapan Allah SWT.
Risalah ini sudah dimulai sejak dahulu kala, sejak nabi Muhammad saw memperkenalkan perjuangan suci yang mengubah peradaban gelap menuju peradaban yang tercerahkan. Tugas suci yang mulia ini telah dilaksanakan para pejuang dan para leluhur kita, yang menjawab tantangan zamannya, sesuai dengan dinamika zamannya. Sekarang, setelah sekian lama abad risalah tersebut berjalan, manusia dihadapkan oleh tantangan baru. Zaman telah bergeser. Seiring dengan itu juga terjadi pergeseran tantangan zaman. Tugas untuk menjawab tantangan ini jelas bukan tanggung jawab generasi terdahulu, melainkan tugas generasi sekarang.
Tantangan tersebut berada dalam tingkatan internasional, nasional, dan lokal. Tantangan tersebut mencakup ranah keagamaan, politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga pendidikan. Perkembangan sosial yang pesat dalam berbagai dataran tersebut tidak identik dengan naiknya derajat peradaban manusia. Sebaliknya, berbagai ketidakadilan sosial menyelimuti kehidupan kita. Karenanya, perjuangan keislaman dalam konteks kebangsaan Indonesia senantiasa bergulir setiap waktu, tidak pernah usai. Saat ini, tantangan itu begitu nyata, berkesinambungan dan meluas. Sebagai generasi terpelajar yang mewarisi ruh perjuangan panjang di negeri ini, IPNU-IPPNU terpanggil untuk memberikan yang terbaik bagi tanah air tercinta. Bagi IPNU-IPPNU, hal ini adalah tugas suci dan kehormatan yang diamanahkan oleh Allah SWT.
Cita-cita perjuangan dan tantangan sosial tersebut mendorong IPNU-IPPNU untuk merumuskan konsepsi ideologis (pandangan hidup yang diyakininya) berupa Prinsip Perjuangan IPNU-IPPNU sebagai landasan berfikir, analisis, bertindak, berperilaku, dan berorganisasi. Prinsip Perjuangan IPNU-IPPNU adalah perwujudan dari tugas profetik (kenabian) dalam konteks IPNU-IPPNU.
II. LANDASAN HISTORIS
1. Kondisi IPNU-IPPNU Fase Pendirian dan Dinamika Perubahan
IPNU-IPPNU yang lahir pada tanggal 24 Februari 1954 M, bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir 1373 H, hingga menjelang kongres XI tahun 1988 mempunyai kepanjangan “Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama". Sesuai dengan namanya, maka dalam rentang waktu tersebut, pembinaan IPNU-IPPNU tertuju hanya pada pelajar-pelajar NU yang masih muda dan duduk di bangku sekolah. Basis IPNU-IPPNU berada di lingkungan sekolah milik NU.
Perubahan zaman, situasi, dan kondisi, telah mempengaruhi perkembangan organisasi. Hal ini menuntut para pengurus IPNU-IPPNU untuk tanggap dan kritis terhadap perkembangan tersebut. Dari sinilah Kongress X IPNU-IPPNU akhirnya berhasil menetapkan Deklarasi Jombang tentang perubahan nama, sehingga menjadi “Ikatan Putra Nahdlatul Ulama”. Dengan perubahan nama tersebut, maka perubahan dalam berbagai sektor pun tidak dapat dielakkan. Pembinaan IPNU-IPPNU tidak lagi hanya terbatas pada warga NU yang berstatus pelajar, melainkan mencakup semua putra NU.
2. Kondisi IPNU-IPPNU Sebelum Khittah
IPNU-IPPNU merupakan ujung tombak kaderisasi Nahdlatul Ulama. Namun kenyataan tak selalu sesuai harapan. Keperkasaan IPNU-IPPNU sebagai kader pelajar NU dari berbagai disiplin ilmu pada akhirnya tidak dapat dipertahankan, sehingga berbagai program yang telah digariskan oleh garis perjuangan dan strategi organisasi gagal diterapkan secara tuntas. Hal ini terjadi karena berbagai persoalan mendasar, sehingga kader-kader NU yang sangat besar jumlahnya harus gugur perlahan tanpa sempat berkembang dan mewujudkan kemampuan yang dimilikinya. Salah satu akar dari kondisi tersebut, selain kondisi dari dalam tubuh IPNU-IPPNU yang belum memiliki sistem yang kuat, terkait erat dengan organisasi induknya NU, yang pada saat itu terbawa arus politik. Arus politik yang begitu besar menyebabkan perhatian dan penguatan terhadap umat menjadi melemah dan terbengkalai. Situasi inilah yang membuat iklim tidak sehat bagi organisasi, sehingga banyak yang jera terhadapnya. Pada sisi lain, tekanan politik terhadap NU memaksa kader IPNU-IPPNU harus memakai baju dan simbol lain dalam pergaulannya di masyarakat.
3. Kondisi IPNU-IPPNU Setelah Khittah
Perkembangan IPNU-IPPNU pasca-Khittah NU 1926 dan Kongres Jombang sangat menggembirakan. Khittah NU telah menciptakan iklim yang mendukung bagi pengembangan organisasi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini ditandai dengan semaraknya kegiatan NU dan badan-badan otonomnya, termasuk IPNU-IPPNU. Usaha memperteguh organisasi, pengetahuan, dan pandangan hidup, dilakukan terus menerus untuk meningkatkan mutu organisasi. Sebagai badan otonom NU, IPNU-IPPNU aktif melakukan kegiatan-kegiatan antara lain penataan kembali perangkat-perangkat yang menunjang organisasi, kaderisasi, dan pengembangan rintisan kerja sama dengan berbagai pihak. Namun demikian, disadari hal-hal tersebut belum tercapai dengan sempurna.
4. Kondisi IPNU-IPPNU era Reformasi
Di era reformasi, IPNU-IPPNU dituntut melangkah lebih cepat di tengah arus perubahan yang tidak menentu, di tengah iklim pragmatisme sesaat dalam berpolitik, dan kebebasan yang tak terkendali. Pada era ini muncul kesadaran bersama untuk mengembalikan IPNU-IPPNU pada garis kelahirannya, yaitu kembali ke basis pelajar yang telah ditinggalkan. Kesadaran ini diperkuat dengan munculnya Deklarasi Makassar pada kongres IPNU-IPPNU XIII di Makassar.
Pilihan ini mendorong IPNU-IPPNU untuk kembali pada tujuannya semula. Sebab disadari bahwa ternyata selama ini IPNU-IPPNU belum banyak memberikan kontribusi bagi kader, masyarakat, dan negara. Disadari pula bahwa pelajar (siswa dan santri), sebagai kader yang memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan, selama ini belum mendapat perhatian dan pendampingan pendampingan yang optimal. Kembali ke basis (sekolah dan pesantren) menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda.
Landasan kesejarahan di atas menjadi titik pijak yang sangat penting bagi IPNU-IPPNU untuk melakukan kerja-kerja kulturalnya. Semakin banyak tantangan yang dihadapi mestilah semakin matang bangunan paradigma organisasinya. Berdasarkan lanskap historis di atas dan kebutuhan penguatan ideologi dan paradigma gerakan IPNU-IPPNU, maka dirasa mendesak adanya suatu rumusan Prinsip Perjuangan IPNU-IPPNU yang menjadi pijakan paradigmatik IPNU-IPPNU.
II. LANDASAN BERFIKIR
Sebagaimana ditetapkan dalam khittah 1926, Aswaja (Ahlussunnah wal jamaah) adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak bagi warga Nahdliyin. Sikap dasar itu yang menjadi watak IPNU-IPPNU, dengan watak keislamannya yang mendalam dan dengan citra keindonesiaannya yang matang.
a. Cara Berfikir.
Cara berfikir menurut IPNU-IPPNU sebagai manifestasi ahlussunah wal jama’ah adalah cara berfikir teratur dan runtut dengan memadukan antara dalil naqli (yang berdasar al-Qur’an dan Hadits) dengan dalil aqli (yang berbasis pada akal budi) dan dalil waqi’i (yang berbasis pengalaman). Karena itu, di sini IPNU-IPPNU menolak cara berpikir yang berlandaskan pada akal budi semata, sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir bebas (liberal tingkers) dan kebenaran mutlak ilmu pengetahuan dan pengalaman sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir materialistis (paham kebendaan). Demikian juga IPNU-IPPNU menolak pemahaman zahir (lahir) dan kelompok tekstual (literal), karena tidak memungkinkan memahami agama dan kenyataan sosial secara mendalam.
b. Cara Bersikap
IPNU-IPPNU memandang dunia sebagai kenyataan yang beragam. Karena itu keberagaman diterima sebagai kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni menjaga dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar harmonis (selaras), saling mengenal (lita’arofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat (selalu mengambil jalan tengah) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut. Dengan demikian IPNU-IPPNU juga menolak semua sikap yang mengganggu keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut. Pluralitas, dalam pandangan IPNU-IPPNU harus diterima sebagai kenyataan sejarah.
c. Cara Bertindak
Dalam bertindak, Aswaja mengakui adanya kehendak Allah (taqdir) tetapi Aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia pikiran dan kehendak. Karena itu dalam bertindak, IPNU-IPPNU tidak bersikap menerima begitu saja dan menyerah kepada nasib dalam menghadapi kehendak Allah, tetapi berusaha untuk mencapai taqdir Allah dengan istilah kasab (usaha). Namun demikian, tidak harus berarti bersifat antroposentris (mendewakan manusia), bahwa manusia bebas berkehendak. Tindakan manusia tidak perlu di batasi dengan ketat, karena akan dibatasi oleh alam, oleh sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor itu. Dengan demikian IPNU-IPPNU tidak memilih menjadi sekuler, melainkan sebuah proses pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.
III. LANDASAN BERSIKAP
Semua kader IPNU-IPPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan berorganisasi harus tetap memegang teguh nilai-nilai yang diusung dari norma dasar keagamaan Islam ala ahlussunnah wal jama’ah dan norma yang bersumber dari masyarakat. Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU-IPPNU.
Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Diniyyah/Keagamaan
a. Tauhid (al-tauhid) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT. sebagai sumber inspirasi berpikir dan bertindak.
b. Persaudaraan dan persatuan (al-ukhuwwah wa al-ittihad) dengan mengedepankan sikap mengasihi (welas asih) sesama makhluk.
c. Keluhuran moral (al-akhlaq al-karimah) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran (al-shidqu). Bentuk kebenaran dan kejujuran yang dipahami: (1) Al-shidqu il Allah. Sebagai pribadi yang beriman selalu melandasi diri dengan perilaku benar dan jujur, karena setiap tindakan senantiasa dilihat Sang Khalik; (2) Al-shidqu ila ummah. Sebagai makhluk sosial dituntut memiliki kesalehan sosial, jujur dan benar kepada masyarakat dengan senantiasa melakukan pencerahan terhadap masyarakat; (3) Al-shidqu ila al-nafsi, jujur dan benar kepada diri sendiri merupakan sikap perbaikan diri dengan semangat peningkatan kualitas diri; (4) Amar ma'ruf nahy munkar. Sikap untuk selalu menyerukan kebaikan dan mencegah segala bentuk kemungkaran.
2. Keilmuan, Prestasi, dan Kepeloporan
a. Menunjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan semangat peningkatan kualitas SDM IPNU-IPPNU dan menghargai para ahli dan sumber pengetahuan secara proporsional.
b. Menunjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
c. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.
3. Sosial Kemasyarakatan
a. Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara dengan semangat mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
b. Selalu siap mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
4. Keikhlasan dan Loyalitas
a. Menjunjung tinggi keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang.
b. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa, dan negara dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan IPNU-IPPNU.
IV. LANDASAN BERORGANISASI
1. Ukhuwwah
Sebuah gerakan mengandaikan sebuah kebersamaan, karena itu perlu diikat dengan ukhuwah (persaudaraan) atau solidaritas (perasaan setia kawan) yang kuat (al urwah al-wutsqo) sebagai perekat gerakan. Adapun gerakan ukhuwah IPNU-IPPNU meliputi:
a. Ukhuwwah Nahdliyyah
Sebagai gerakan yang berbasis NU ukhuwah nahdliyah harus menjadi prinsip utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk sektarianisme, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh ukhuwah yang lain, sebab hanya kaum nahdiyin yang mempunyai sistem pemahaman keagamaan yang mendalam dan bercorak sufistik yang moderat dan selalu menghargai perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi, kepercayaan dan agama yang ada.
Kader IPNU-IPPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah penyimpangan. Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah pudar karena tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk kepentingan pribadi. Ukhuwah nahdliyah berperan sebagai landasan ukhuwah yang lain. Karena ukhuwah bukanlah tanggapan yang bersifat serta merta, melainkan sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan yang utuh serta matang yang secara terus menerus perlu dikuatkan.
b. Ukhuwwah Islamiyyah
Ukhuwah Islamiyah mempunyai ruang lingkup lebih luas yang melintasi aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa landasan tersebut ukhuwah islamiyah sering diselewengkan oleh kelompok tertentu untuk menguasai yang lain. Relasi semacam itu harus ditolak, sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah serta adil.
Ukhuwah Islamiyah dijalankan untuk kesejahteraan umat Islam serta tidak diarahkan untuk menggangu ketentraman agama atau pihak yang lain. Dengan ukhuwah Islamiyah yang adil itu umat Islam Indonesia dan seluruh dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan iman, budaya dan masyarakat Islam secara keseluruhan.
c. Ukhuwwah Wathaniyyah
Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka IPNU-IPPNU berkewajiban untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathoniyah (solidaritas nasional). Dalam kenyataannya bangsa ini tidak hanya terdiri dari berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai berbagai pandangan hidup.
IPNU-IPPNU, yang lahir dari akar budaya bangsa ini, tidak pernah mengalami ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab keislaman IPNU-IPPNU adalah bentuk dari Islam Indonesia (Islam yang berkembang dan melebur dengan tradisi dan budaya Indonesia); bukan Islam di Indonesia (Islam yang baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia).
Karena itulah IPNU-IPPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah wathaniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya ukhuwah wathaniyah ini keberadaan NU, umat Islam dan agama lain terjaga. Bila seluruh bagian bangsa ini kuat, maka akan disegani bangsa lain dan mampu menahan penjajahan –dalam bentuk apapun- dari bangsa lain. Dalam kerangka kepentingan itulah IPNU-IPPNU selalu gigih menegakkan nasionalisme sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung martabat bangsa Indonesia.
d. Ukhuwwah Basyariyyah
Walaupun NU memegang teguh prinsip ukhuwah nahdliyah, islamiyah dan wathaniyah, namun NU tidak berpandangan dan berukhuwah sempit. NU tetap menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh dunia, menolak pemerasan dan penjajahan (imperialisme dan neoimperialisme) satu bangsa atas bangsa lainnya karena hal itu mengingkari martabat kemanusiaan. Bagi IPNU-IPPNU, penciptaan tata dunia yang adil tanpa penindasan dan peghisapan merupakan keniscayaan. Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan tindakan yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan.
Ukhuwah basyariyah memandang manusia sebagai manusia, tidak tersekat oleh tembok agama, warna kulit atau pandangan hidup; semuanya ada dalam satu persaudaraan dunia. Persaudaran ini tidak bersifat pasif (diam di tempat), tetapi selalu giat membuat inisiatif (berikhtiar) dan menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru yang lebih adil,beradab dan terbebas dari penjajahan dalam bentuk apapun.
2. Amanah
Dalam kehidupan yang serba bersifat duniawi (kebendaan), sikap amanah mendapat tantangan besar yang harus terus dipertahankan. Sikap amanah (saling percaya) ditumbuhkan dengan membangun kejujuran, baik pada diri sendiri maupun pihak lain. Sikap tidak jujur akan menodai prinsip amanah, karena itu pelakunya harus dikenai sangsi organisasi secara tegas. Amanah sebagai ruh gerakan harus terus dipertahankan, dibiasakan dan diwariskan secara turun temurun dalam sikap dan perilaku sehari-hari.
3. Ibadah (Pengabdian)
Berjuang dalam NU untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU-IPPNU, umat, bangsa, dan seluruh umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU-IPPNU bukan untuk mencari penghasilan, pengaruh atau jabatan, melainkan merupakan ibadah yang mulia. Dengan semangat pengabdian itu setiap kader akan gigih dan ikhlas membangun dan memajukan IPNU-IPPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU-IPPNU hanya dijadikan tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk memproleh kepentingan pribadi atau golongan.
Lemahnya organisasi dan ciutnya gerakan IPNU-IPPNU selama ini terjadi karena pudarnya jiwa pengabdian para pengurusnya. Pengalaman tersebut sudah semestinya dijadikan pijakan untuk membarui gerakan organisasi dengan memperkokoh jiwa pengabdian para pengurus dan kadernya. Semangat pengabdian itulah yang pada gilirannya akan membuat gerakan dan kerja-kerja peradaban IPNU-IPPNU akan semakin dinamis dan nyata.
4. Asketik (Kesederhanaan)
Sikap amanah dan pengabdian muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik (bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap materialistik (hubbu al-dunya) akan menggerogoti sikap amanah dan akan merapuhkan semangat pengabdian, karena dipenuhi pamrih duniawi. Maka, sikap zuhud adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU-IPPNU. Sikap ini bukan berarti anti duniawi atau anti kemajuan, akan tetapi menempuh hidup sederhana, tahu batas, tahu kepantasan sebagaimana diajarkan oleh para salafus sholihin. Dengan sikap asketik itu keutuhan dan kemurnian perjuangan IPNU-IPPNU akan terjaga, sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk menata bangsa ini.
5. Non-Kolaborasi
Landasan berorganisasi non-kolaborasi harus ditegaskan kembali, mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing yang menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk memandirikan, melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan terhadap khittah serta prinsip-prinsip gerakan NU secara umum, melalui campur tangan dan pemaksaan ide dan agenda mereka. Karena itu untuk menjaga kemandirian, maka IPNU-IPPNU harus menolak untuk berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan pemodal asing baik secara akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya kader-kader IPNU-IPPNU berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan sendiri, sistem politik dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya sejarah bangsa nusantara sendiri.
6. Komitmen Pada Korp
Untuk menerapkan prinsip-prinsip serta menggerakkan roda organisasi, maka perlu adanya kesetiaan dan kekompakan dalam korp (himpunan) organisasi. Karena itu seluruh anggota korp harus secara bulat menerima keyakinan utama yang menjadi pandangan hidup dan seluruh prinsip organisasi. Demikian juga pimpinan, tidak hanya cukup menerima ideologi dan prinsip pergerakan semata, tetapi harus menjadi pelopor, teladan dan penggerak prinsip-prinsip tersebut.
Segala kebijakan pimpinan haruslah mencerminkan suara seluruh anggota organisasi. Dengan demikian seluruh anggota korp harus tunduk dan setia pada pimpinan. Dalam menegakkan prinsip dan melaksanakan program, pimpinan harus tegas memberi ganjaran dan sanksi pada anggota korp. Sebaliknya, anggota juga harus berani bersikap terbuka dan tegas pada pimpinan dan berani menegur dan meluruskan bila terjadi penyimpangan.
7. Kritik-Otokritik
Untuk menjaga keberlangsungan organisasi serta memperlancar jalannya program, maka perlu adanya cara kerja organisasi. Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya kemandekan atau bahkan penyimpangan, maka dibutuhkan kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik (saling koreksi dan introspeksi diri). Kritik-otokritik ini bukan dilandasi semangat permusuhan tetapi dilandasi semangat persaudaraan dan rasa kasih sayang demi perbaikan dan kemajuan IPNU-IPPNU.
VI. JATI DIRI IPNU-IPPNU
1. Hakikat dan Fungsi IPNU-IPPNU
a. Hakikat
IPNU-IPPNU adalah wadah perjuangan pelajar NU untuk menyosialisasikan komitmen nilai-nilai keislaman, kebangsaan, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran dalam upaya penggalian dan pembinaan kemampuan yang dimiliki sumber daya anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata demi tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Fungsi
IPNU-IPPNU berfungsi sebagai:
a. Wadah berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader akidah.
b. Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader ilmu
c. Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader organisasi.
Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran panggilan dan pembinaan (target kelompok) IPNU-IPPNU adalah setiap pelajar bangsa (siswa dan santri) yang syarat keanggotaannya sebagaimana diatur dalam PD/PRT.
2. Posisi IPNU-IPPNU
a. Intern (dalam lingkungan NU)
IPNU-IPPNU sebagai perangkat dan badan otonom NU, secara kelembagaan memiliki kedudukan yang sama dan sederajat dengan badan-badan otonom lainnya, yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Masing-masing badan yang berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan melihat kelompok yang menjadi sasaran dan bidang garapannya masing-masing.
b. Ekstern (di luar lingkungan NU)
IPNU-IPPNU adalah bagian integral dari generasi muda Indonesia yang memiliki tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia dan merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita perjuangan NU serta cita-cita bangsa Indonesia.
3. Orientasi IPNU-IPPNU
Orientasi IPNU-IPPNU berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya untuk senantiasa menempatkan gerakannya pada ranah keterpelajaran dengan kaidah “belajar, berjuang, dan bertaqwa,” yang bercorak dasar dengan wawasan kebangsaan, keislaman, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran.
a. Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan ialah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang mengakui keberagaman masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan, hakekat dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian terhadap nasib bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan, persamaan, dan demokrasi.
b. Wawasan Keislaman
Wawasan keislaman adalah wawasan yang menempatkan ajaran agama Islam sebagai sumber nilai dalam menunaikan segala tindakan dan kerja-kerja peradaban. Ajaran Islam sebagai ajaran yang merahmati seluruh alam, mempunyai sifat memperbaiki dan menyempurnakan seluruh nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, IPNU-IPPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut dan i’tidal, menunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran di tengah-tengah kehidupan masyarakat, bersikap membangun dan menghindari sikap tatharruf (ekstrem, melaksanakan kehendak dengan menggunakan kekuasaan dan kezaliman); tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat, baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan; tawazun, seimbang dan menjalin hubungan antar manusia dan Tuhannya, serta manusia dengan lingkungannya; amar ma’ruf nahy munkar, memiliki kecenderungan untuk melaksanakan usaha perbaikan, serta mencegah terjadinya kerusakan harkat kemanusiaan dan kerusakan lingkungan, mandiri, bebas, terbuka, bertanggung jawab dalam berfikir, bersikap, dan bertindak.
c. Wawasan Keilmuan
Wawasan keilmuan adalah wawasan yang menempatkan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan anggota dan kader. Sehingga ilmu pengetahuan memungkinkan anggota untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya dan tidak menjadi beban sosial lingkungan. Dengan ilmu pengetahuan, akan memungkinan mencetak kader mandiri, memiliki harga diri, dan kepercayaan diri sendiri dan dasar kesadaran yang wajar akan kemampuan dirinya dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang berguna.
d. Wawasan Kekaderan
Wawasan kekaderan ialah wawasan yang menempatkan organisasi sebagai wadah untuk membina anggota, agar menjadi kader–kader yang memiliki komitmen terhadap ideologi dan cita–cita perjuangan organisasi, bertanggungjawab dalam mengembangkan dan membentengi organisasi, juga diharapkan dapat membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah, memiliki wawasan kebangsaan yang luas dan utuh, memiliki komitmen terhadap ilmu pengetahuan, serta memiliki kemampuan teknis mengembangkan organisasi, kepemimpinan, kemandirian, dan populis.
e. Wawasan Keterpelajaran
Wawasan keterpelajaran ialah wawasan yang menempatkan organisasi dan anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat keutamaan) pemberdayaan sumberdaya manusia terdidik yang berilmu, berkeahlian, dan mempunyai pandangan ke depan, yang diikuti kejelasan tugas sucinya, sekaligus rencana yang cermat dan pelaksanaannya yang berpihak pada kebenaran.
Wawasan ini mensyaratkan watak organisasi dan anggotanya untuk senantiasa memiliki hasrat ingin tahu dan belajar terus menerus; mencintai masyarakat belajar; mempertajam kemampuan mengurai dan menyelidik persoalan; kemampuan menyelaraskan berbagai pemikiran agar dapat membaca kenyataan yang sesungguhnya; terbuka menerima perubahan, pandangan dan cara-cara baru; menjunjung tinggi nilai, norma, kaidah dan tradisi serta sejarah keilmuan; dan berpandangan ke masa depan.
Posted by PC. IPNU-IPPNU KABUPATEN BATANG 17:45, under | No comments
PERATURAN PIMPINAN PUSAT
NOMOR: 06/PPP/XV/7354/IV/08
Tentang
SISTEM KADERISASI
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
Bismillahirrahmanirrahim
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, setelah:
Menimbang : 1 bahwa keberlangsungan organisasi memerlukan kaderisasi yang berkelanjutan;
2 bahwa dalam struktur Nahdlatul Ulama, IPNU mendapat mandat sebagai organisasi kader;
3 bahwa untuk menjamin berlangsungnya proses kaderisasi yang ideal dan berkualitas, diperlukan sistem kaderisasi;
4 bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut, maka perlu ditetapkan Peraturan Pimpinan Pusat tentang Sistem Kaderisasi IPNU.
Mengingat : 1 Peraturan Dasar (PD) IPNU
2 Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU
3 Peraturan Organisasi (PO) IPNU
Memperhatikan : Rapat pleno PP IPNU tanggal 17 April 2008
Dengan senantiasa memohon petunjuk Allah SWT,
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PIMPINAN PUSAT IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA TENTANG SISTEM KADERISASI IPNU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Dalam Peraturan Pimpinan Pusat ini yang dimaksud dengan:
1. Kepengurusan adalah kepengurusan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
2. Pimpinan Pusat, selanjutnya disebut PP, adalah Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
3. Pimpinan Wilayah, selanjutnya disebut PW, adalah Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
4. Pimpinan Cabang, selanjutnya disebut PC, adalah Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
5. Pimpinan Cabang Istimewa, selanjutnya disebut PCI, adalah Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di semua negara di mana IPNU berada.
6. Pimpinan Anak Cabang, selanjutnya disebut PAC, adalah Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
7. Pimpinan Ranting, selanjutnya disebut PR, adalah Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
8. Pimpinan Komisariat, selanjutnya disebut PK, adalah Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
9. Kaderisasi adalah proses rekrutmen, pembinaan, pendampingan, pendidikan dan pengembangan kader.
10. Paradigma transformatif adalah paradigma pendidikan yang menggabungkan antara paradigma progresif di satu sisi dan paradigma radikal di sisi yang lain.
11. Paradigma progresif adalah paradigma pendidikan yang menekankan pada peningkatan kapasitas dan perubahan personal.
12. Paradigma radikal adalah paradigma pendidikan yang menekankan pada pembangunan daya kritis dan perubahan sosial.
13. Kaderisasi formal adalah kaderisasi yang dilakukan melalui pelatihan berjenjang yang bersifat formal dan baku, serta pelatihan-pelatihan pengembangan kader lainnya.
14. Kaderisasi in-formal adalah kaderisasi yang dilakukan di luar jalur-lajur pelatihan formal, baik melalui pendampingan ataupun praktek lapangan.
15. Kaderisasi non-formal adalah kaderisasi yang dilakukan langsung melalui kepengurusan organisasi dan kehidupan nyata di tengah masyarakat.
16. Tahapan kaderisasi adalah seluruh tahapan yang harus dilakukan dalam proses kaderisasi.
17. Pelaksana adalah pelaksana keseluruhan tahapan kaderisasi, yaitu kepengurusan IPNU pada semua tingkatan.
18. Tim fasilitator adalah tim yang mengorganisir dan memfasilitasi pelatihan pada setiap tingkat kepengurusan.
19. Masa Kesetiaan Anggota, selanjutnya disebut MAKESTA, adalah pelatihan kader jenjang awal dalam sistem kaderisasi formal IPNU yang menjadi persyaratan untuk menjadi anggota.
20. Latihan Kader Muda, selanjutnya disebut LAKMUD, adalah pelatihan kader jenjang menengah dalam sistem kaderisasi IPNU yang menjadi persyaratan untuk menjadi kader.
21. Latihan Kader Utama, selanjutnya disebut LAKUT, adalah pelatihan kader jenjang lanjut dalam sistem kaderisasi IPNU untuk mencetak kader utama.
22. Latihan Pelatih I, selanjutnya disebut LATPEL I, adalah pelatihan bagi pelatih jenjang pertama untuk mencetak pelatih yang bersertifikasi untuk memfasilitasi pelatihan Jenjang MAKESTA dan LAKMUD.
23. Latihan Pelatih II, selanjutnya LATPEL II, adalah pelatihan bagi pelatih jenjang kedua untuk mencetak pelatih yang bersertifikasi untuk memfasilitasi semua jenjang pelatihan kader.
24. Pelatihan non-jenjang adalah pelatihan kader di luar jenjang kaderisasi yang diorientasikan untuk meningkatkan kapasitas, profesionalisme dan motivasi serta penguatan wacana dan pengetahuan kader.
25. Masa Orientasi Pelajar, selanjutnya disebut MOP, merupakan wahana untuk mengenalkan pelajar terhadap lingkungan sekolah dan berbagai dinamikanya sehingga dapat beradaptasi dalam proses belajar.
26. Materi pokok pelatihan adalah materi-materi pokok dan utama yang harus ada dalam pelatihan formal sesuai jenjang yang ditentukan.
27. Muatan lokal adalah materi pelatihan di luar materi pokok pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah, serta kompetensi dan realitas lokal pada masing-masing daerah.
28. Pendekatan paedagogy adalah pendekatan pelatihan untuk anak-anak yang menekankan pada indoktrinasi dan relasi satu arah.
29. Pendekatan andragogy adalah pendekatan pelatihan untuk orang dewasa yang menekankan pada pengalaman sebagai sumber belajar.
30. Full-partisopatory training adalah pelatihan yang dilakukan dengan pendekatan partisipatif penuh.
31. Metode pelatihan adalah seperangkat cara pembelajaran yang digunakan dalam proses pelatihan.
32. Media pelatihan adalah sarana yang digunakan untuk mendukung proses pelatihan.
33. Strategi perawatan kader adalah strategi yang ditempuh dalam merawat kader dengan melakukan pengawalan dan pendampingan kader dengan berbagai pendekatan personal maupun sosial.
34. Sertifikasi pelatihan adalah ukuran kualitatif atas kompetensi out-put suatu pelatihan kader.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud
Sistem kaderisasi dimaksudkan sebagai seperangkat aturan yang menjadi pedoman bagi semua pengurus IPNU di semua tingkatan untuk merencanakan, mengorganisir, mengelola dan melaksanakan seluruh program kaderisasi secara teratur, efektif dan berkualitas.
Pasal 3
Tujuan
Sistem kaderisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
a. menyediakan ketentuan umum bagi penyelenggaraan program kaderisasi;
b. menjamin penyelenggaraan program kaderisasi yang efektif dan berkualitas di semua tingkat kepengurusan.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Cakupan
(1) Sistem kaderisasi mencakup keseluruhan proses kaderisasi, mulai dari rekrutmen, pembinaan, pelatihan/pendidikan dan pengembangan kader.
(2) Sistem kaderisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. paradigma kaderisasi;
b. bentuk kaderisasi;
c. tahapan kaderisasi;
d. pelaksana dan fasilitator;
e. struktur kaderisasi formal;
f. materi pelatihan kader;
g. pendekatan dan metode pelatihan;
h. strategi perawatan kader;
i. sertifikasi pelatihan.
BAB IV
PARADIGMA KADERISASI
Pasal 5
Paradigma Kaderisasi
(1) Paradigma kaderisasi IPNU adalah paradigma transformatif.
(2) Paradigma sebagaimana ayat (1) berarti mengupayakan peningkatan profesionalisme dan kapasitas kader di satu sisi, dan pengembangan daya kritis dan militansi kader di sisi yang lain.
BAB V
BENTUK KADERISASI
Pasal 6
Bentuk-Bentuk Kaderisasi
(1) Bentuk-bentuk kaderisasi IPNU terdiri dari:
a. kaderisasi formal;
b. kaderisasi in-formal;
c. kaderisasi non-formal.
(2) Kaderisasi formal dilakukan melalui pelatihan-pelatihan kader berjenjang yang bersifat formal dan baku, serta pelatihan-pelatihan pengembangan kader lainnya.
(3) Kaderisasi in-formal dilakukan di luar jalur-lajur pelatihan formal, baik melalui pendampingan atau praktek lapangan.
(4) Kaderisasi non-formal dilakukan langsung melalui keterlibatan dalam kepenguruan organisasi, kepanitiaan dan kehidupan nyata di tengah masyarakat.
BAB VI
TAHAPAN KADERISASI
Pasal 7
Tahapan Kaderisasi
(1) Proses kaderisasi pada dasarnya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. rekrutment calon anggota;
b. pelatihan formal;
c. pendampingan dan treatment;
d. pengembangan;
e. distribusi kader.
(2) Rekrutmen calon anggota sebagaimana ayat (1) poin a, dilakukan dengan tahapan:
a. pengenalan IPNU kepada calon anggota dan pelajar pada umumnya;
b. pendataan calon anggota;
c. pendekatan dengan berbagai metode dan kegiatan.
(3) Pelatihan formal sebagaimana ayat (1) poin b, adalah pelatihan berjenjang dan pelatihan non-jenjang dalam struktur kaderisasi formal.
(4) Pendampingan dan treatment sebagaimana ayat (1) poin c, dilakukan dengan berbagai motode, pendekatan dan kegiatan yang diorientasikan untuk mendampingi dan merawat out-put pelatihan formal serta menjaga kesinambungan proses kaderisasi.
(5) Pengembangan sebagaimana ayat (1) poin d, dilakukan dengan penguatan, pendalaman dan pengembangan kapasitas, pengetahuan, dan militansi kader.
(6) Pendampingan dan pengembangan sebagaimana ayat (4) dan ayat (5) merupakan salah satu bentuk kaderisasi in-formal dan non-fomal.
(7) Distribusi kader sebagaimana ayat (1) poin e, dilakukan dengan memfasilitasi para kader untuk mengaktualisasikan potensi, kapasitas dan militansinya dalam kerja nyata, baik dalam ranah internal organisasi maupun ekternal organisasi.
Pasal 8
Masa Orientasi Pelajar
(1) Untuk mengenalkan IPNU kepada komunitas pelajar dan siswa-siawa baru dilakukan dengan penyelenggaraan Masa Orientasi Siswa (MOP).
(2) MOP sebagaimana ayat (1) diselenggarakan di sekolah/madrasah baik tingkat SLTP maupun SLTA.
(3) MOP diselenggarakan oleh PK bekerjsama dengan sekolah/madrasah yang bersangkutan dan difasilitasi oleh PAC di daerah yang bersangkutan.
(4) Apabila PK di sekolah/madrasah yang bersangkutan belum berdiri, maka MOP diselenggarakan oleh PAC bekerjasama dengah pihak sekolah/madrasah.
(5) Apabila PAC di daerah yang bersangkutan belum berdiri, MOP dapat ditangani oleh PC bekerjasama dengan pihak sekolah/madrasah.
(6) Petunjuk teknis mengenai penyelenggaraan MOP diatur dalam modul pelatihan IPNU.
BAB VII
PELAKSANA DAN FASILITATOR
Pasal 9
Pelaksana Kaderisasi
(1) Program kaderisasi pada dasarnya dilaksanakan oleh Departemen Kaderisasi pada masing-masing tingkat kepengurusan di bawah koordinasi Ketua/Wakil Ketua yang membidangi kaderisasi.
(2) Departemen Kaderisasi betugas untuk melaksanakan seluruh program kaderisasi secara umum pada tingkat yang bersangkutan.
(3) Untuk mendukung penyelenggaraan program kaderisasi, PP, PW, PC dan PAC diharuskan membentukan tim fasilitator.
Pasal 10
Tim Fasilitator
(1) Tim fasilitator terdiri dari tim fasilitator nasional, tim fasilitator wilayah, tim fasilitator cabang, dan tim fasilitator anak cabang.
(2) Keanggotaan tim fasilitator disahkan dengan Surat Keputusan oleh masing-masing tingkat kepengurusan.
(3) Masa kerja tim fasilitator mengikuti masa khidmat kepengurusan pada tingkat yang bersangkutan.
(4) Tim fasilitator dapat dirombak dan/atau diperbarui sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 11
Tim Fasilitator Nasional
(1) Tim fasilitator nasional dibentuk oleh PP dan disahkan dengan SK PP IPNU.
(2) Tim fasilitator nasional sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 7 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PP, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PP, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATPEL II;
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
(4) Tim fasilitator nasional bertugas:
a. menyediakan modul dan hand-out pelatihan;
b. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam memetakan potensi kaderisasi di seluruh Indonesia;
c. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam merumuskan strategi pelaksanaan program kaderisasi nasional;
d. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator wilayah dan tim fasilitator cabang;
e. mengorganisir tim fasilitator wilayah dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
f. memfasilitasi pelatihan kader (LATPEL I, LATPEL II dan LAKUT), workshop, lokakarya kaderisasi atau kegiatan-kegiatan sejenis dan pelatihan-perlatihan lainnya di daerah kerja PP;
g. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi secara nasional.
(5) Tim fasilitator nasional bertanggung jawab kepada Ketua Umum PP.
Pasal 12
Tim Fasilitator Wilayah
(1) Tim fasilitator wilayah dibentuk oleh PW dan disahkan dengan SK PW IPNU.
(2) Tim fasilitator wilayah sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 6 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PW, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PW, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATPEL;
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
(4) Tim fasilitator wilayah bertugas:
a. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam memetakan potensi kaderisasi di daerah kerjanya;
b. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja yang bersangkutan;
c. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator cabang;
d. mengorganisir tim fasilitator cabang dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
e. memfasilitasi pelatihan kader (LATPEL I dan LAKUT), dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang bersangkutan;
f. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
(5) Tim fasilitator wilayah bertanggung jawab kepada Ketua PW.
Pasal 13
Tim Fasilitator Cabang
(1) Tim fasilitator cabang dibentuk oleh PC dan disahkan dengan SK PC IPNU.
(2) Tim fasilitator cabang sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 5 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PC, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PC, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATPEL I;
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
(4) Tim fasilitator cabang bertugas:
a. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam memetakan potensi kaderisasi di daerah kerjanya;
b. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja yang bersangkutan;
c. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator anak cabang;
d. mengorganisir tim fasilitator anak cabang dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
e. memfasilitasi pelatihan kader (LAKMUD dan MAKESTA), dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang bersangkutan;
f. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
(5) Tim fasilitator cabang bertanggung jawab kepada Ketua PC.
Pasal 14
Tim Fasilitator Anak Cabang
(1) Tim fasilitator anak cabang dibentuk oleh PAC dan disahkan dengan SK PAC IPNU.
(2) Tim fasilitator anak cabang sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 4 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PAC, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PAC, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATPEL I;
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
(4) Tim fasilitator anak cabang bertugas:
a. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam memetakan potensi kaderisasi di daerah kerjanya;
b. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja yang bersangkutan;
g. memfasilitasi pelatihan kader (LAKMUD dan MAKESTA), dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang bersangkutan;
h. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
(1) Tim fasilitator anak cabang bertanggung jawab kepada Ketua PAC.
Pasal 15
Aturan Tambahan
(1) Jika tim fasilitator pada suatu daerah belum terbentuk, maka tugas-tugasnya dilaksanakan oleh tim fasilitator pada tingkat di atasnya.
(2) Bagi PW, PC dan PAC yang sudah membentuk tim fasilitator diharapkan melakukan penyesuaian dengan aturan ini.
(3) Dalam kondisi tertentu dapat dibentuk tim fasilitator gabungan dari dua atau lebih kepengurusan setingkat pada zona tertentu.
BAB VIII
STRUKTUR KADERISASI FORMAL
Pasal 16
Jenjang Pelatihan
(1) Semua tingkat kepengurusan wajib menyelenggarakan program kaderisasi dengan berbagai bentuk sebagaimana Pasal 6.
(2) Khusus untuk kaderisasi formal, setiap tingkat kepengurusan diwajibkan menyelenggarkan pelatihan kader sesuai dengan jenjangnya masing-masing.
(3) Jenjang sebagaimana ayat (2) terdiri dari:
a. Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
b. Latihan Kader Muda (LAKMUD)
c. Latihan Kader Utama (LAKUT)
d. Latihan Pelatih I (LATPEL I)
e. Latihan Pelatih II (LATPEL II)
(4) Selain jenjang sebagaimana ayat (3) terdapat juga pelatihan non-jenjang.
Pasal 17
MAKESTA
(1) Masa Kesetiaan Anggota, selanjutnya disebut MAKESTA, diselenggarakan oleh PR dan PK atau gabungan dua atau lebih PR dan PK.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PR dan PK tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka MAKESTA boleh diselenggarakan oleh PAC.
(3) Peserta MAKESTA adalah calon-calon anggota yang telah direkrut oleh PR atau PK.
(4) Out-put MAKESTA adalah anggota IPNU.
Pasal 18
LAKMUD
(1) Latihan Kader Muda, selanjutnya disebut LAKMUD, diselenggarakan oleh PAC atau gabungan dua atau lebih PAC.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PAC tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka LAKMUD boleh diselenggarakan oleh PC.
(3) Peserta LAKMUD adalah anggota IPNU yang telah mengikuti MAKESTA.
(4) Out-put MAKESTA adalah kader IPNU.
Pasal 19
LAKUT
(1) Latihan Kader Utama, selanjutnya disebut LAKUT, diselenggarakan oleh PC atau gabungan dua atau lebih PC.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PC tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka LAKUT boleh diselenggarakan oleh PW.
(3) Peserta LAKUT adalah kader IPNU yang telah mengikuti LAKMUD.
(4) Out-put LAKUT adalah kader utama IPNU.
Pasal 20
LATPEL I
(1) Latihan Pelatih I, selanjutnya disebut LATPEL I, diselenggarakan oleh PC atau gabungan dua atau lebih PC.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PC tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka LATPEL I boleh diselenggarakan oleh PW.
(3) Peserta LATPEL I adalah kader IPNU yang telah mengikuti LAKMUD.
(4) Out-put LATPEL I adalah pelatih yang memiliki sertifikasi untuk memfasilitasi pelatihan pada jenjang MAKESTA dan LAKMUD.
Pasal 21
LATPEL II
(1) Latihan Pelatih II, selanjutnya disebut LATPEL II, diselenggarakan oleh PW atau gabungan dua atau lebih PW.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PW tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka LATPEL II boleh diselenggarakan oleh PP.
(3) Peserta LATPEL II adalah kader utama IPNU yang telah mengikuti LAKUT.
(4) Out-put LATPEL II adalah pelatih yang memiliki sertifikasi untuk memfasilitasi pelatihan pada semua jenjang.
Pasal 22
Pelatihan Non-Jenjang
(1) Latihan non-jenjang sebagaimana Pasal 16 ayat (4) pada dasarnya dapat diselenggarakan oleh semua tingkat kepengurusan.
(2) Latihan non-jenjang sebagaimana ayat (1) dapat berupa pelatihan apapun yang diorientasikan untuk meningkatkan kapasitas, profesionalisme, ketrampilan dan pengetahuan atau motivasi anggota.
(3) Bentuk pelatihan sebagaimana ayat (2) bisa berupa pelatihan jurnalistik, pelatihan advokasi, pelatihan kewirausahaan, pelatihan kesekretariatan, pelatihan kepemimpinan, achivement motivation training, pelatihan human relation and development (HRD), pelatihan community organizer, pelatihan event organizer dan lain-lain.
(4) Jenis dan materi pelatihan non-jenjang disesuaikan dengan kebutuhan di setiap tingkat kepengurusan.
(5) Pelatihan non-jenjang pada dasarnya dapat diikuti oleh semua anggota IPNU.
BAB IX
MATERI PELATIHAN
Pasal 23
Materi Pokok
(1) Materi pelatihan kader pada dasarnya terdiri dari tiga kategori, yaitu:
a. materi ideologis;
b. materi pengembangan pengetahuan;
c. materi ketrampilan teknis.
(2) Materi Ideologis terdiri dari:
a. Ahlussunnah wal jama’ah;
b. Ke-NU-an;
c. Ke-IPNU-an.
(3) Materi pengembangan pengetahuan terdiri:
a. Tradisi dan Perilaku Keagamaan;
b. Gender;
c. Problematika Pendidikan di Indonesia;
d. Studi Ideologi Dunia;
e. Gerakan Sosial;
f. Falsafah dan Paradigma Pelatihan;
g. Sistem Kaderisasi IPNU.
(4) Materi ketrampilan teknis:
a. Keorganisasian;
b. Manajemen Organisasi;
c. Kepemimpinan;
d. Komunikasi;
e. Kerjasama;
f. Teknik Diskusi dan Persidangan;
g. Teknik Pembuatan Proposal;
h. Manajemen Keuangan;
i. Strategic Planning;
j. Manajemen Program;
k. Networking dan Lobbying;
l. Scientific Problem Solving;
m. Metode Pengorganisiran Pelajar;
n. Manajeman Konflik;
o. Analisis Sosial;
p. Metodologi dan Media Pelatihan;
q. Psikologi Pelatihan;
r. Menejemen Pelatihan;
s. Permainan dalam Pelatihan;
t. Kefasilitatoran.
(5) Materi-materi sebagaimana ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditempatkan sesuai jenjang yang telah ditentukan.
(6) Ketentuan selanjutnya mengenai materi dan penempatannya dalam berbagai jenjang pelatihan diatur dalam modul pelatihan IPNU.
(7) Isi setiap materi harus disampaikan secara benar dan terfokus sesuai dengan hand-out materi pelatihan.
Pasal 24
Muatan Lokal
(1) Selain materi-materi pokok sebagaimana Pasal 23, dalam pelatihan berjenjang dapat ditambahkan materi muatan lokal.
(2) Muatan lokal sebagaimana ayat (1) meliputi materi-materi yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal, potensi daerah, dan kepentingan kaderisasi di daerah yang bersangkutan.
(3) Muatan lokal harus mendukung pencapaian tujuan pelatihan dan tidak boleh bertentangan dengan misi kaderisasi.
BAB X
PENDEKATAN DAN METODE PELATIHAN
Pasal 25
Pendekatan Pelatihan
(1) Berdasarkan pada paradigma sebagaimana Pasal 5, pendekatan pelatihan yang dipilih adalah pendekatan andragogy, atau gabungan antara pendekatan andragogy dan paedagogy.
(2) Pada jenjang MAKESTA, pendekatan pelatihan yang digunakan adalah gabungan antara pendekatan paedagogy dan andragogy, dengan pendekatan paedagogy lebih dominan.
(3) Pada jenjang LAKMUD pendekatan pelatihan yang digunakan adalah gabungan antara pendekatan paedagogy dan andragogy, dengan pendekatan andragogy lebih dominan.
(4) Pada jenjang LAKUT, LATPEL I dan LATPEL II pendekatan pelatihan yang digunakan adalah pendekatan andragogy murni dengan model full-partisipatory training.
(5) Pada jenjang pelatihan sebagaimana ayat (4), pelatihan dilakukan dengan menjadikan pengalaman sebagai sumber belajar.
Pasal 26
Metode Pelatihan
(1) Berdasarkan pendekatan sebagaimana Pasal 25, pelatihan diselenggarakan dengan metode-metode yang mendukung bagi pencapaian tujuan kaderisasi secara umum.
(2) Metode sebagaimana ayat (1) di antaranya:
a. ceramah;
b. brainstorming;
c. diskusi;
d. focus group discussion (FGD);
e. game dan dinamika kelompok;
f. penugasan;
g. studi kasus;
h. praktek;
i. pengamatan proses.
(3) Pelatih atau fasilitator diperkenankan menambah dan mengembangkan metode sebagaimana ayat (2)
(4) Pilihan metode sebagaimana ayat (2) disesuaikan dengan jenjang dan kebutuhan peserta.
(5) Ketentuan selanjutnya mengenai metode pelatihan dan penggunaannya dalam berbagai jenjang pelatihan diatur dalam modul pelatihan IPNU.
BAB XI
STRATEGI PERAWATAN KADER
Pasal 27
Strategi Perawatan Kader
(1) Untuk menjamin keberlangsungan kaderisasi dan menjaga militansi kader serta mengembangkan dan memantapkan potensi kader, setiap tingkat kepengurusan harus merumuskan strategi perawatan kader.
(2) Strategi perawatan kader sebagaimana ayat (1) dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan serta kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan konteks daerah yang bersangkutan.
(3) Kegiatan-kegiatan sebagaimana ayat (2) dapat berupa kajian dalam bentuk bozz group, bimbingan belajar, pelibatan langsung dalam berbagai kegiatan, advokasi dan lain sebagainya.
BAB XII
SERTIFIKASI PELATIHAN KADER
Pasal 28
Hak atas Sertifikasi
(1) Pada setiap pelatihan kader di semua tingkatan, penyelenggara memberikan sertifikasi.
(2) Sertifikasi sebagaimana ayat (1) diberikan kepada peserta yang telah mengikuti suatu pelatihan secara penuh dan layak berdasarkan penilaian dari fasilitator dan panitia.
Pasal 29
Bentuk Sertifikasi
(1) Sertifikasi ditandai dengan sertifikat atau nama lain yang disepakati.
(2) Pada sertifikat sebagaimana ayat (1) dicantumkan:
b. nama;
c. tempat dan tanggal lahir;
d. alamat;
e. lembaga/kepengurusan pengutus;
f. kualifikasi hasil.
(3) Sertifikat diterbitkan dan ditandatangani oleh kepengurusan IPNU penyelenggara pelatihan.
(4) Jika kegiatan pelatihan dilaksanakan bersama lembaga lain, sertifikat dapat ditandatangani bersama dengan pimpinan lembaga yang bersangkutan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Penutup
(1) Peraturan Pimpinan Pusat ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(2) Mengenai pedoman teknis penyelenggaraan kaderisasi formal selengkapnya diatur dalam modul pelatihan IPNU.
(3) Agar setiap pengurus dan anggota IPNU mengetahui dan memahami Sistem Kaderisasi IPNU, maka setiap tingkat kepengurusan diwajibkan menyosialisasikan Peraturan Pimpinan Pusat ini.
NOMOR: 06/PPP/XV/7354/IV/08
Tentang
SISTEM KADERISASI
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
Bismillahirrahmanirrahim
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, setelah:
Menimbang : 1 bahwa keberlangsungan organisasi memerlukan kaderisasi yang berkelanjutan;
2 bahwa dalam struktur Nahdlatul Ulama, IPNU mendapat mandat sebagai organisasi kader;
3 bahwa untuk menjamin berlangsungnya proses kaderisasi yang ideal dan berkualitas, diperlukan sistem kaderisasi;
4 bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut, maka perlu ditetapkan Peraturan Pimpinan Pusat tentang Sistem Kaderisasi IPNU.
Mengingat : 1 Peraturan Dasar (PD) IPNU
2 Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU
3 Peraturan Organisasi (PO) IPNU
Memperhatikan : Rapat pleno PP IPNU tanggal 17 April 2008
Dengan senantiasa memohon petunjuk Allah SWT,
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PIMPINAN PUSAT IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA TENTANG SISTEM KADERISASI IPNU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Dalam Peraturan Pimpinan Pusat ini yang dimaksud dengan:
1. Kepengurusan adalah kepengurusan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
2. Pimpinan Pusat, selanjutnya disebut PP, adalah Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
3. Pimpinan Wilayah, selanjutnya disebut PW, adalah Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
4. Pimpinan Cabang, selanjutnya disebut PC, adalah Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
5. Pimpinan Cabang Istimewa, selanjutnya disebut PCI, adalah Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di semua negara di mana IPNU berada.
6. Pimpinan Anak Cabang, selanjutnya disebut PAC, adalah Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
7. Pimpinan Ranting, selanjutnya disebut PR, adalah Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
8. Pimpinan Komisariat, selanjutnya disebut PK, adalah Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
9. Kaderisasi adalah proses rekrutmen, pembinaan, pendampingan, pendidikan dan pengembangan kader.
10. Paradigma transformatif adalah paradigma pendidikan yang menggabungkan antara paradigma progresif di satu sisi dan paradigma radikal di sisi yang lain.
11. Paradigma progresif adalah paradigma pendidikan yang menekankan pada peningkatan kapasitas dan perubahan personal.
12. Paradigma radikal adalah paradigma pendidikan yang menekankan pada pembangunan daya kritis dan perubahan sosial.
13. Kaderisasi formal adalah kaderisasi yang dilakukan melalui pelatihan berjenjang yang bersifat formal dan baku, serta pelatihan-pelatihan pengembangan kader lainnya.
14. Kaderisasi in-formal adalah kaderisasi yang dilakukan di luar jalur-lajur pelatihan formal, baik melalui pendampingan ataupun praktek lapangan.
15. Kaderisasi non-formal adalah kaderisasi yang dilakukan langsung melalui kepengurusan organisasi dan kehidupan nyata di tengah masyarakat.
16. Tahapan kaderisasi adalah seluruh tahapan yang harus dilakukan dalam proses kaderisasi.
17. Pelaksana adalah pelaksana keseluruhan tahapan kaderisasi, yaitu kepengurusan IPNU pada semua tingkatan.
18. Tim fasilitator adalah tim yang mengorganisir dan memfasilitasi pelatihan pada setiap tingkat kepengurusan.
19. Masa Kesetiaan Anggota, selanjutnya disebut MAKESTA, adalah pelatihan kader jenjang awal dalam sistem kaderisasi formal IPNU yang menjadi persyaratan untuk menjadi anggota.
20. Latihan Kader Muda, selanjutnya disebut LAKMUD, adalah pelatihan kader jenjang menengah dalam sistem kaderisasi IPNU yang menjadi persyaratan untuk menjadi kader.
21. Latihan Kader Utama, selanjutnya disebut LAKUT, adalah pelatihan kader jenjang lanjut dalam sistem kaderisasi IPNU untuk mencetak kader utama.
22. Latihan Pelatih I, selanjutnya disebut LATPEL I, adalah pelatihan bagi pelatih jenjang pertama untuk mencetak pelatih yang bersertifikasi untuk memfasilitasi pelatihan Jenjang MAKESTA dan LAKMUD.
23. Latihan Pelatih II, selanjutnya LATPEL II, adalah pelatihan bagi pelatih jenjang kedua untuk mencetak pelatih yang bersertifikasi untuk memfasilitasi semua jenjang pelatihan kader.
24. Pelatihan non-jenjang adalah pelatihan kader di luar jenjang kaderisasi yang diorientasikan untuk meningkatkan kapasitas, profesionalisme dan motivasi serta penguatan wacana dan pengetahuan kader.
25. Masa Orientasi Pelajar, selanjutnya disebut MOP, merupakan wahana untuk mengenalkan pelajar terhadap lingkungan sekolah dan berbagai dinamikanya sehingga dapat beradaptasi dalam proses belajar.
26. Materi pokok pelatihan adalah materi-materi pokok dan utama yang harus ada dalam pelatihan formal sesuai jenjang yang ditentukan.
27. Muatan lokal adalah materi pelatihan di luar materi pokok pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi daerah, serta kompetensi dan realitas lokal pada masing-masing daerah.
28. Pendekatan paedagogy adalah pendekatan pelatihan untuk anak-anak yang menekankan pada indoktrinasi dan relasi satu arah.
29. Pendekatan andragogy adalah pendekatan pelatihan untuk orang dewasa yang menekankan pada pengalaman sebagai sumber belajar.
30. Full-partisopatory training adalah pelatihan yang dilakukan dengan pendekatan partisipatif penuh.
31. Metode pelatihan adalah seperangkat cara pembelajaran yang digunakan dalam proses pelatihan.
32. Media pelatihan adalah sarana yang digunakan untuk mendukung proses pelatihan.
33. Strategi perawatan kader adalah strategi yang ditempuh dalam merawat kader dengan melakukan pengawalan dan pendampingan kader dengan berbagai pendekatan personal maupun sosial.
34. Sertifikasi pelatihan adalah ukuran kualitatif atas kompetensi out-put suatu pelatihan kader.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud
Sistem kaderisasi dimaksudkan sebagai seperangkat aturan yang menjadi pedoman bagi semua pengurus IPNU di semua tingkatan untuk merencanakan, mengorganisir, mengelola dan melaksanakan seluruh program kaderisasi secara teratur, efektif dan berkualitas.
Pasal 3
Tujuan
Sistem kaderisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
a. menyediakan ketentuan umum bagi penyelenggaraan program kaderisasi;
b. menjamin penyelenggaraan program kaderisasi yang efektif dan berkualitas di semua tingkat kepengurusan.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Cakupan
(1) Sistem kaderisasi mencakup keseluruhan proses kaderisasi, mulai dari rekrutmen, pembinaan, pelatihan/pendidikan dan pengembangan kader.
(2) Sistem kaderisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. paradigma kaderisasi;
b. bentuk kaderisasi;
c. tahapan kaderisasi;
d. pelaksana dan fasilitator;
e. struktur kaderisasi formal;
f. materi pelatihan kader;
g. pendekatan dan metode pelatihan;
h. strategi perawatan kader;
i. sertifikasi pelatihan.
BAB IV
PARADIGMA KADERISASI
Pasal 5
Paradigma Kaderisasi
(1) Paradigma kaderisasi IPNU adalah paradigma transformatif.
(2) Paradigma sebagaimana ayat (1) berarti mengupayakan peningkatan profesionalisme dan kapasitas kader di satu sisi, dan pengembangan daya kritis dan militansi kader di sisi yang lain.
BAB V
BENTUK KADERISASI
Pasal 6
Bentuk-Bentuk Kaderisasi
(1) Bentuk-bentuk kaderisasi IPNU terdiri dari:
a. kaderisasi formal;
b. kaderisasi in-formal;
c. kaderisasi non-formal.
(2) Kaderisasi formal dilakukan melalui pelatihan-pelatihan kader berjenjang yang bersifat formal dan baku, serta pelatihan-pelatihan pengembangan kader lainnya.
(3) Kaderisasi in-formal dilakukan di luar jalur-lajur pelatihan formal, baik melalui pendampingan atau praktek lapangan.
(4) Kaderisasi non-formal dilakukan langsung melalui keterlibatan dalam kepenguruan organisasi, kepanitiaan dan kehidupan nyata di tengah masyarakat.
BAB VI
TAHAPAN KADERISASI
Pasal 7
Tahapan Kaderisasi
(1) Proses kaderisasi pada dasarnya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. rekrutment calon anggota;
b. pelatihan formal;
c. pendampingan dan treatment;
d. pengembangan;
e. distribusi kader.
(2) Rekrutmen calon anggota sebagaimana ayat (1) poin a, dilakukan dengan tahapan:
a. pengenalan IPNU kepada calon anggota dan pelajar pada umumnya;
b. pendataan calon anggota;
c. pendekatan dengan berbagai metode dan kegiatan.
(3) Pelatihan formal sebagaimana ayat (1) poin b, adalah pelatihan berjenjang dan pelatihan non-jenjang dalam struktur kaderisasi formal.
(4) Pendampingan dan treatment sebagaimana ayat (1) poin c, dilakukan dengan berbagai motode, pendekatan dan kegiatan yang diorientasikan untuk mendampingi dan merawat out-put pelatihan formal serta menjaga kesinambungan proses kaderisasi.
(5) Pengembangan sebagaimana ayat (1) poin d, dilakukan dengan penguatan, pendalaman dan pengembangan kapasitas, pengetahuan, dan militansi kader.
(6) Pendampingan dan pengembangan sebagaimana ayat (4) dan ayat (5) merupakan salah satu bentuk kaderisasi in-formal dan non-fomal.
(7) Distribusi kader sebagaimana ayat (1) poin e, dilakukan dengan memfasilitasi para kader untuk mengaktualisasikan potensi, kapasitas dan militansinya dalam kerja nyata, baik dalam ranah internal organisasi maupun ekternal organisasi.
Pasal 8
Masa Orientasi Pelajar
(1) Untuk mengenalkan IPNU kepada komunitas pelajar dan siswa-siawa baru dilakukan dengan penyelenggaraan Masa Orientasi Siswa (MOP).
(2) MOP sebagaimana ayat (1) diselenggarakan di sekolah/madrasah baik tingkat SLTP maupun SLTA.
(3) MOP diselenggarakan oleh PK bekerjsama dengan sekolah/madrasah yang bersangkutan dan difasilitasi oleh PAC di daerah yang bersangkutan.
(4) Apabila PK di sekolah/madrasah yang bersangkutan belum berdiri, maka MOP diselenggarakan oleh PAC bekerjasama dengah pihak sekolah/madrasah.
(5) Apabila PAC di daerah yang bersangkutan belum berdiri, MOP dapat ditangani oleh PC bekerjasama dengan pihak sekolah/madrasah.
(6) Petunjuk teknis mengenai penyelenggaraan MOP diatur dalam modul pelatihan IPNU.
BAB VII
PELAKSANA DAN FASILITATOR
Pasal 9
Pelaksana Kaderisasi
(1) Program kaderisasi pada dasarnya dilaksanakan oleh Departemen Kaderisasi pada masing-masing tingkat kepengurusan di bawah koordinasi Ketua/Wakil Ketua yang membidangi kaderisasi.
(2) Departemen Kaderisasi betugas untuk melaksanakan seluruh program kaderisasi secara umum pada tingkat yang bersangkutan.
(3) Untuk mendukung penyelenggaraan program kaderisasi, PP, PW, PC dan PAC diharuskan membentukan tim fasilitator.
Pasal 10
Tim Fasilitator
(1) Tim fasilitator terdiri dari tim fasilitator nasional, tim fasilitator wilayah, tim fasilitator cabang, dan tim fasilitator anak cabang.
(2) Keanggotaan tim fasilitator disahkan dengan Surat Keputusan oleh masing-masing tingkat kepengurusan.
(3) Masa kerja tim fasilitator mengikuti masa khidmat kepengurusan pada tingkat yang bersangkutan.
(4) Tim fasilitator dapat dirombak dan/atau diperbarui sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 11
Tim Fasilitator Nasional
(1) Tim fasilitator nasional dibentuk oleh PP dan disahkan dengan SK PP IPNU.
(2) Tim fasilitator nasional sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 7 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PP, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PP, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATPEL II;
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
(4) Tim fasilitator nasional bertugas:
a. menyediakan modul dan hand-out pelatihan;
b. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam memetakan potensi kaderisasi di seluruh Indonesia;
c. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam merumuskan strategi pelaksanaan program kaderisasi nasional;
d. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator wilayah dan tim fasilitator cabang;
e. mengorganisir tim fasilitator wilayah dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
f. memfasilitasi pelatihan kader (LATPEL I, LATPEL II dan LAKUT), workshop, lokakarya kaderisasi atau kegiatan-kegiatan sejenis dan pelatihan-perlatihan lainnya di daerah kerja PP;
g. membantu Departemen Kaderisasi PP dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi secara nasional.
(5) Tim fasilitator nasional bertanggung jawab kepada Ketua Umum PP.
Pasal 12
Tim Fasilitator Wilayah
(1) Tim fasilitator wilayah dibentuk oleh PW dan disahkan dengan SK PW IPNU.
(2) Tim fasilitator wilayah sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 6 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PW, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PW, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATPEL;
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
(4) Tim fasilitator wilayah bertugas:
a. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam memetakan potensi kaderisasi di daerah kerjanya;
b. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja yang bersangkutan;
c. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator cabang;
d. mengorganisir tim fasilitator cabang dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
e. memfasilitasi pelatihan kader (LATPEL I dan LAKUT), dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang bersangkutan;
f. membantu Departemen Kaderisasi PW dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
(5) Tim fasilitator wilayah bertanggung jawab kepada Ketua PW.
Pasal 13
Tim Fasilitator Cabang
(1) Tim fasilitator cabang dibentuk oleh PC dan disahkan dengan SK PC IPNU.
(2) Tim fasilitator cabang sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 5 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PC, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PC, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATPEL I;
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
(4) Tim fasilitator cabang bertugas:
a. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam memetakan potensi kaderisasi di daerah kerjanya;
b. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja yang bersangkutan;
c. memfasilitasi capacity building bagi tim fasilitator anak cabang;
d. mengorganisir tim fasilitator anak cabang dalam melakukan tugas kefasilitatoran;
e. memfasilitasi pelatihan kader (LAKMUD dan MAKESTA), dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang bersangkutan;
f. membantu Departemen Kaderisasi PC dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
(5) Tim fasilitator cabang bertanggung jawab kepada Ketua PC.
Pasal 14
Tim Fasilitator Anak Cabang
(1) Tim fasilitator anak cabang dibentuk oleh PAC dan disahkan dengan SK PAC IPNU.
(2) Tim fasilitator anak cabang sebagaimana ayat (1) beranggotakan sekurang-kurangnya 4 orang.
(3) Anggota tim sebagaimana ayat (2) berasal dari pengurus PAC, atau kader IPNU di luar kepengurusan struktural PAC, dengan syarat:
a. memiliki komitmen yang tinggi dalam kaderisasi;
b. sudah bersertifikasi menjadi fasilitator melalui LATPEL I;
c. memiliki kapasitas yang memadai dan berpengalaman cukup dalam kegiatan fasilitasi.
(4) Tim fasilitator anak cabang bertugas:
a. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam memetakan potensi kaderisasi di daerah kerjanya;
b. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelaksanaan program kaderisasi pada daerah kerja yang bersangkutan;
g. memfasilitasi pelatihan kader (LAKMUD dan MAKESTA), dan pelatihan-pelatihan lainnya di daerah kerja yang bersangkutan;
h. membantu Departemen Kaderisasi PAC dalam melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program kaderisasi di daerah kerja yang bersangkutan.
(1) Tim fasilitator anak cabang bertanggung jawab kepada Ketua PAC.
Pasal 15
Aturan Tambahan
(1) Jika tim fasilitator pada suatu daerah belum terbentuk, maka tugas-tugasnya dilaksanakan oleh tim fasilitator pada tingkat di atasnya.
(2) Bagi PW, PC dan PAC yang sudah membentuk tim fasilitator diharapkan melakukan penyesuaian dengan aturan ini.
(3) Dalam kondisi tertentu dapat dibentuk tim fasilitator gabungan dari dua atau lebih kepengurusan setingkat pada zona tertentu.
BAB VIII
STRUKTUR KADERISASI FORMAL
Pasal 16
Jenjang Pelatihan
(1) Semua tingkat kepengurusan wajib menyelenggarakan program kaderisasi dengan berbagai bentuk sebagaimana Pasal 6.
(2) Khusus untuk kaderisasi formal, setiap tingkat kepengurusan diwajibkan menyelenggarkan pelatihan kader sesuai dengan jenjangnya masing-masing.
(3) Jenjang sebagaimana ayat (2) terdiri dari:
a. Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
b. Latihan Kader Muda (LAKMUD)
c. Latihan Kader Utama (LAKUT)
d. Latihan Pelatih I (LATPEL I)
e. Latihan Pelatih II (LATPEL II)
(4) Selain jenjang sebagaimana ayat (3) terdapat juga pelatihan non-jenjang.
Pasal 17
MAKESTA
(1) Masa Kesetiaan Anggota, selanjutnya disebut MAKESTA, diselenggarakan oleh PR dan PK atau gabungan dua atau lebih PR dan PK.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PR dan PK tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka MAKESTA boleh diselenggarakan oleh PAC.
(3) Peserta MAKESTA adalah calon-calon anggota yang telah direkrut oleh PR atau PK.
(4) Out-put MAKESTA adalah anggota IPNU.
Pasal 18
LAKMUD
(1) Latihan Kader Muda, selanjutnya disebut LAKMUD, diselenggarakan oleh PAC atau gabungan dua atau lebih PAC.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PAC tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka LAKMUD boleh diselenggarakan oleh PC.
(3) Peserta LAKMUD adalah anggota IPNU yang telah mengikuti MAKESTA.
(4) Out-put MAKESTA adalah kader IPNU.
Pasal 19
LAKUT
(1) Latihan Kader Utama, selanjutnya disebut LAKUT, diselenggarakan oleh PC atau gabungan dua atau lebih PC.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PC tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka LAKUT boleh diselenggarakan oleh PW.
(3) Peserta LAKUT adalah kader IPNU yang telah mengikuti LAKMUD.
(4) Out-put LAKUT adalah kader utama IPNU.
Pasal 20
LATPEL I
(1) Latihan Pelatih I, selanjutnya disebut LATPEL I, diselenggarakan oleh PC atau gabungan dua atau lebih PC.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PC tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka LATPEL I boleh diselenggarakan oleh PW.
(3) Peserta LATPEL I adalah kader IPNU yang telah mengikuti LAKMUD.
(4) Out-put LATPEL I adalah pelatih yang memiliki sertifikasi untuk memfasilitasi pelatihan pada jenjang MAKESTA dan LAKMUD.
Pasal 21
LATPEL II
(1) Latihan Pelatih II, selanjutnya disebut LATPEL II, diselenggarakan oleh PW atau gabungan dua atau lebih PW.
(2) Dalam hal ayat (1) tidak terpenuhi, karena PW tidak mampu dan/atau ada yang belum mampu menyelenggarakan, maka LATPEL II boleh diselenggarakan oleh PP.
(3) Peserta LATPEL II adalah kader utama IPNU yang telah mengikuti LAKUT.
(4) Out-put LATPEL II adalah pelatih yang memiliki sertifikasi untuk memfasilitasi pelatihan pada semua jenjang.
Pasal 22
Pelatihan Non-Jenjang
(1) Latihan non-jenjang sebagaimana Pasal 16 ayat (4) pada dasarnya dapat diselenggarakan oleh semua tingkat kepengurusan.
(2) Latihan non-jenjang sebagaimana ayat (1) dapat berupa pelatihan apapun yang diorientasikan untuk meningkatkan kapasitas, profesionalisme, ketrampilan dan pengetahuan atau motivasi anggota.
(3) Bentuk pelatihan sebagaimana ayat (2) bisa berupa pelatihan jurnalistik, pelatihan advokasi, pelatihan kewirausahaan, pelatihan kesekretariatan, pelatihan kepemimpinan, achivement motivation training, pelatihan human relation and development (HRD), pelatihan community organizer, pelatihan event organizer dan lain-lain.
(4) Jenis dan materi pelatihan non-jenjang disesuaikan dengan kebutuhan di setiap tingkat kepengurusan.
(5) Pelatihan non-jenjang pada dasarnya dapat diikuti oleh semua anggota IPNU.
BAB IX
MATERI PELATIHAN
Pasal 23
Materi Pokok
(1) Materi pelatihan kader pada dasarnya terdiri dari tiga kategori, yaitu:
a. materi ideologis;
b. materi pengembangan pengetahuan;
c. materi ketrampilan teknis.
(2) Materi Ideologis terdiri dari:
a. Ahlussunnah wal jama’ah;
b. Ke-NU-an;
c. Ke-IPNU-an.
(3) Materi pengembangan pengetahuan terdiri:
a. Tradisi dan Perilaku Keagamaan;
b. Gender;
c. Problematika Pendidikan di Indonesia;
d. Studi Ideologi Dunia;
e. Gerakan Sosial;
f. Falsafah dan Paradigma Pelatihan;
g. Sistem Kaderisasi IPNU.
(4) Materi ketrampilan teknis:
a. Keorganisasian;
b. Manajemen Organisasi;
c. Kepemimpinan;
d. Komunikasi;
e. Kerjasama;
f. Teknik Diskusi dan Persidangan;
g. Teknik Pembuatan Proposal;
h. Manajemen Keuangan;
i. Strategic Planning;
j. Manajemen Program;
k. Networking dan Lobbying;
l. Scientific Problem Solving;
m. Metode Pengorganisiran Pelajar;
n. Manajeman Konflik;
o. Analisis Sosial;
p. Metodologi dan Media Pelatihan;
q. Psikologi Pelatihan;
r. Menejemen Pelatihan;
s. Permainan dalam Pelatihan;
t. Kefasilitatoran.
(5) Materi-materi sebagaimana ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditempatkan sesuai jenjang yang telah ditentukan.
(6) Ketentuan selanjutnya mengenai materi dan penempatannya dalam berbagai jenjang pelatihan diatur dalam modul pelatihan IPNU.
(7) Isi setiap materi harus disampaikan secara benar dan terfokus sesuai dengan hand-out materi pelatihan.
Pasal 24
Muatan Lokal
(1) Selain materi-materi pokok sebagaimana Pasal 23, dalam pelatihan berjenjang dapat ditambahkan materi muatan lokal.
(2) Muatan lokal sebagaimana ayat (1) meliputi materi-materi yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal, potensi daerah, dan kepentingan kaderisasi di daerah yang bersangkutan.
(3) Muatan lokal harus mendukung pencapaian tujuan pelatihan dan tidak boleh bertentangan dengan misi kaderisasi.
BAB X
PENDEKATAN DAN METODE PELATIHAN
Pasal 25
Pendekatan Pelatihan
(1) Berdasarkan pada paradigma sebagaimana Pasal 5, pendekatan pelatihan yang dipilih adalah pendekatan andragogy, atau gabungan antara pendekatan andragogy dan paedagogy.
(2) Pada jenjang MAKESTA, pendekatan pelatihan yang digunakan adalah gabungan antara pendekatan paedagogy dan andragogy, dengan pendekatan paedagogy lebih dominan.
(3) Pada jenjang LAKMUD pendekatan pelatihan yang digunakan adalah gabungan antara pendekatan paedagogy dan andragogy, dengan pendekatan andragogy lebih dominan.
(4) Pada jenjang LAKUT, LATPEL I dan LATPEL II pendekatan pelatihan yang digunakan adalah pendekatan andragogy murni dengan model full-partisipatory training.
(5) Pada jenjang pelatihan sebagaimana ayat (4), pelatihan dilakukan dengan menjadikan pengalaman sebagai sumber belajar.
Pasal 26
Metode Pelatihan
(1) Berdasarkan pendekatan sebagaimana Pasal 25, pelatihan diselenggarakan dengan metode-metode yang mendukung bagi pencapaian tujuan kaderisasi secara umum.
(2) Metode sebagaimana ayat (1) di antaranya:
a. ceramah;
b. brainstorming;
c. diskusi;
d. focus group discussion (FGD);
e. game dan dinamika kelompok;
f. penugasan;
g. studi kasus;
h. praktek;
i. pengamatan proses.
(3) Pelatih atau fasilitator diperkenankan menambah dan mengembangkan metode sebagaimana ayat (2)
(4) Pilihan metode sebagaimana ayat (2) disesuaikan dengan jenjang dan kebutuhan peserta.
(5) Ketentuan selanjutnya mengenai metode pelatihan dan penggunaannya dalam berbagai jenjang pelatihan diatur dalam modul pelatihan IPNU.
BAB XI
STRATEGI PERAWATAN KADER
Pasal 27
Strategi Perawatan Kader
(1) Untuk menjamin keberlangsungan kaderisasi dan menjaga militansi kader serta mengembangkan dan memantapkan potensi kader, setiap tingkat kepengurusan harus merumuskan strategi perawatan kader.
(2) Strategi perawatan kader sebagaimana ayat (1) dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan serta kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan konteks daerah yang bersangkutan.
(3) Kegiatan-kegiatan sebagaimana ayat (2) dapat berupa kajian dalam bentuk bozz group, bimbingan belajar, pelibatan langsung dalam berbagai kegiatan, advokasi dan lain sebagainya.
BAB XII
SERTIFIKASI PELATIHAN KADER
Pasal 28
Hak atas Sertifikasi
(1) Pada setiap pelatihan kader di semua tingkatan, penyelenggara memberikan sertifikasi.
(2) Sertifikasi sebagaimana ayat (1) diberikan kepada peserta yang telah mengikuti suatu pelatihan secara penuh dan layak berdasarkan penilaian dari fasilitator dan panitia.
Pasal 29
Bentuk Sertifikasi
(1) Sertifikasi ditandai dengan sertifikat atau nama lain yang disepakati.
(2) Pada sertifikat sebagaimana ayat (1) dicantumkan:
b. nama;
c. tempat dan tanggal lahir;
d. alamat;
e. lembaga/kepengurusan pengutus;
f. kualifikasi hasil.
(3) Sertifikat diterbitkan dan ditandatangani oleh kepengurusan IPNU penyelenggara pelatihan.
(4) Jika kegiatan pelatihan dilaksanakan bersama lembaga lain, sertifikat dapat ditandatangani bersama dengan pimpinan lembaga yang bersangkutan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Penutup
(1) Peraturan Pimpinan Pusat ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(2) Mengenai pedoman teknis penyelenggaraan kaderisasi formal selengkapnya diatur dalam modul pelatihan IPNU.
(3) Agar setiap pengurus dan anggota IPNU mengetahui dan memahami Sistem Kaderisasi IPNU, maka setiap tingkat kepengurusan diwajibkan menyosialisasikan Peraturan Pimpinan Pusat ini.
DATA BASE IPNU
Posted by PC. IPNU-IPPNU KABUPATEN BATANG 17:44, under | No comments
PERATURAN PIMPINAN PUSATNOMOR: 02/PPP/XV/7354/IV/08
Tentang
PEDOMAN PENYUSUNAN DATABASE
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
Bismillahirrahmanirrahim
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, setelah:
Menimbang : 1 bahwa kelembagaan organisasi yang kuat mutlak memerlukan database organisasi yang lengkap dan valid;
2 bahwa untuk menjamin adanya database yang lengkap dan valid, diperlukan pedoman penyusunan database;
3 bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut, maka perlu ditetapkan Peraturan Pimpinan Pusat tentang Pedoman Penyusunan Database IPNU.
Mengingat : 1 Peraturan Dasar (PD) IPNU
2 Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU
3 Peraturan Organisasi (PO) IPNU
Memperhatikan : Rapat pleno PP IPNU tanggal 17 April 2008.
Dengan senantiasa memohon petunjuk Allah SWT,
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN PIMPINAN PUSAT IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DATABASE IPNU
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Dalam Peraturan Pimpinan Pusat ini yang dimaksud dengan:
1. Organisasi adalah organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
2. Pimpinan Pusat, selanjutnya disebut PP, adalah Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
3. Pimpinan Wilayah, selanjutnya disebut PW, adalah Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
4. Pimpinan Cabang, selanjutnya disebut PC, adalah Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
5. Pimpinan Cabang Istimewa, selanjutnya disebut PCI, adalah Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di semua negara di mana IPNU berada.
6. Pimpinan Anak Cabang, selanjutnya disebut PAC, adalah Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
7. Pimpinan Ranting, selanjutnya disebut PR, adalah Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
8. Pimpinan Komisariat, selanjutnya disebut PK, adalah Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
9. Database adalah kumpulan data organisasi yang tersimpan dan diorganisasikan sehingga data tersebut bisa diambil atau dicari dengan mudah dan efisien.
10. Tim kerja database adalah tim pelaksana seluruh tahapan pada penyusunan dan pengelolaan database yang terdiri dari tim database nasional, tim database wilayah, tim database cabang, tim database anak cabang, tim database ranting, dan tim database komisariat
11. Sistem pengelolaan dan pengolahan data adalah seperangkat metode, pendekatan dan tatacara teknis pengolahan dan pengelolaan data
12. Alur formulir adalah alur distribusi formulir dari Pimpinan Pusat hingga Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat
13. Alur data adalah alur perjalanan data yang dibutuhkan dalam penyusunan database mulai dari Pimpinan Ranting/Pimpinan Komisariat hinggal Pimpinan Pusat
14. Sistem akses sistem yang digunakan untuk mengakses database secara mudah, dan efisien
15. Data pengurus adalah data yang berisi informasi dan identitas lengkap pengurus IPNU di semua tingkat kepengurusan
16. Data potensi organisasi adalah data yang menampilkan visualisasi potensi organisasi yang dimiliki pada suatu tingkat kepengurusan
17. Data statistik organisasi adalah data yang memuat data-data penting organisasi yang setingkat di bawahnya
18. Data anggota adalah data yang memuat informasi tentang semua anggota IPNU pada semua tingkat kepengurusan
19. Data potensi kader adalah data yang memuat potensi kader IPNU pada suatu tingkat kepengurusan secara menyeluruh
20. Data alumni adalah data yang memuat informasi tentang alumni IPNU pada semua tingkat kepengurusan
21. Data aset organisasi adalah data yang memuat informasi tentang aset organisasi secara lengkap
22. Data administrasi organisasi adalah data yang memuat perangkat dan peralatan administrasi yang dimiliki oleh suatu tingkat kepengurusan IPNU
23. Data stakeholder organisasi adalah data yang memuat infomasi tentang para pemangku kepentingan dan jaringan yang dimiliki oleh IPNU di setiap tingkat kepengurusan.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud
Pedoman Penyusunan Database dimaksudkan sebagai pedoman bagi semua pengurus IPNU di semua tingkatan untuk menyusun, mengorganisir dan mengelola database organisasi secara teratur, managebel, valid dan berdaya guna
Pasal 3
Tujuan
Pedoman Penyusunan Database sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
a. mendukung kinerja organisasi secara umum
b. menjamin penyediaan data yang lengkap, tepat, valid dan dapat dipertanggungjawabkan
c. mengoptimalkan potensi organisasi
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Cakupan
1. Pedoman Penyusunan Database mencakup sistem pengorganisasian dan pengelolaan seluruh data yang tercakup dalam database organisasi
2. Database organisasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Data Pengurus
b. Data Potensi Organisasi
c. Data Statistik Organisasi
d. Data Anggota
e. Data Potensi Kader
f. Data aset organisasi;
g. Data administrasi organisasi
h. Data alumni
i. Data stakeholder organisasi
BAB IV
KELEMBAGAAN
Pasal 5
Tim Kerja Database
1. Setiap tingkat kepengurusan IPNU membentukan tim kerja database
2. Tim kerja database terdiri dari tim database nasional, tim database wilayah, tim database cabang, tim database anak cabang, tim database ranting, dan tim database komisariat
3. Tim Kerja Database disahkan dengan SK oleh masing-masing tingkat kepengurusan
4. Tim Kerja Database bertanggung jawab kepada kepengurusan IPNU pada tingkat yang bersangkutan
5. Tim Kerja Database menjalankan tugasnya secara berkesinambungan
6. Masa kerja Tim Kerja Database mengikuti masa khidmat kepengurusan yang bersangkutan
7. Setiap kepengurusan baru berhak memperbarui tim database sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 6
Tim Database Nasional
1. Tim Database Nasional dibentuk oleh Pimpinan Pusat dan disahkan dengan SK PP IPNU
2. Tim Database Nasional beranggotakan 5 orang dengan komposisi 40% berbasis keilmuan sosial dan 60% berbasis ketrampilan teknologi informasi
3. Tim Database Nasional bertugas:
a. Menyiapkan perangkat aturan teknis penyusunan database nasional
b. Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja tim database wilayah
c. Membuat dan mengirimkan formulir database dalam bentuk digital kepada Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang
d. Memonitoring distribusi formulir ke semua PW dan PC
e. Mengkoordinir Tim Database Wilayah dalam keseluruhan pelaksanaan penyusunan dan pengelolaan database
f. Menyiapkan sofware pengumpulan, pengelolaan dan akses data base
g. Menyiapkan dan menyusun data PP yang diperlukan dalam penyusunan database
h. Mengorganisir database yang dikumpulkan dari tim database wilayah dan tim database cabang menjadi database nasional
i. Mengelola database nasional dan mendayagunakannya untuk mendukung penyelenggaraan organisasi
4. Tim Database Nasional bertanggung jawab kepada Ketua Umum PP IPNU
Pasal 7
Tim Database Wilayah
1. Tim Database Wilayah dibentuk oleh Pimpinan Wilayah dan disahkan dengan SK PW IPNU
2. Tim Database Wilayah beranggotakan minimal 3 orang dengan komposisi 40% berbasis keilmuan sosial dan 60% berbasis ketrampilan teknologi informasi
3. Tim Database Wilayah bertugas:
a. Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja tim database cabang
b. Mengirimkan formulir database dalam bentuk digital kepada Pimpinan Cabang
c. Memonitoring distribusi formulir ke semua PC dan PAC
d. Mengkoordinir tim database cabang dalam penyusunan dan pengumpulan database
e. Menyiapkan dan menyusun data PW yang diperlukan dalam penyusunan database dengan mengisi formulir yang telah disediakan
f. Mengumpulkan dan mengorganisir data-data dari Pimpinan Cabang pada wilayah kerja yang bersangkutan
g. Mengirimkan data-data secara digital kepada Pimpinan Pusat dengan cara up-load melalui software yang telah disiapkan
h. Mengelola database wilayah dan mendayagunakannya untuk mendukung penyelenggaraan organisasi.
4. Tim Database Wilayah bertanggung jawab kepada Ketua PW IPNU.
Pasal 8
Tim Database Cabang
1. Tim Database Cabang dibentuk oleh Pimpinan Cabang dan disahkan dengan SK PC IPNU
2. Tim Database Cabang beranggotakan minimal 3 orang dengan komposisi 40% berbasis keilmuan sosial dan 60% berbasis ketrampilan teknologi informasi
3. Tim Database Wilayah bertugas:
a. Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja tim database anak cabang
b. Mencetak dan mengirimkan formulir database dalam bentuk fisik (hard copy) kepada Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat
c. Memonitoring distribusi formulir ke semua PAC, PR dan PK
d. Mengkoordinir tim database anak cabang dalam penyusunan dan pengumpulan database
e. Menyiapkan dan menyusun data PC yang diperlukan dalam penyusunan database dengan mengisi formulir yang telah disediakan
f. Mengumpulkan dan mengorganisir data-data dari Pimpinan Anak Cabang pada wilayah kerja yang bersangkutan,
g. Mengirimkan data-data secara digital dengan compact disk (CD) kepada Pimpinan Wilayah.
h. Mengelola database cabang dan mendayagunakannya untuk mendukung penyelenggaraan organisasi.
4. Tim Database Cabang bertanggung jawab kepada Ketua PC IPNU.
Pasal 9
Tim Database Anak Cabang
1. Tim Database Anak Cabang dibentuk oleh Pimpinan Anak CAbang dan disahkan dengan SK PAC IPNU
2. Tim Database Anak Cabang beranggotakan minimal 2 orang
3. Tim Database Anak Cabang bertugas:
a. Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja tim database ranting dan tim database komisarat
b. Mengirimkan formulir database dalam bentuk fisik (hard copy) kepada Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat
c. Memonitoring distribusi formulir ke semua PR dan PK
d. Mengkoordinir tim database ranting dan tim database dalam penyusunan dan pengumpulan database
e. Menyiapkan dan menyusun data PAC yang diperlukan dalam penyusunan database dengan mengisi formulir yang telah disediakan
f. Mengumpulkan dan mengorganisir data-data dari Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat pada wilayah kerja yang bersangkutan
g. Mengirimkan data-data dimaksud secara manual dalam bentuk fisik (hard-copy) kepada Pimpinan Cabang.
h. Mengelola database Anak Cabang dan mendayagunakannya untuk mendukung penyelenggaraan organisasi
5. Tim Database Anak Cabang bertanggung jawab kepada Ketua PAC IPNU.
Pasal 10
Tim Database Ranting
1. Tim Database Ranting dibentuk oleh Pimpinan Ranting dan jika perlu disahkan dengan SK PR IPNU
2. Tim Database Ranting beranggotakan minimal 2 orang
3. Tim Database Ranting bertugas:
a. Melakukan pendataan terhadap aspek-aspek yang diperlukan dalam penyusunan database
b. Menyusun data-data tersebut dengan mengisi formulir yang telah disediakan
c. Mengirimkan data-data dimaksud secara manual dalam bentuk fisik (hard-copy) kepada Pimpinan Cabang melalui Pimpinan Anak Cabang.
d. Mengelola database Ranting dan mendayagunakannya untuk mendukung penyelenggaraan organisasi
4. Tim Database Ranting bertanggung jawab kepada Ketua PR IPNU.
Pasal 11
Tim Database Komisariat
1. Tim Database Komisariat dibentuk oleh Pimpinan Komisariat dan jika perlu disahkan dengan SK PK IPNU
2. Tim Database Komisariat beranggotakan minimal 2 orang
3. Tim Database Komisariat bertugas:
a. Melakukan pendataan terhadap aspek-aspek yang diperlukan dalam penyusunan database
b. Menyusun data-data tersebut dengan mengisi formulir yang telah disediakan
c. Mengirimkan data-data dimaksud secara manual dalam bentuk fisik (hard-copy) kepada Pimpinan Cabang melalui Pimpinan Anak Cabang.
d. Mengelola database komisariat dan mendayagunakannya untuk mendukung penyelenggaraan organisasi
4. Tim Database Komisariat bertanggung jawab kepada Ketua PK IPNU.
BAB V
JENIS-JENIS DATA
Pasal 12
Data Pengurus
1. Data pengurus dibuat dalam bentuk tabel yang memuat kolom-kolom, sebagai berikut:
a. nomor urut
b. nomor induk
c. nama pengurus
d. tempat/tanggal lahir
e. pendidikan terakhir
f. jabatan
g. alamat/tempat tinggal
h. tahun mulai masuk IPNU
i. keterangan
2. Pada bagian atas daftar susunan pengurus, dicantumkan juga nomor surat pengesahan yang merupakan ketetapan tingkat kepengurusan yang lebih atas, tanggal kongres/konperensi/apat anggota dan masa khidmat kepengurusan yang sedang berjalan.
Pasal 13
Data Potensi Organisasi
1. Data potensi organisasi dibuat dalam bentuk tabel yang memuat kolom-kolom, sebagai berikut:
a. nomor urut
b. nomor/huruf kode wilayah kerja
c. nama daerah (yang berada satu tingkat di bawahnya)
d. jumlah daerah (yang berada dua tingkat di bawahnya)
e. jumlah daerah (yang berada tiga tingkat tingkat di bawahnya)
f. jumlah tingkatan organisasi yang berada dua tingkat di bawahnya
g. jumlah anggota biasa
h. jumlah alumni
i. keterangan.
2. Data potensi organisasi Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat dibuat dengan lebih sederhana, dengan mengurangi kolom nama daerah dan jumlah daerah kerja.
Pasal 14
Data Statistik Organisasi
1. Data statistik organisasi memuat kolom-kolom, sebagai berikut:
a. nomor urut
b. nama daerah yang berada satu tingkat di bawahnya;
c. alamat sekretariat daerah yang berada satu tingkat di bawahnya
d. nomor surat pengesahan dari struktur kepengurusan yang setingkat diatasnya
e. tanggal konperensi/rapat anggota;
f. nama ketua dan sekretaris organisasi yang berada satu tingkat di bawahnya
g. keterangan.
2. Data statistik hanya diperlukan pada tingkat PP, PW, PC dan PAC
Pasal 15
Data Anggota
Buku daftar anggota dibuat dalam bentuk tabel yang memuat kolom-kolom sebagai berikut:
a. nomor urut
b. nomor induk anggota
c. nama lengkap anggota
d. tempat dan tanggal lahir
e. pendidikan terakhir
f. alamat lengkap
g. jenjang pelatihan yang pernah diIkuti
h. tanggal masuk
i. tanggal keluar
j. keterangan: misal kapan diberi tanda anggota
Pasal 16
Data Potensi Kader
Data potensi kader dibuat dalam bentuk tabel yang memuat kolom-kolom sebagai berikut:
a. nomor urut
b. nama daerah yang berada satu tingkat di bawahnya
c. nama alumni Latihan Kader Utama
d. nama alumni Latihan Kader Muda
e. jumlah alumni Masa Kesetiaan Anggota
f. jumlah kader pelatih (fasilitator pelatihan)
g. jumlah alumni palatihan profesi
h. keterangan.
BAB VI
ALUR PENYUSUNAN
Pasal 17
Alur Distribusi Formulir
1. Pimpinan Pusat menyediakan formulir isian digital yang memuat semua jenis data yang dibutuhkan dalam penyusunan database nasional
2. Pimpinan Pusat mengirimkan formulir tersebut dalam bentuk compact disk (CD) kepada semua Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang melalui Pimpinan Wilayah
3. Pimpinan Wilayah berkewajiban mendistribusikan dan menjamin CD dimaksud sampai ke semua Pimpinan Cabang pada wilayah kerjanya
4. Pimpinan Wilayah menyimpan formulir yang khusus ditujukan untuk Pimpinan Wilayah
5. Pimpinan Cabang berkewajiban meng-copy file formulir dari CD ke komputer (PC) untuk selanjutnya mencetaknya sebanyak jumlah Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat pada wilayah kerjanya
6. Pimpinan Cabang mengirimkan formulir dalam bentuk fisik (hard copy) kepada semua Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat pada wilayah kerjanya melalui Pimpinan Anak Cabang
7. Pimpinan Anak Cabang berkewajiban mendistribusikan dan menjamin formulir dimaksud sampai ke semua Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat pada wilayah kerjanya
8. Pimpinan Anak Cabang menyimpan formulir yang khusus ditujukan untuk Pimpinan Anak Cabang
9. Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat menerima formulir untuk selanjutnya mengisinya.
Pasal 18
Alur Pengumpulan Data
1. Pimpinan Ranting mengisi formulir yang telah disediakan dan mengirimkannya kepada Pimpinan Cabang melalui Pimpinan Anak Cabang
2. Pimpinan Anak Cabang harus menggandakan data-data dimaksud dan mengirimkan masternya (data asli) kepada Pimpinan Cabang dalam bentuk manual
3. Pimpinan Cabang mengentri data (memasukkan data fisik ke dalam bentuk digital) dan mengirimkannya dalam bentuk compact disk (CD) kepada Pimpinan Wilayah
4. Pimpinan Wilayah meng-up-load data digital melalui internet ke melalui domain yang telah disiapkan
5. Pimpinan Pusat mengumpulkan dan mengorganisir data yang telah di-up-load untuk selanjutnya diolah menjadi database nasional
BAB VII
PENGELOLAAN, AKSES DAN PENDAYAGUNAAN
Pasal 19
Pengelolaan Umum
1. Setiap tingkat kepengurusan harus mengelola database pada daerah kerja yang bersangkutan.
2. Pengelolaan sebagaimana ayat (1) dilakukan oleh tim database pada setiap tingkat kepengurusan masing-masing.
Pasal 20
Pengelolaan Database Nasional
(1) Pengelolaan Database Nasional dilakukan secara profesional oleh Tim Database Nasional
(2) Pengelolaan sebagaimana ayat (1) dilakukan menggunakan sistem information technology (IT).
(3) Sistem IT sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibuat menggunakan software (perangkat lunak) berupa program Microsoft Access.
Pasal 21
Akses
(1) Pada dasarnya database harus bisa diakses oleh semua anggota dan pengurus IPNU serta pihak lain yang berkepentingan.
(2) Untuk kerahasiaan data dan menjaga kepentingan organisasi, data dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. data publik
b. data internal organisasi
(3) Data publik adalah data-data yang boleh diakses oleh pihak eksternal dan masyarakat umum
(4) Data internal organisasi adalah data-data yang secara khusus diperuntukkan hanya untuk kepentingan kader dan pengurus organisasi
(5) Pemilahan data sebagaimana ayat (2) ditetapkan oleh Tim Database Nasional.
Pasal 22
Pendayagunaan
(1) Database harus didayagunakan sepenuhnya untuk kepentingan organisasi.
(2) Pendayagunaan sebagaimana ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan tingkat kepengurusan yang bersangkutan.
(3) Untuk menjamin pendayagunaan sebagaimana ayat (1), maka tim kerja database harus menyediakan perangkat akses yang mudah dan memadai.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
(1) Peraturan Pimpinan Pusat ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(2) Hal-hal yang menyangkut metode dan teknis penyusunan database akan diatur lebih lanjut dalam Juklak Penyusunan dan Pengelolaan Database.
(3) Agar setiap pengurus dan anggota IPNU mengetahui dan memahami Pedoman Penyusunan Database, maka setiap tingkat kepengurusan IPNU diwajibkan menyosialisasikan Peraturan Pimpinan Pusat ini.
Posted by PC. IPNU-IPPNU KABUPATEN BATANG 17:34, under | No comments
KEPUTUSAN RAKERNAS I
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
NOMOR: 02/Rakernas I/IPNU/2007
Tentang
PERATURAN ORGANISASI
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
Bismillahirrahmanirrahim
Rapat Kerja Nasional I Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, setelah:
Menimbang : 1 bahwa kelembagaan organisasi yang kuat mutlak memerlukan penyelenggaraan organisasi yang teratur;
2 bahwa untuk menjamin keteraturan penyelenggaraan organisasi, diperlukan peraturan organisasi;
3 bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut, maka perlu ditetapkan Peraturan Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
Mengingat : 1 Peraturan Dasar (PD) IPNU
2 Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU
Memperhatikan : Sidang pleno Rapat Kerja Nasional I IPNU tanggal 25 Agustus 2007
Dengan senantiasa memohon petunjuk Allah SWT,
MEMUTUSKAN
Menetapkan : 1 mengesahkan keputusan sidang pleno Rapat Kerja Nasional I IPNU tentang Pembahasan Peraturan Organsasi IPNU;
2 mengesahkan Peraturan Organisasi (PO) sebagai pedoman penyelenggaraan organisasi IPNU di semua tingkat kepengurusan;
3 memerintahkan kepada Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Cabang Istimewa, Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat, serta seluruh anggota IPNU untuk menaati seluruh aturan dalam Peraturan Organisasi (PO) IPNU.
Wallahul muafiq ila aqwamith thorieq,
Ditetapkan di Samarinda
pada tanggal 25 Agustus 2007
RAPAT KERJA NASIONAL
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG
ABDUL HARIS MA’MUN CASWIYONO RUSYDIE Cw.
Ketua Sekretaris
PERATURAN ORGANISASI (PO)
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Dalam Peraturan Pimpinan Pusat ini yang dimaksud dengan:
1. Pimpinan Pusat, selanjutnya disebut PP, adalah Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
2. Pimpinan Wilayah, selanjutnya disebut PW, adalah Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
3. Pimpinan Cabang, selanjutnya disebut PC, adalah Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
4. Pimpinan Cabang Istimewa, selanjutnya disebut PCI, adalah Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di semua negara di mana IPNU berada.
5. Pimpinan Anak Cabang, selanjutnya disebut PAC, adalah Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
6. Pimpinan Ranting, selanjutnya disebut PR, adalah Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
7. Pimpinan Komisariat, selanjutnya disebut PK, adalah Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
8. Koordinator wilayah, selanjutnya disingkat Korwil, adalah jabatan non-struktural yang ada di Pimpinan Pusat untuk membantu ketua umum dalam mengkoordinasikan Pimpinan Wilayah.
9. Koordinator daerah, selanjutnya disingkat Korda, adalah jabatan non-struktural yang ada di Pimpinan Wiliayah untuk membantu ketua dalam mengkoordinasikan Pimpinan Cabang.
10. Koordinator kecamatan, selanjutnya disingkat Korcam, adalah jabatan non-struktural yang ada di Pimpinan Cabang untuk membantu ketua dalam mengkoordinasikan Pimpinan Anak Cabang.
11. Prosedur Pembentukan Organisasi adalah tahapan langkah yang harus ditempuh dalam proses pembentukan kepengurusan IPNU, baik di tingkat PW, PC, PCI, PAC, maupun PR dan PK.
12. Restrukturisasi adalah pembaruan kepengurusan setelah terjadinya kekosongan kepengurusan.
13. Kekosangan jabatan adalah kekosongan jabatan ketua umum/ketua atau kekosongan jabatan pengurus selain ketua umum/ketua.
14. Domisionerisasi resmi adalah berakhirnya suatu kepengurusan yang dinyatakan secara resmi di hadapan Kongres/Konferensi/Rapat Anggota.
15. Demisionerisasi otomatis adalah berakhirnya suatu kepengurusan karena kepengurusan yang bersangkutan telah melewati 4 (empat) bulan dari masa khidmat yang ditetapkan.
16. Pembekuan kepengurusan adalah proses penghentian suatu kepengurusan oleh tingkat di atasnya karena sebab-sebab tertentu.
17. Pemilihan ulang adalah pemilihan ulang ketua akibat terjadinya pembatalan ketua terpiih hasil Konferensi/Rapat Anggota.
18. Caretaker adalah pelaksana kepengurusan sementara yang dibentuk untuk mengambil alih kepengurusan karena kepengurusan yang bersangkutan mengalami demisionerisasi otomatis, mengalami pembekuan atau karena pembatalan terhadap ketua hasil konferensi/rapat anggota.
19. Pejabat ketua, selanjutnya disebut Pj. Ketua, adalah pengganti ketua yang ditunjuk melalui rapat pleno untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, karena yang bersangkutan berhalangan tetap.
20. Pejabat sementara ketua, selanjutnya disebut Pjs. Ketua, adalah pengganti ketua untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, karena yang bersangkutan berhalangan tidak tetap.
21. Reshuffle adalah penggantian pengurus di tengah berlangsungnya masa khidmat suatu kepengurusan.
22. Pelantikan adalah upacara pengambilan ikrar jabatan yang menandai pengesahan suatu kepengurusan untuk menjalankan tugas organisasi.
23. Up-grading adalah pelatihan yang khusus ditujukan untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan pengurus untuk mengelolan organisasi dan melaksanakan program.
24. Perencanaan program adalah proses menentukan dan menyusun program kerja yang tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia.
25. Strategic planning, selanjutnya disebut SP, adalah sebuah metode untuk melakukan perencanaan program strategis dengan mendasarkan pada visi, masalah maupun peluang yang ada.
26. Persidangan adalah persidangan pada Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang, Konferensi Anak Cabang dan Rapat Anggota
27. Rapat adalah rapat yang diselenggarakan oleh kepengurusan IPNU di semua tingkatan
28. Tata aturan adalah urutan peraturan atau berbagai ketentuan organisasi yang diterbitkan oleh IPNU
29. Peraturan adalah ketentuan konstitusional IPNU yang menjadi landasan pelaksanaan organisasi dan mempunyai kekuatan hukum ke dalam.
30. Keputusan adalah ketentuan organisasi yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan dan memiliki kekuatan hukum.
31. Instruksi adalah perintah untuk menjalankan hasil-hasil keputusan/rapat atau kebijakan tertentu dari tingkat kepengurusan IPNU yang lebih tinggi kepada tingkat kepengurusan di bawahnya.
32. Siaran adalah penjelasan tertulis sebagai pernyataan sikap resmi organisasi atas sesuatu hal atau peristiwa tertentu
33. Identitas organisasi organisasi adalah identitas IPNU yang meliputi perlengkapan organisasi, pakaian resmi, sebutan resmi dan kartu tanda anggota.
34. Perlengkapan organisasi organsiasi adalah perlengkapan dan alat peraga organisasi yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan organisasi
35. Mars adalah lagu resmi yang menjadi identitas organisasi IPNU.
36. Himne adalah lagu resmi yang melengkapi mars IPNU.
37. Pakaian resmi adalah pakaian almamater IPNU yang digunakan dalam acara-acara tertentu.
38. Pakai resmi pelajar adalah pakaian resmi pelajar di sekolah/madrasah yang bernaung di bawah LP. M'a’arif NU dan sekolah/madrasah lain yang berafiliasi kepada Nahdlatul Ulama.
39. Kartu tanda anggota, selanjutnya disebut KTA, adalah kartu identitas yang menjadi bukti atau tanda keanggotaan IPNU.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud
Peraturan Organisasi dimaksudkan sebagai pedoman penyelenggaraan organisasi IPNU di semua tingkat kepengurusan dan berlaku secara nasional.
Pasal 3
Tujuan
Peraturan Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
a. mendukung kinerja organisasi secara umum;
b. menjamin penyelenggaraan organisasi yang teratur dan manajebel;
c. mengoptimalkan potensi organisasi.
BAB III
RUANG LINGKUP ORGANISASI
Pasal 4
Cakupan
Peraturan Organisasi ini mencakup beberapa aspek dalam penyelenggaraan organisasi yang meliputi:
a. tata kerja organisasi;
b. mekanisme keorganisasian;
c. tata aturan organisasi;
d. persidangan dan rapat;
e. identitas organisasi.
Bagian Pertama
TATA KERJA ORGANISASI
BAB IV
PIMPINAN PUSAT
Pasal 5
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PP IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan tertinggi organisasi di tingkat nasional.
(2) PP berkedudukan di ibukota negara RI.
(3) Daerah kerja PP meliputi seluruh wilayah Negara RI dan luar negeri di mana cabang istimewa berada.
Pasal 6
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PP terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua umum, wakil ketua umum, ketua-ketua bidang, sekretaris jenderal, wakil-wakil sekretaris jenderal, bendahara umum, wakil-wakil bendahara umum, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
(3) Dewan Pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PP sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua umum sebagai mandataris Kongres dipilih dan ditetapkan oleh Kongres.
(5) Anggota pengurus harian PP diangkat oleh ketua umum terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Kongres.
(6) Anggota pengurus lengkap PP diangkat oleh ketua umum setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PP disahkan oleh PBNU.
Pasal 7
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Kongres.
(2) Memimpin dan mengkoordinir Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang di seluruh Indonesia serta Pimpinan Cabang Istimewa.
(3) Menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PW IPNU setelah mendapatkan rekomendasi dari PWNU setempat; dan menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PC IPNU setelah mendapatkan rekomendasi dari PW IPNU dan PCNU setempat, dengan terlebih dahulu mempelajari komposisi personalia kepengurusan lengkap.
(4) Mengupayakan berdirinya Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Cabang Istimewa.
(5) Menghadiri setiap undangan PBNU, PW IPNU, PC IPNU dan PCI IPNU yang dianggap penting.
(6) Memberikan laporan periodik (tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara nasional kepada PBNU dengan tembusan PW dan PC IPNU.
(7) Membekukan PW dan PC yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku, setelah melakukan pendekatan dan atas pertimbangan pengurus NU setempat.
(8) Pimpinan Pusat dapat membentuk koordinator wilayah sesuai¬ kebutuhan.
(9) Bertangggunng jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara nasional kepada Kongres.
BAB V
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PP
Pasal 8
Ketua Umum
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Kongres;
b. Pengurus harian PP;
c. Pemegang kebijakan umum PP;
d. Koordinator umum program PP.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PP baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PP yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;.
e. Bersama Bendahara Umum atau Wakil Bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PP;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas dan kewajiban:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PP secara umum.
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum.
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PP.
d. Mengevaluasi secara umum program PP dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 tahun.
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres
(4) Tanggung jawab:
a. Bertanggung jawab atas perjalanan kepengurusan PP dan keberadaan organisasi IPNU secara nasional.
b. Bertanggung jawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Kongres.
c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program PP secara keseluruhan
Pasal 9
Wakil Ketua Umum
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PP;
b. Pemegang kebijakan program PP;
c. Koordinator antarbidang.
(2) Hak dan wewenang:
a. Mengkoordinasikan ketua-ketua dalam pelaksanaan fungsi sebagai koordinator bidang;
b. Menjalankan wewenang ketua umum dalam hal ketua umum berhalangan, berdasarkan usulan rapat harian;
c. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua umum kepadanya;
d. Membangun jaringan dan kerjasama dengan pihak lain untuk mendukung pelaksanaan program PP;
e. Bersama ketua umum merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
f. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab
a. Menjalankan fungsi dan tugas ketua umum dalam hal ketua umum berhalangan, berdasarkan rapat pleno;
b. Melaksanakan tugas dan kewajiban ketua umum yang dilimpahkan kepadanya;
c. Bersama sekretaris jenderal mendampingi ketua umum dalam tugas-tugas kepemimpinan organisasi sehari-hari;
d. Menyinergikan kebijakan dan program PP di setiap bidang, lembaga dan badan;
e. Bersama ketua umum dan sekretaris jenderal mengevaluasi program PP dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 tahun;
f. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 10
Ketua-Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PP;
b. Pemegang kebijakan khusus PP, sesuai dengan bidang yang ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua umum/wakil ketua umum dalam hal keduanya berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua umum/wakil ketua umum, atau keputusan rapat pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris jenderal atau wakil kesekretaris jenderal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas ketua umum/wakil ketua umum, sesui dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua umum dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua umum berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang dibawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi wilayah sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PP yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua umum dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasi dan daerah binaannya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 11
Sekretaris Jenderal
(1) Status dan kedudukan
a. Pengurus harian PP;
b. Pemegang kebijakan umum Sekretariat Jenderal PP.
(2) Hak dan wewenang
a. Menentukan manajemen sekretariat jenderal;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua umum merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua umum kepadanya;
f. Bersama ketua umum menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab.
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat jenderal PP;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua umum dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat jenderal;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua umum/wakil ketua umum dan ketua-ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PP;
g. Bersama ketua umum mengevaluasi semua kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 12
Wakil-Wakil Sekretaris Jenderal
(1) Status dan kedudukan
a. Pengurus harian PP;
b. Pelaksana kebijakan khusus Sekretariat Jenderal PP, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris jenderal dalam hal sekretaris jenderal berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris jenderal dalam hal sekretaris jenderal berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua umum atau ketua-ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris jenderal;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 13
Bendahara Umum
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PP;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PP;
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua umum menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua umum;
e. Meminta laporan keuangan dari para wakil bendahara umum dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PP;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua umum;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan ketua umum;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PP;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua umum;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada rapat pleno;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 14
Wakil-Wakil Bendahara Umum
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PP;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PP.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara umum dalam hal bendahara umum berhalangan;
b. Membantu bendahara umum dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara umum dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua umum.
BAB VI
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PP
Pasal 15
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PP;
b. Pelaksana program khusus PP.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Kongres dan Rakernas yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanaan teknis pelaksanaan kegiatan PP;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendaharan umum.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PP yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PP;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PP harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, departemen jaringan sekolah dan pesantren, dan departemen hubungan luar negeri.
(5) PP diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 9 (sembilan) departemen.
Pasal 16
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PP;
b. Perangkat semi otonom PP;
c. Pelaksana program PP dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Kongres;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara umum;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara nasional.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PP;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua umum.
(4) Dalam kepengurusan PP harus diadakan lembaga Corp Barisan Pelajar (CBP), dan lembaga pers.
(5) PP diperkenankan menambah lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 4 (empat) lembaga.
Pasal 17
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PP;
b. Perangkat semi otonom PP;
c. Pelaksana program PP dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Kongres;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendaharan umum;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
f. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
d. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara nasional.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PP;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua umum.
(4) Dalam kepengurusan PP harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PP diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 18
Koordinator Wilayah
(1) Koordinator wilayah dijabat oleh para ketua PP yang ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan Pusat.
(2) Koordinator wilayah bertugas melakukan koordinasi, pendampingan dan monitoring secara intensif terhadap Pimpinan Wilayah yang menjadi wilayah dampingannya.
(3) Pembagian wilayah dampingan bisa didasarkan pada zona geografis yang selanjutnya diatur dengan Keputusan Pimpinan Pusat.
(4) Koordinator wilayah berkewajiban melaporkan tugas dan perkembangan wilayah dampingannya kepada ketua umum secara berkala.
Pasal 19
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab I s/d Bab III, akan diatur dalam Peraturan Pimpinan Pusat.
BAB VII
PIMPINAN WILAYAH
Pasal 20
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PW IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat propinsi.
(2) PW berkedudukan di ibukota propinsi, daerah khusus atau daerah istimewa.
(3) Daerah kerja PW meliputi seluruh wilayah propinsi, daerah khusus atau daerah istimewa yang bersangkutan.
Pasal 21
Susunan Pengurus
(1) Susunan Pengurus PW terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil-wakil ketua, sekretaris, wakil-wakil sekretaris, bendahara, wakil-wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU).
(3) Dewan Pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PP sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Konferensi Wilayah, dipilih dan ditetapkan oleh Konferensi Wilayah.
(5) Anggota pengurus harian PW diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Konferensi Wilayah.
(6) Anggota pengurus lengkap PW diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PW disahkan oleh PP IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari PWNU setempat.
Pasal 22
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Konferensi Wilayah.
(2) Memimpin dan mengkoordinir Pimpinan Cabang di daerah kerjanya.
(3) Menerbitkan Surat Rekomendasi Pengesahan kepengurusan PC setelah mempelajari komposisi personalia kepengurusan lengkap.
(4) Mengusulkan berdirinya Pimpinan Cabang IPNU kepada Pimpinan Pusat.
(5) Mengusulkan pembekukan PC yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
(6) Menghadiri setiap undangan PP IPNU, PW NU dan PC IPNU yang berada di daerah kerjanya, yang dianggap penting.
(7) Memberikan laporan periodik (tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara regional kepada PP IPNU dan PW NU, dengan tembusan PC IPNU.
(8) Pimpinan Wilayah dapat membentuk koordinator daerah sesuai¬ kebutuhan.
(9) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara regional kepada Konferensi Wilayah.
BAB VIII
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PW
Pasal 23
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Konferensi Wilayah;
b. Pengurus harian PW;
c. Pemegang kebijakan umum PW;
d. Koordinator umum program PW.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PW baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PW yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama bendahara atau wakil bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PW;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PW secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PW;
d. Mengevaluasi secara umum program PW dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres dan Konferensi Wilayah;
f. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara regional;
g. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Konferensi Wilayah.
Pasal 24
Wakil-Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pemegang kebijakan khusus PW, sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan rapat pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris atau wakil kesekretaris.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas ketua, sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang dibawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi daerah sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PW yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasi dan daerah binaannya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua;
Pasal 25
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PW.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat PW;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakil-wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PW;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 26
Wakil-Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PW, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan;
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan/atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil-wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 27
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PW;
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari para wakil bendahara dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PW;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal dan tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PW;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada rapat pleno PW;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 28
Wakil-Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PW.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal bendahara berhalangan;
b. Membantu bendahara dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB IX
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PW
Pasal 29
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PW;
b. Pelaksana program khusus PW.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Konferwil dan Rakerwil yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PW;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PW yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PW;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PW harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, dan departemen jaringan sekolah dan pesantren.
(5) PW diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 9 (sembilan) departemen.
Pasal 30
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PW;
b. Perangkat semi otonom PW;
c. Pelaksana program PW dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Konferwil;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
g. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
d. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Wilayah untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara regional
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PW;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PW harus diadakan lembaga Corp Barisan Pelajar (CBP), dan lembaga pers.
(5) PW diperkenankan menambah lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 3 (tiga) lembaga.
Pasal 31
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PW;
b. Perangkat semi otonom PW;
c. Pelaksana program PW dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konferwil;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada Bendaharan;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Wilayah untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara regional.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PW;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PW harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PW diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 32
Koordinator Daerah
(1) Koordinator daerah dijabat oleh para wakil ketua PW yang dtentukan melalui Keputusan Pimpinan Wilayah.
(2) Koordinator daerah bertugas melakukan koordinasi, pendampingan dan monitoring secara intensif terhadap Pimpinan Cabang yang menjadi daerah dampingannya.
(3) Pembagian daerah dampingan bisa didasarkan pada zona geografis yang selanjutnya akan diatur melalui Keputusan Pimpinan Wilayah.
(4) Koordinator Daerah berkewajiban melaporkan tugas dan perkembangan daerah dampingannya kepada Ketua PW secara berkala..
Pasal 33
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab IV s/d Bab VI, dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Wilayah.
BAB X
PIMPINAN CABANG
Pasal 34
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PC IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat kabupaten/kotamadya/kota administratif.
(2) PC berkedudukan di ibukota kabupaten/kotamadya/kota administratif.
(3) Daerah kerja PC meliputi seluruh wilayah kabupaten/kotamadya/kota administratif yang bersangkutan,.
Pasal 35
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PC terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil-wakil ketua, sekretaris, wakil-wakil sekretaris, bendahara, wakil-wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU).
(3) Dewan pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PC sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Konferensi Cabang, dipilih dan ditetapkan oleh Konferensi Cabang.
(5) Anggota pengurus harian PC diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Konferensi Cabang.
(6) Anggota pengurus lengkap PC diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PC disahkan oleh PP IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari PW IPNU dan PCNU setempat.
Pasal 36
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Konferensi Cabang.
(2) Memimpin dan mengkoordinir Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat di daerah kerjanya.
(3) Menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PAC IPNU yang setekah mendapatkan rekomendasi dari MWC NU setempat; menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PR IPNU setelah mendapatkan rekomendasi dari PAC IPNU dan PRNU setempat; dan menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PK IPNU setelah mendapat rekomendasi dari PAC IPNU dan/atau pimpinan lembaga pendidikan, dengan terlebih dahulu mempelajari komposisi personalia kepengurusan lengkap.
(4) Mengupayakan berdirinya Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat, dan melaporkannya kepada Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat.
(5) Menghadiri setiap undangan PP IPNU, PW IPNU. PCNU, PAC IPNU, PR IPNU dan PK PKNU di daerah kerjanya, yang dianggap penting.
(6) Memberikan laporan periodik (tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara lokal kepada PCNU dan PP IPNU, dengan tembusan PW IPNU.
(7) Membekukan PAC, PR atau PK yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku, setelah melakukan pendekatan dan atas pertimbangan pengurus NU setempat.
(8) Pimpinan Cabang dapat membentuk koordinator kecamatan sesuai¬ kebutuhan.
(9) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara regional kepada Konferensi Cabang.
BAB XI
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PC
Pasal 37
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Konferensi Cabang;
b. Pengurus harian PC;
c. Pemegang kebijakan umum PC;
d. Koordinator umum program PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PC baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PC yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama Bendahara atau Wakil Bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PC;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PC secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PC;
d. Mengevaluasi secara umum program PC dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres, Konferwil dan Konfercab;
f. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara lokal;
g. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Konferensi Cabang.
Pasal 38
Wakil-Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
b. Pengurus harian PC;
c. Pemegang kebijakan khusus PC, sesuai bidang yang telah ditetapkan;
d. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan papat pleno’
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris atau wakil kesekretaris.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tigas ketua, sesui dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang di bawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi kecamatan sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PC yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasi dan kecamatan binaannya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 39
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PC;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat PC;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakil-wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PC;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 40
Wakil-Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PC;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PC, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil-wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 41
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PC;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari para wakil bendahara dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PC;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal dan tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PC;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada rapat pleno PC;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 42
Wakil-Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PC;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal bendahara berhalangan;
b. Membantu bendahara dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XII
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PC
Pasal 43
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PC;
b. Pelaksana program khusus PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Konfercab dan Rakercab yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PC;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PC yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PC;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PC harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, dan departemen jaringan sekolah dan pesantren.
(5) PC diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 7 (tujuh) departemen.
Pasal 44
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PC;
b. Perangkat semi otonom PC;
c. Pelaksana program PC dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Konfercab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PC;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua.
(4) Dalam kepengurusan PC harus diadakan lembaga Corp Barisan Pelajar (CBP) dan lembaga pers.
(5) PC diperkenankan menambah lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 3 (tiga) lembaga.
Pasal 45
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PC;
b. Perangkat semi otonom PC;
c. Pelaksana program PC dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Konfercab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PC;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PC harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PC diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 46
Koordinator Kecamatan
(1) Koordinator kecamatan dijabat oleh para Wakil Ketua PC yang dtentukan melalui Keputusan Pimpinan Cabang.
(2) Koordinator kecamatan bertugas melakukan koordinasi, pendampingan dan monitoring secara intensif terhadap Pimpinan Anak Cabang yang menjadi kecamatan dampingannya.
(3) Pembagian kecamatan dampingan bisa didasarkan pada zona geografis yang selanjutnya akan diatur melalui Keputusan Pimpinan Cabang.
(4) Koordinator Kecamatan berkewajiban melaporkan tugas dan perkembangan kecamatan dampingannya kepada Ketua PC secara berkala.
Pasal 47
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab VII s/d Bab IX, dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Cabang.
BAB XIII
PIMPINAN CABANG ISTIMEWA
Pasal 48
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PCI IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi IPNU di sebuah negara di luar negeri.
(2) PCI berkedudukan di salah satu kota di luar negeri.
(3) Daerah Kerja PCI meliputi seluruh wilayah pada suatu negara yang bersangkutan.
Pasal 49
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PCI terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil-wakil ketua, sekretaris, wakil-wakil sekretaris, bendahara, wakil-wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU).
(3) Dewan pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PCI sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Konferensi Cabang, dipilih dan ditetapkan oleh Konferensi Cabang.
(5) Anggota pengurus harian PCI diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Konferensi Cabang.
(6) Anggota pengurus lengkap PCI diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PC disahkan oleh PP IPNU, setelah mendapat rekomendasi PBNU.
Pasal 50
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Konferensi Cabang Istimewa.
(2) Memimpin dan mengkoordinir anggota di daerah kerjanya.
(3) Menghadiri setiap undangan PP IPNU dan PCI NU yang dianggap penting.
(4) Memberikan laporan periodik tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi kepada PCI NU dan PP IPNU.
(5) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam kepada Konferensi cabang.
BAB XIV
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PCI
Pasal 51
K e t u a
(1) Status dan Kedudukan:
a. Mandataris Konferensi Cabang;
b. Pengurus harian PCI;
c. Pemegang kebijakan umum PCI;
d. Koordinator umum program PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PCI baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PCI yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama bendahara atau wakil bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PCI;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PCI secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PCI;
d. Mengevaluasi secara umum program PCI dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Konggres, dan Konfercab;
f. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi;
g. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Konferensi Cabang.
Pasal 52
Wakil-Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pemegang kebijakan khusus PCI, sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan papat pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris atau wakil kesekretaris.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas ketua, sesui dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang di bawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi daerah sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PCI yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasi dan daerah binaannya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 53
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat PCI;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakil-wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PCI;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 54
Wakil-Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PCI, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang Sekretaris dalam hal Sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
f. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil-wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua;
Pasal 55
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akutabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari dari para wakil bendahara dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PCI;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan Ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PCI;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan Ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada rapat pleno PCI;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 56
Wakil-Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal bendahara berhalangan;
b. Membantu ketua melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XV
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PCI
Pasal 57
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PCI;
b. Pelaksana program khusus PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Konfercab dan Rakercab yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PCI;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PCI yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PCI;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PCI harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, departemen jaringan perguruan tinggi di negara yang bersangkutan.
(5) PC diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 7 (tujuh) departemen.
Pasal 58
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PCI;
b. Perangkat semi otonom PCI;
c. Pelaksana program PCI dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konfercab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara di negara yang bersangkutan.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PCI;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) PCI diperkenankan mengadakan lembaga-lembaga sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 3 (tiga) lembaga.
Pasal 59
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PCI;
b. Perangkat semi otonom PCI;
c. Pelaksana program PCI dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konfercab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Daerah untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan di negara yang bersangkutan.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PCI;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PCI harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PCI diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 60
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab X s/d Bab XII, dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa.
BAB XVI
PIMPINAN ANAK CABANG
Pasal 61
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PAC IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat kecamatan.
(2) PAC berkedudukan di ibukota kecamatan.
(3) Daerah kerja PAC meliputi seluruh wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Pasal 62
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PAC terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil-wakil ketua, sekretaris, wakil-wakil sekretaris, bendahara, wakil-wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Musyawarah Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU).
(3) Dewan pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PAC sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Konferensi Anak Cabang, dipilih dan ditetapkan oleh Konferensi Anak Cabang.
(5) Anggota pengurus harian PAC diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Konferensi Anak Cabang.
(6) Anggota pengurus lengkap PAC diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PAC disahkan oleh PC IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari MWC NU setempat.
Pasal 63
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Konferensi Anak Cabang.
(2) Memimpin dan mengkoordinir Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat di daerah kerjanya.
(3) Menerbitkan Surat Rekomendasi Pengesahan kepengurusan PC setelah mempelajari komposisi personalia kepengurusan lengkap.
(4) Mengusulkan berdirinya Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisari¬at kepada Pimpinan Cabang.
(5) Mengusulkan pembekukan PR/PK yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
(6) Menghadiri setiap undangan PC IPNU, MWC NU setempat, PR IPNU dan PK IPNU di daerah kerjanya.
(7) Memberikan laporan periodik (tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara lokal kepada PC IPNU dan MWC NU, dengan tembusan PR dan PK IPNU.
(8) Pimpinan Anak Cabang dapat membentuk koordinator kawasan sesuai¬ kebutuhan.
(9) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik keluar maupun kedalam secara lokal kepada Konferensi Anak Cabang.
BAB XVII
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PAC
Pasal 64
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Konferensi Anak Cabang;
b. Pengurus harian PAC;
c. Pemegang kebijakan umum PAC;
d. Koordinator umum program PAC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PAC baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PAC yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama bendahara atau wakil bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PAC;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PAC secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PAC;
d. Mengevaluasi secara umum program PAC dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres dan Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang dan Konferensi Anak Cabang;
a. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara lokal;
f. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Konferensi Anak Cabang.
Pasal 65
Wakil-Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pemegang kebijakan khusus PAC, sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan rapat pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris atau wakil kesekretaris.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tigas ketua, sesui dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang dibawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi kecamatan sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PAC. yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasinya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 66
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PAC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat PAC;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakil-wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PAC;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 67
Wakil-Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PAC, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil-wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 68
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PAC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari para wakil bendahara dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PAC;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PAC;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada di hadapan rapat pleno PAC;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 69
Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PAC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang Bendahara dalam hal Bendahara berhalangan;
b. Membantu bendahara dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua Umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XVIII
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PAC
Pasal 70
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PAC;
b. Pelaksana program khusus PAC
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Konferancab dan Rakerancab yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanaan teknis pelaksanaan kegiatan PAC;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PAC yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PAC;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PAC harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, dan departemen jaringan sekolah dan pesantren.
(5) PAC diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 6 (enam) departemen.
Pasal 71
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PAC;
b. Perangkat semi otonom PAC;
c. Pelaksana program PAC dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konferancab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Anak Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PAC;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PAC harus diadakan lembaga Corp Barisan Pelajar (CBP).
(5) PAC diperkenankan menambah lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 3 (tiga) lembaga.
Pasal 72
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PAC;
b. Perangkat semi otonom PAC;
c. Pelaksana program PAC dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konferancab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada Bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Anak Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PAC;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PAC harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PAC diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 73
Koordinator Kawasan
(1) Koordinator kawasan adalah jabatan non-struktural yang ada di Pimpinan Anak Cabang untuk membantu ketua dalam mengkoordinasikan Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat.
(2) Koordinator kawasan dijabat oleh para Wakil Ketua PAC yang dtentukan melalui Keputusan Pimpinan Anak Cabang.
(3) Koordinator Kecamatan bertugas melakukan koordinasi, pendampingan dan monitoring secara intensif terhadap Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat yang menjadi kawasan dampingannya.
(4) Pembagian kawasan dampingan bisa didasarkan pada zona geografis yang selanjutnya akan diatur melalui Keputusan Pimpinan Anak Cabang.
(5) Koordinator kawasan berkewajiban melaporkan tugas dan perkembangan kawasan dampingannya kepada Ketua PAC secara berkala.
Pasal 74
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab XIII s/d Bab XV dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Anak Cabang.
BAB XIX
PIMPINAN RANTING
Pasal 75
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PR IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat desa atau kelurahan.
(2) PR berkedudukan di desa/ kelurahan/ kawasan pemukiman atau sejenisnya.
(3) Daerah kerja PR meliputi seluruh wilayah desa/kelurahan/kawasan pemukiman atau sejenisya yang bersangkutan.
Pasal 76
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PR terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PR NU).
(3) Dewan pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PR sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Rapat Anggota, dipilih dan ditetapkan oleh Rapat Anggota.
(5) Anggota pengurus harian PR diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Rapat Anggota.
(6) Anggota pengurus lengkap PR diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PR disahkan oleh PC IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari PAC IPNU dan PRNU setempat.
Pasal 77
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Rapat Anggota.
(2) Memimpin dan mengkoordinir anggota di daerah kerjanya.
(3) Menghadiri setiap undangan PC IPNU dan PAC IPNU dan PRNU setempat yang dianggap penting.
(4) Memberikan laporan periodik (setengahtahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara lokal kepada PC IPNU dan PRNU, dengan tembusan PAC IPNU.
(5) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara lokal kepada Rapat Anggota.
BAB XX
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PR
Pasal 78
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Rapat Anggota;
b. Pengurus harian PR;
c. Pemegang kebijakan umum PR;
d. Koordinator umum program PR.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PR baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PR yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama bendahara atau wakil bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PR;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PR secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PR;
d. Mengevaluasi secara umum program PR dan kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan dalam kurun 1 tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang dan Konferensi Anak Cabang dan Rapat Anggota;
f. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara lokal;
g. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Rapat Anggota.
Pasal 79
Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pemegang kebijakan khusus PR, sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal Ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan Rapat Pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak luar lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi bersama sekretaris atau wakil kesekretaris dalam hal ketua berhalangan.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas ketua, dalam bidang yang telah ditentukan;
b. Mewakili Ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang di bawahinya;
e. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PR. yang berada di bawah koordinasinya;
f. Mengevaluasi program-program yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 tahun;
g. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 80
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PR.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen Sekretariat;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama Ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh Ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan Ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan Wakli Ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PR;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 81
Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PR, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang Sekretaris dalam hal Sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili Sekretaris dalam hal Sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama Ketua atau Wakil Ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas Sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi Wakil Ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua mengevaluasi program yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 82
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PR.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akutabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama Ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari panitia pelaksana yang dibentuk PR dan/atau wakil bendahara lainnya;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PR.
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua.
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada di hadapan rapat pleno PR.
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 83
Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PR.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal Bendahara berhalangan;
b. Membantu ketua dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XXI
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PR
Pasal 84
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PR;
b. Pelaksana program khusus PR
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Rapat Anggota yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PR;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PR yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PR;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PR harus diadakan departemen pengkaderan, dan departemen pengembangan organisasi.
(5) PR diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 6 (enam) departemen.
Pasal 85
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PR;
b. Perangkat semi otonom PR;
c. Pelaksana program PR dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Rapat Anggota;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Ranting untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PR;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua.
(4) PR diperkenankan mengadakan lembaga-lembaga sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) lembaga.
Pasal 86
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PR;
b. Perangkat semi otonom PR;
c. Pelaksana program PR dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Rapat Anggota;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Ranting untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PR;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua.
(4) PR diperkenankan mengadakan badan sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 87
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab XVI s/d Bab XVIII dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Ranting.
BAB XXII
PIMPINAN KOMISARIAT
Pasal 88
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PK IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat sekolah, pesantren, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lainnya.
(2) PK berkedudukan di lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(3) Daerah Kerja PK meliputi seluruh wilayah dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 89
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PK terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan
(3) Dewan Pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PK sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Rapat Anggota, dipilih dan ditetapkan oleh Rapat Anggota.
(5) Anggota pengurus harian PK diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Rapat Anggota.
(6) Anggota pengurus lengkap PK diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PK disahkan oleh PC IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari PAC IPNU dan PRNU setempat.
Pasal 90
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Rapat Anggota.
(2) Memimpin dan mengkoordinir anggota di daerah kerjanya.
(3) Menghadiri setiap undangan PC dan PAC.
(4) Memberikan laporan periodik (setengahtahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara lokal kepada PC IPNU dan Pimpinan Lembaga Pendidikan, dengan tembusan PAC IPNU.
(5) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara lokal kepada Rapat Anggota.
BAB XXIII
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PK
Pasal 91
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Rapat Anggota;
b. Pengurus harian PK;
c. Pemegang kebijakan umum PK.
d. Koordinator umum program PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PK baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PK yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama Bendahara atau Wakil Bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PK;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PK secara umum.
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum.
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PK.
d. Mengevaluasi secara umum program PK dan kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan dalam kurun 1 tahun.
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang dan Konferensi Anak Cabang dan Rapat Anggota.
g. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara lokal.
h. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Rapat Anggota.
Pasal 92
Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pemegang kebijakan khusus PK, sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari Ketua, atau keputusan Rapat Pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak luar lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi bersama sekretaris atau wakil kesekretaris dalam hal ketua berhalangan.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas Ketua, dalam bidang yang telah ditentukan;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang di bawahinya;
e. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PK. yang berada di bawah koordinasinya;
f. Mengevaluasi program-program yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 tahun;
g. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 93
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PK;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama Ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum.
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh Ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PK;
g. Bersama Ketua mengevaluasi semua kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 tahu;.
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 94
Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PK;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PK, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua mengevaluasi program yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 95
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PK;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama Ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari panitia pelaksana yang dibentuk PR dan/atau wakil bendahara lainnya;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PR;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada di hadapan rapat pleno PR;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 96
Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PK;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal bendahara berhalangan;
b. Membantu bendahara dalam melakukan internal audit terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya;
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XXIV
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PK
Pasal 97
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PK;
b. Pelaksana program khusus PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Rapat Anggota yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PK;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PK yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PK;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PK harus diadakan departemen pengkaderan, dan departemen pengembangan organisasi;
(5) PK diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 6 (enam) departemen.
Pasal 98
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PK;
b. Perangkat semi otonom PK;
c. Pelaksana program PK dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Rapat Anggota;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Ranting untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PK;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) PK diperkenankan mengadakan lembaga-lembaga sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) lembaga.
Pasal 99
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PK;
b. Perangkat semi otonom PK;
c. Pelaksana program PR dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Rapat Anggota;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Ranting untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PK;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PK harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PK diperkenankan menambah badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 100
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab XVI s/d Bab XVIII dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Komisariat.
Bagian Kedua
MEKANISME KEORGANISASIAN
BAB XXV
PROSEDUR PEMBENTUKAN ORGANISASI
Pasal 101
Pembentukan Pimpinan Wilayah
(1) Di setiap propinsi dapat dibentuk Pimpinan Wilayah
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Wilayah disampaikan kepada Pimpinan Pusat dengan disertai keter¬angan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah cabang yang ada di daerah yang bersangkutan
(3) Pimpinan Pusat memberikan mandat kepada Pengurus Wilayah NU setempat untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Wilayah IPNU
(4) Pengurus Wilayah NU melaporkan pembentukan PW dan memberikan rekomendasi kepada PP IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PW IPNU yang bersangkutan
(5) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PW yang bersangkutan, Pimpinan Pusat berkewajiban mengesahkan kepengurusan PW dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 102
Pembentukan Pimpinan Cabang
(1) Di setiap kabupaten/kotamadya/kota administratif dapat dibentuk Pimpinan Cabang
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Cabang disampaikan kepada Pimpinan Pusat dengan disertai keter¬angan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah anak cabang yang ada di daerah yang bersangkutan
(3) Pimpinan Pusat memberikan mandat kepada Pimpinan Wilayah untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Cabang IPNU
(4) Apabila Pimpinan Wilayah IPNU di propinsi yang bersangkutan belum terbentuk, maka pembentukan Pimpinan Cabang bisa dilakukan oleh Pengurus Cabang NU setempat
(6) Pimpinan Wilayah IPNU dan/atau Pengurus Cabang NU setempat melaporkan pembentukan PC dan memberikan rekomendasi kepada PP IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PC IPNU yang bersangkutan
(7) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PC yang bersangkutan, Pimpinan Pusat berkewajiban mengesahkan kepengurusan PC dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 103
Pembentukan Pimpinan Cabang Istimewa
(1) Di setiap negara dapat dibentuk Pimpinan Cabang Istimewa
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Cabang Istimewa disam¬paikan kepada Pimpinan Pusat dengan disertai keterangan tentang jumlah anggota di negara yang bersangkutan
(3) Pimpinan Pusat memberikan mandat kepada Pengurus Cabang Istimewa NU setempat untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Cabang Istimewa IPNU.
(4) Pengurus Cabang Istimewa NU melaporkan pembentukan PCI IPNU dan memberikan rekomendasi kepada PP IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PCI IPNU yang bersangkutan
(5) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PCI yang bersangkutan, Pimpinan Pusat berkewajiban mengesahkan kepengurusan PCI dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 104
Pembentukan Pimpinan Anak Cabang
(1) Di setiap kecamatan dapat dibentuk Pimpinan Anak Cabang
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Anak Cabang disampaikan kepada Pimpinan Cabang dengan disertai keter¬angan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah ranting/komisariat yang ada di daerah yang bersangkutan
(3) Pimpinan Cabang memberikan mandat kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang NU setempat untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Anak Cabang IPNU
(4) Pengurus Majelis Wakil Cabang NU melaporkan pembentukan PAC dan memberikan rekomendasi kepada PC IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PAC IPNU yang bersangkutan
(5) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PAC yang bersangkutan, Pimpinan Pusat berkewajiban mengesahkan kepengurusan PAC dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 105
Pembentukan Pimpinan Ranting
(1) Di setiap desa/kelurahan dapat dibentuk Pimpinan Ranting
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Ranting disampaikan kepada Pimpinan Cabang dengan disertai keter¬angan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah anggota yang ada di daerah yang bersangkutan
(3) Pimpinan Cabang memberikan mandat kepada Pimpinan Anak Cabang untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Ranting IPNU
(4) Apabila Pimpinan Anak Cabang IPNU di kecamatan yang bersangkutan belum terbentuk, maka pembentukan Pimpinan Ranting bisa dilakukan oleh Pengurus Ranting NU setempat
(5) Pimpinan Anak Cabang IPNU dan/atau Pengurus Ranting NU setempat melaporkan pembentukan PR dan memberikan rekomendasi kepada PC IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PR IPNU yang bersangkutan
(6) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PR yang bersangkutan, Pimpinan Cabang berkewajiban mengesahkan kepengurusan PR dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 106
Pembentukan Pimpinan Komisariat
(1) Di setiap lembaga pendidikan dapat dibentuk Pimpinan Komisariat
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Komisariat disampaikan kepada Pimpinan Cabang dengan disertai keter¬angan tentang lembaga pendidikan yang bersangkutan dan jumlah anggota yang ada di lembaga yang bersangkutan
(3) Pimpinan Cabang memberikan mandat kepada Pimpinan Anak Cabang untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Komisariat IPNU
(4) Apabila Pimpinan Anak Cabang IPNU di kecamatan yang bersangkutan belum terbentuk, maka pembentukan Pimpinan Komisariat bisa dilakukan oleh pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan, terutama jika lembaga pendidikan dimaksud berada di bawah naungan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, RMI atau lembaga-lembaga NU lainnya
(5) Pimpinan Anak Cabang IPNU dan/atau pimpinan lembaga yang bersangkutan melaporkan pembentukan PK dan memberikan rekomendasi kepada PC IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PK IPNU yang bersangkutan
(6) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PK yang bersangkutan, Pimpinan Cabang berkewajiban mengesahkan kepengurusan PK dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
BAB XXVI
RESTRUKTURISASI KEPENGURUSAN
Pasal 107
Sebab Kekosongan Kepengurusan
Kekosongan kepengurusan terjadi karena sebab-sebab berikut:
a. Demisionerisasi resmi;
b. Demisionerisasi otomatis;
c. Pembekuan kepengurusan.
Pasal 108
Demisionerisasi Resmi
(1) Setiap kepengurusan pada dasarnya mengalami domisionerisasi resmi di akhir suatu masa khidmat secara normal.
(2) Demisionerisasi resmi sebagaimana ayat (1) dinyatakan secara resmi di hadapan Kongres/ Konferensi/ Rapat Anggota oleh ketua yang didampingi oleh semua pengurus yang bersangkutan.
(3) Restrukturisasi kepengurusan akibat demisionerisasi resmi ditempuh melalui prosedur umum berupa Kongres, Konferensi maupun Rapat Anggota.
Pasal 109
Demisionerisasi Otomatis
(1) Kepengurusan yang telah melewati 4 (empat) bulan dari masa khidmat yang telah ditetapkan, secara otomatis mengalami demisionerisasi.
(2) Waktu berakhirnya masa khidmat sebagaimana ayat (1) merujuk pada masa berlaku Surat Pengesahan.
(3) Kepengurusan yang telah mengalami demisionerisasi otomatis secara otomatis kehilangan hak dan kewenangannya sebagai pengurus.
(4) Restrukturisasi kepengurusan karena demisionerisasi otomatis ditempuh dengan mekanisme caretaker, setelah dilakukan tahapan peringatan oleh tingkat yang mengesahkan kepengurusan yang bersangkutan.
Pasal 110
Pembekuan Kepengurusan
(1) Kepengurusan pada tingkat PW, PC, PAC, PR, PK dapat dibekukan karena sebab-sebab tertentu.
(2) Sebab pembekuan sebagaimana maksud pada ayat (1) antara lain adanya pelanggaran terhadap PD-PRT, pembangkangan terhadap keputusan organisasi, dan/atau adanya perilaku organisasi yang bertentangan dengan akhlaq nahdliyah.
(3) Pembekuan dilakukan oleh tingkat kepengurusan yang menerbitkan pengesahan kepengurusan yang bersangkutan setelah dilakukan investigasi dan tahapan peringatan.
(4) Untuk mengatasi kekosongan kepengurusan akibat pembekuan, maka diberlakukan mekanisme caretaker.
Pasal 111
Caretaker
(1) Pengurus caretaker adalah tingkat kepengurusan di atas tingkat yang bersangkutan, yaitu:
a. Caretaker Pimpinan Wilayah adalah Pimpinan Pusat
b. Caretaker Pimpinan Cabang adalah Pimpinan Pusat dan Pimpinan Wilayah.
c. Caretaker Pimpinan Anak Cabang adalah Pimpinan Cabang.
d. Caretaker Pimpinan Ranting/Pimpinan Komisariat adalah Pimpinan Cabang dan Pimpinan Anak Cabang.
(2) Struktur caretaker sebagaimana ayat (1) terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan 2 (dua) orang anggota.
(3) Tugas caretaker adalah melakukan konsolidasi internal dan menyelenggarakan Koperensi/Rapat Anggota.
(4) Masa tugas caretaker adalah sampai terpilihnya ketua baru dan tim formatur dengan batas waktu maksimal 3 bulan sejak terbentuknya caretaker.
Pasal 112
Pembatalan Hasil Konferensi/Rapat Anggota
(1) Ketua terpilih hasil Konferensi/Rapat Anggota bisa dibatalkan karena sebab-sebab tertentu.
(2) Sebab pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain adanya pelanggaran terhadap PD-PRT, pemalsuan dokumen, kebohongan publik, dan/atau perilaku-perilaku amoral lain dalam proses pemilihannya.
(3) Pembatalan dilakukan oleh tingkat di atasnya setelah dilakukan investigasi dan verifikasi berdasarkan laporan.
(4) Untuk mengatasi kekosongan kepengurusan akibat pembatalan tersebut, maka diberlakukan mekanisme caretaker untuk menyelenggarakan pemilihan ulang ketua.
Pasal 113
Pemilihan Ulang
(1) Pemilihan ulang dilakukan untuk memilih ketua akibat terjadi pembatalan ketua hasil pemilihan pada Konferensi/Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada pasal 112.
(2) Pemilihan ulang dilakukan dalam sebuah forum yang diselenggarakan untuk itu, sebagai kelanjutan dari Konferensi/Rapat Anggota.
(3) Pemilihan ulang diselenggarakan oleh pengurus caretaker dan diikuti oleh peserta Konferensi/Rapat Anggota yang dilaksanakan sebelumnya.
(4) Forum pemilihan ulang juga berwewenang untuk memilih tim formatur.
(5) Tingkat keabsahan ketua dan tim formatur hasil pemilihan ulang sama dengan hasil permusyawaratan Konferensi/rapat anggota.
BAB XXVII
MEKANISME PENGISIAN KEKOSONGAN JABATAN
Pasal 114
Kekosongan Jabatan Ketua Umum/Ketua
(1) Kekosongan jabatan ketua umum (untuk PP) atau ketua (untuk PW, PC, PAC, PR/PK) hasil Kongres, Kongres Luar Biasa/Konferensi/Konferensi Luar Biasa/ Rapat Anggota/Rapat Anggota Luar Biasa, terjadi karena yang bersangkutan berhalangan tetap atau berhalangan tidak tetap.
(2) Berhalangan tetap terjadi karena yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri secara suka rela dan beralasan, atau diberhentikan secara tetap karena melanggar PD-PRT dan/atau peraturan organisasi lainnnya, atau didesak untuk mundur oleh separoh lebih satu dari pimpinan setingkat di bawahnya karena yang bersangkutan tidak melaksanakan tugasnya.
(3) Berhalangan tidak tetap terjadi karena sakit tidak permanen, menunaikan ibadah haji, menjalankan tugas belajar atau tugas lainnya ke luar negeri atau luar daerah kerjanya, atau permintaan ijin cuti karena sesuatu hal yang dikabulkan.
Pasal 115
Pejabat Ketua Umum/Ketua
(1) Pengisian kekosongan jabatan ketua umum/ketua sebagaimana pasal 114 ayat (1) karena berhalangan tetap, maka mekanismenya dengan penunjukkan Pejabat Ketua Umum/Ketua (Pj. Ketua Umum/Ketua) oleh rapat pleno.
(2) Setiap selesai penunjukkan Pj.,Ketua Umum/Ketua, diharuskan mengajukan permohonan pengesahan kembali guna mendapatkan legalisasi.
(3) Pj. Ketua Umum/Ketua bertugas melanjutkan kepemimpinan organisasi sampai berakhirnya masa khidmat kepengurusan tersebut.
(4) Pj. Ketua Umum/Ketua mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Kongres/Konferensi/Rapat Anggota.
Pasal 116
Pejabat Sementara Ketua Umum/Ketua
(1) Pengisian kekosongan jabatan ketua umum/ketua sebagaimana pasal 114 ayat (1) karena berhalangan tidak tetap, maka mekanismenya penunjukan Pejabat Sementara Ketua Umum/Ketua (Pjs. Ketua Umum/Ketua).
(2) Penunjukkan Pjs. Ketua Umum/Ketua sebagaimana ayat (1) dilakukan dengan melimpahan tugas dan wewenang oleh Ketua Umum/Ketua kepada Wakil Ketua Umum/Ketua/Wakil Ketua.
(3) Pjs. Ketua Umum/ Ketua bertugas menjalankan kepemimpinan organisasi sampai berakhirnya halangan tidak tetap dan/atau dicabutnya pelimpahan wewenang.
(4) Penanggung jawab organisasi secara umum tetap berada pada Ketua Umum/Ketua hasil Kongres/Konferensi/Rapat Anggota.
Pasal 117
Kekosongan Jabatan Pengurus Non-Ketua Umum/Ketua
(1) Kekosongan jabatan pengurus non-Ketua Umum/Ketua terjadi karena pengurus yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri secara suka rela dan beralasan, atau diberhentikan secara tetap karena melanggar PD-PRT dan/atau peraturan organisasi lainnnya.
(2) Kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terjadi karena yang bersangkutan berhalangan tidak tetap.
(3) Pengisian kekosongan jabatan pengurus dilakukan dengan mekanisme reshuffle.
Pasal 118
Reshuffle
(1) Reshuffle pengurus dilaksanakan bila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. pengurus yang bersangkutan rangkap jabatan sebagaimana PRT pasal 21 ayat (3);
b. pengurus yang bersangkutan tidak aktif selama 6 bulan;
c. pengurus yang bersangkutan tidak menjalankan amanat organisasi yang menjadi tugas dan kewajibannya
d. pengurus yang bersangkutan melanggar PD/PRT dan/atau peraturan dan ketentuan organisasi lainnya;
e. terjadi kekosongan jabatan sebagaimana pasal 117.
(2) Reshuffle pengurus dilaksanakan melalui rapat harian dan/atau pleno, pada masing-masing tingkat kepengurusan.
(3) Setiap selesai reshuffle, kepengurusan yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan pengesahan kembali guna mendapatkan legalisasi atas susunan pengurus hasil reshuffle.
(4) Masa khidmat kepengurusan hasil reshuffle meneruskan masa khidmat kepengurusan yang bersangkutan.
BAB XXVIII
PELANTIKAN DAN PEMBEKALAN PENGURUS
Pasal 119
Pelantikan Pengurus
Pelantikan pengurus IPNU dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Pelantikan Pimpinan Pusat dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
b. Pelantikan Pimpinan Wilayah dilakukan oleh Pimpinan Pusat;
c. Pelantikan Pimpinan Cabang dilakukan oleh Pimpinan Pusat atau Pimpinan Wilayah atas nama Pimpinan Pusat;
d. Pelantikan Pimpinan Cabang Istimewa dilakukan oleh Pimpinan Pusat;
e. Pelantikan Pimpinan Anak Cabang dilakukan oleh Pimpinan Cabang;
f. Pelantikan Pimpinan Ranting dilakukan oleh Pimpinan Cabang dan/atau Pimpinan Anak Cabang atas nama Pimpinan Ca¬bang;
g. Pelantikan Pimpinan Komisariat dilakukan oleh Pimpinan Cabang atau Pimpinan Anak Cabang atas nama pimpinan Cabang, khusus Pimpinan Komisariat yang berkedudukan di Perguruan tinggi dilakukan oleh Pimpinan Cabang;
h. Jika pimpinan IPNU masing-masing tingkat organisasi yang berwenang atas prose¬dur pelantikan berhalangan, maka seluruhnya dapat dilaksanakan oleh Pengurus NU setingkat.
Pasal 120
Pembekalan Pengurus
(1) Kepengurusan baru pada semua tingkatan diwajibkan mengadakan pembekalan pengurus berupa orientasi dan/atau up-grading.
(2) Orientasi Pengurus adalah upaya penyamakan persepsi dan wawasan setiap personil pengurus terhadap persoalan, kebutuhan dan agenda-agenda organisasi.
(3) Up-grading adalah upaya untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan setiap personil pengurus agar bisa melaksanakan tugas sesuai dengan posisi dan jabatannya.
(4) Orientasi pengurus dan up-grading difasilitasi oleh fasilitator yang berpengalaman dalam organisasi dan gerakan sosial.
(5) Orientasi pengurus dan up-grading bisa diisi dengan agenda tambahan berupa ceramah dan kegiatan outbond.
BAB XXIX
PERENCANAAN PROGRAM KERJA
Pasal 121
Rencana Program
(1) Setiap tingkat kepengurusan diharuskan menyusun rencana program kerja.
(2) Rencana program kerja sebagaimana ayat (1) terdiri dari:
a. Rencana Program Jangka Pendek, yaitu setengah tahunan untuk PR/PK, satu tahunan untuk PAC, PC, PW dan PP;
b. Rencana Program Jangka Menengah, yaitu rencana program satu masa khidmat sesuai masing-masing tingkat kepengurusan.
Pasal 122
Penyusunan Rencana Program
(1) Rencana Program Jangka Pendek, selanjutnya disebut RPJP, disusun melalui rapat pleno di masing-masing tingkat kepengurusan dengan menjabarkan program jangka menengah.
(2) Rencana Program Jangka Menengah, selanjutnya disebut RPJM, disusun melalui rapat kerja di masing-masing tingkatan dengan menjabarkan hasil permusyawaratan pada masing-masing tingkat.
(3) Untuk mendukung penyusunan RPJM sebagaimana ayat (2), dilakukan strategic planning (SP) atau perencanaan strategis.
(4) Untuk mencapai tujuan organisasi secara nasional, maka semua penyusunan program harus merujuk pada GBPPP hasil Kongres.
Pasal 123
Strategic Planning
(1) Strategic planning (SP) sebagaimana Pasal 122 ayat (3) dilakukan untuk mewujudkan perencanaan program kerja yang tepat sasaran, terencana, terukur, integral dan strategis.
(2) Strategic planning (SP) sebagaimana ayat (1) dilaksanakan sebelum pelaksanaan rapat kerja di setiap tingkat kepengurusan (Rakernas/Rakerwil/Rakercab/ Rakerancab, Rapat Kerja Ranting, maupun Rapat Kerja Komisariat).
(3) Strategic planning (SP) setidaknya bisa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. analisis SWOT dan stakeholder;
b. penerjemahan visi dan misi ketua umum/ketua terpilih;
c. penerjemahan visi dan misi IPNU secara nasional;
d. identifikasi dan klasifikasi masalah;
e. perumusan langkah-langkah penyelesaian masalah;
f. perumusan program;
g. penentuan kegiatan;
(4) Hasil strategic planning (SP) selanjutnya dirumuskan menjadi bahan rapat kerja di masing-masing tingkat kepengurusan.
Pasal 124
Rapat Kerja
(1) Rapat kerja diselenggarakan oleh masing-masing tingkat kepengurusan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Paraturan Dasar.
(2) Rapat kerja diselenggarakan untuk menerjemahkan keputusan permusyawaratan yang lebih tinggi (Kongres/Konperensi/Rapat Anggota), menjabarkan hasil strategic planning (SP), dan menyerap aspirasi kepengurusan satu tingkat di bawahnya.
(3) Hasil-hasil rapat kerja tersebut selanjutnya dirumuskan oleh kepengurusan yang bersangkutan menjadi Rencana Program Jangka Menengah (RPJM).
Bagian Ketiga
PERSIDANGAN DAN RAPAT
BAB XXX
PERSIDANGAN
Pasal 125
Persidangan pada Kongres, Konferensi dan Rapat Anggota
(1) Persidangan pada Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang, Konferensi Anak Cabang dan Rapat Anggota pada intinya terdiri dari sidang pleno, sidang pleno gabungan dan sidang komisi.
(2) Pelaksanaan sidang pleno, sidang pleno gabungan dan sidang komisi sebagaimana dimaksud ayat (1) dipimpin oleh satu orang ketua sidang, satu orang sekretaris dan satu orang anggota.
Pasal 126
Sidang Pleno
(1) Sidang pleno diikuti oleh semua peserta Kongres/ Konferensi Wilayah/ Konferensi Cabang/ Konferensi Anak Cabang/Rapat Anggota dan bersifat pengam¬bilan suatu keputusan atau untuk penyampaian pengarahan.
(2) Sidang-sidang pleno setidaknya terdiri dari sidang pleno pembahasan tata tertib, sidang pleno tentang laporan pertanggung jawaban pengurus, sidang pleno tentang pemandangan umum atas LPJ, sidang pleno tentang pembahasan dan penetapan hasil sidang komisi-komisi, dan sidang pleno pemilihan ketua umum/ketua dan tim formatur.
Pasal 127
Sidang Pleno Gabungan
(1) Sidang pleno gabungan merupakan sidang gabungan antara peserta IPNU dengan IPPNU (bila acara dilaksanakan secara bersamaan).
(2) Sidang pleno gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bisa dilaksanakan sesuai kebutuhan dan kebijakan bersama.
(3) Sidang pleno gabungan bisa dilaksanakan dengan agenda sebagaimana agenda sidang pleno pada pasal 121 atau forum yang diadakan untuk seminar atau diskusi.
Pasal 128
Sidang Komisi
(1) Sidang komisi diikuti oleh sebagian peserta Kongres/Konferensi/Rapat Anggota yang dilaksanakan untuk membahas hal-hal yang bersifat khusus.
(2) Sidang-sidang komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setidaknya terdiri dari sidang komisi program kerja, sidang komisi keorganisasian, dan sidang komisi rekomendasi.
(3) Pada Kongres/Konferensi/Rapat Anggota dapat diadakan sidang-sidang lain sesuai kebutuhan.
BAB XXXI
RAPAT-RAPAT
Pasal 129
Jenis-Jenis Rapat
Rapat-rapat rutin IPNU terdiri dari:
a. Rapat Harian;
b. Rapat Pleno;
c. Rapat Pleno Paripurna;
d. Rapat Pleno Gabungan;
e. Rapat Pimpinan;
f. Rapat Koordinasi Bidang;
g. Rapat Panitia.
Pasal 130
Rapat Harian
(1) Rapat harian diikuti oleh pengurus harian.
(2) Rapat harian sebagaimana ayat (1) membahas:
a. hal-hal yang bersifat rutin;
b. hal-hal yang bersifat penting dan mendesak;
c. persiapan materi rapat pleno, rapat pleno paripurna, rapat pimpinan atau rapat pleno gabung.
Pasal 131
Rapat Pleno
(1) Rapat pleno diikuti oleh semua pengurus harian, departemen, lembaga dan badan.
(2) Rapat pleno sebagaimana ayat (1) membahas:
a. hal-hal yang bersifat penting dan menyangkut semua unsur organisasi;
b. hal-hal yang bersifat konsultatif dan koordinatif;
c. laporan pelaksanaan program kerja antar- departemen, lembaga dan badan kepada ketua umum/ketua;
d. evaluasi kepengurusan dan/atau penyelenggaraan organsiasi secara menyeluruh;
e. laporan keuangan.
Pasal 132
Rapat Pleno Paripurna
(1) Rapat pleno paripurna dihadiri oleh semua anggota kepengurusan (harian, departemen, lembaga, tim pelaksana (jika ada)) dan dewan pembina.
(2) Rapat pleno paripurna sebagaimana ayat (1) membahas:
a. hal-hal yang bersifat penting dan krusial;
b. sumbang saran dan pendapat dari dewan pembina.
Pasal 133
Rapat Pleno Gabungan
(1) Rapat pleno gabungan diselenggarakan bersama organ-organ lain di lingkungan Nahdlatul Ulama yang setingkat.
(2) Rapat gabungan sebagaimana ayat (1) membahas:
a. program/kegiatan yang dilaksanakn bersama;
b. sinergi program kerja;
c. hal-hal krusial yang harus dibahas bersama.
Pasal 134
Rapat Pimpinan
(1) Rapat pimpinan terdiri dari:
a. Rapat Pimpinan Nasional, disingkat Rapimnas, diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat dan diikuti oleh Ketua PW;
b. Rapat Pimpinan Wilayah, disingkat Rapimwil, diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah dan diikuti oleh Ketua PC;
c. Rapat Pimpinan Cabang, disingkat Rapimcab, diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang dan diikuti oleh Ketua PAC;
d. Rapat Pimpinan Anak Cabang, disingkat Rapimancab, diselenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang dan diikuti oleh Ketua PR dan Ketua PK.
(2) Rapat pimpinan diikuti oleh pimpinan yang setingkat di bawahnya.
(3) Rapat pimpinan sebagaimana ayat (1) membahas:
a. hal-hal prinsip organisasi sebagai usulan/rekomendasi pada tingkat kepengurusan yang lebih tinggi;
b. berlakunya aturan baru di tubuh IPNU;
c. hal-hal khusus yang harus disikapi bersama.
Pasal 135
Rapat Koordinasi Bidang
(1) Rapat koordinasi bidang diikuti oleh wakil ketua bidang, sekretaris atau bendahara pada kepengurusan setingkat di bawah.
(2) Rapat koordinasi bidang sebagaimana ayat (1) membahas:
a. progres report dan evaluasi pelaksanaan program bidang yang bersangkutan;
b. rencana pelaksanaan program pada bidang yang bersangkutan;
c. berlakunya aturan baru dalam bidang yang bersangkutan.
(3) Rapat koordinasi bidang terdiri dari:
a. Rapat Koordinasi Nasional, disingkat Rakornas, diselenggarakan oleh PP;
b. Rapat Koordinasi Wilayah, disingkat Rakorwil, diselenggarakan oleh PW;
c. Rapat Koordinasi Cabang, disingkat Rakorcab, diselenggarakan oleh PC;
d. Rapat Koordinasi Anak Cabang, disingkat Rakorancab, diselenggarakan oleh PAC;
Pasal 136
Rapat Panitia
(1) Rapat panitia diselenggarakan oleh panitia pelaksana dan/atau panitia khusus (pansus), sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh pimpinan.
(2) Rapat panitia sebagaimana ayat (1) membahas berbagai hal teknis penyelenggaraan suatu kegiatan.
Pasal 137
Keabsahan Keputusan Rapat
(1) Pengambilan keputusan para seluruh rapat dinyatakan absah apabila memenuhi quorum.
(2) Qourum sebagaimana ayat (1) terpenuhi jika rapat yang bersangkutan dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota pada tingkat kepengurusan yang bersangkutan.
(3) Apabila tidak memenuhi quorum, maka rapat-rapat dapat ditunda sampai batas waktu tertentu.
Bagian Keempat
TATA ATURAN ORGANISASI
BAB XXXII
PERATURAN
Pasal 138
Pengertian dan Kedudukan Hukum
(1) Peraturan menjadi landasan pelaksanaan organisasi dan mempunyai kekuatan hukum ke dalam.
(2) Peraturan mengikat sebagai aturan hukum yang wajib ditaati oleh seluruh pimpinan dan anggota IPNU.
(3) Peraturan organisasi IPNU ditetapkan melalui permusyawaratan yang legal sesuai dengan tingkatannya masing-masing.
Pasal 139
Tata Urutan Peraturan
(1) Tata urutan peraturan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan-aturan di bawahnya.
(2) Tata urutan peraturan IPNU adalah sebagai berikut:
a. Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.
b. Peraturan Organisasi.
c. Peraturan Pimpinan Pusat.
d. Peraturan Pimpinan Wilayah.
e. Peraturan Pimpinan Cabang/ Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa.
f. Peraturan Pimpinan Anak Cabang
g. Peraturan Pimpinan Ranting/ Peraturan Pimpinan Komisariat.
Pasal 140
Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga
(1) Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah, selanjutnya disingkat PD-PRT, memuat ketentuan organisasi yang bersifat mendasar.
(2) PD-PRT berkedudukan hukum sebagai dasar organisasi dan peraturan tertinggi di tingkat nasional dan wajib ditaati oleh semua pimpinan dan anggota IPNU di seluruh Indonesia.
(3) PD-PRT menjadi pedoman bagi penyusunan aturan-aturan di bawahnya.
(4) PD-PRT diputuskan dan ditetapkan oleh Kongres.
Pasal 141
Peraturan Organisasi
(1) Peraturan Organisasi, selanjutnya disingkat PO, memuat aturan organisasi yang bersifat operasional dan merupakan penjabaran PD-PRT.
(2) PO berkedudukan hukum sebagai peraturan tertinggi organisasi setingkat di bawah PD-PRT dan wajib ditaati oleh semua pengurus dan anggota IPNU secara nasional.
(3) PO diputuskan dan ditetapkan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas).
Pasal 142
Peraturan Pimpinan Pusat
(1) Peraturan Pimpinan Pusat, selanjutnya disingkat PPP, ditetapkan oleh Pimpinan Pusat yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat nasional dan belum diatur dalam PD-PRT dan/atau PO.
(2) PPP berkedudukan hukum setingkat di bawah PO dan wajib ditaati oleh semua pimpinan dan anggota IPNU di seluruh Indonesia.
(3) PPP diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PP.
Pasal 143
Peraturan Pimpinan Wilayah
(1) Peraturan Pimpinan Wilayah, selanjutnya disingkat PPW, ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat regional dan belum diatur dalam PD-PRT, PO atau PPP.
(2) PPW berkedudukan hukum setingkat di bawah PPP dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di wilayah yang bersangkutan.
(3) PPW diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PW.
Pasal 144
Peraturan Pimpinan Cabang
(1) Peraturan Pimpinan Cabang, selanjutnya disingkat PPC, ditetapkan oleh Pimpinan Cabang yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat lokal dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, PPP atau PPW.
(2) PPC berkedudukan hukum setingkat di bawah PPW dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di daerah yang bersangkutan.
(3) PPC diputuskan dan ditetapkan melaui rapat pleno PC.
Pasal 145
Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa
(1) Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa, selanjutnya disingkat PPCI, ditetapkan oleh Pimpinan Cabang Istimewa yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat regional dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, atau PPP.
(2) PPCI berkedudukan hukum setingkat di bawah PPP dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di negara yang bersangkutan.
Pasal 146
Peraturan Pimpinan Anak Cabang
(1) Peraturan Pimpinan Anak Cabang, selanjutnya disingkat PPAC, ditetapkan oleh Pimpinan Anak Cabang yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat lokal dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, PPP, PPW atau PPC.
(2) PPAC berkedudukan hukum setingkat di bawah PPC dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di kecamatan yang bersangkutan.
(3) PPAC diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PAC.
Pasal 147
Peraturan Pimpinan Ranting
(1) Peraturan Pimpinan Ranting, selanjutnya disingkat PPR, ditetapkan oleh Pimpinan Ranting yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat lokal dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, PPP, PPW, PPC atau PPAC.
(2) PPR berkedudukan hukum setingkat di bawah PPAC dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di desa/kelurahan/kawasan yang bersangkutan.
(3) PPR diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PR.
Pasal 148
Peraturan Pimpinan Komisariat
(1) Peraturan Pimpinan Komisariat, selanjutnya disingkat PPK, ditetapkan oleh Pimpinan Komisariat yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat lokal dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, PPP, PPW, PPC atau PPAC.
(2) PPK berkedudukan hukum setingkat di bawah PPAC dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU secara lokal di lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(3) PPK diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PK.
BAB XXXIII
KEPUTUSAN
Pasal 149
Kedudukan Hukum dan Fungsi
(1) Keputusan mengikat sebagai aturan hukum yang wajib ditaati oleh seluruh pimpinan dan anggota IPNU.
(2) Keputusan dapat dipergunakan untuk mengesahkan keberadaan kepengurusan setingkat di bawahnya.
(3) Bentuk surat keputusan diatur dalam Pedoman Administrasi.
Pasal 150
Jenis-Jenis Keputusan
Keputusan IPNU terdiri:
a. Keputusan Kongres
b. Keputusan Rapat Kerja Nasional
c. Keputusan Pimpinan Pusat
d. Keputusan Konferensi Wilayah
e. Keputusan Rapat Kerja Wilayah
f. Keputusan Pimpinan Wilayah
g. Keputusan Konferensi Cabang
h. Keputusan Rapat Kerja Cabang
i. Keputusan Pimpinan Cabang
j. Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa
k. Keputusan Konferensi Anak Cabang
l. Keputusan Rapat Kerja Anak Cabang
m. Keputusan Pimpinan Anak Cabang
n. Keputusan Rapat Anggota
o. Keputusan Rapat Kerja Anggota
p. Keputusan Pimpinan Ranting
q. Keputusan Pimpinan Komisariat
Pasal 151
Keputusan Kongres
(1) Keputusan Kongres ditetapkan oleh Kongres sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi.
(2) Keputusan Kongres berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara nasional.
Pasal 152
Keputusan Rapat Kerja Nasional
(1) Keputusan Rapat Kerja Nasional ditetapkan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas).
(2) Keputusan Rakernas berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara nasional.
Pasal 153
Keputusan Pimpinan Pusat
(1) Keputusan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Keputusan Pimpinan Pusat mengikat secara hukum dan berlaku secara nasional, regional maupun lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Pusat diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Pusat.
Pasal 154
Keputusan Konferwil
(1) Keputusan Konferwil melalui forum Konferensi Wilayah sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi di tingkat propinsi.
(2) Keputusan Konferwil berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara regional.
Pasal 155
Keputusan Rakerwil
(1) Keputusan Rakerwil ditetapkan melaui forum Rapat Kerja Wilayah.
(2) Keputusan Rakerwil berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara regional.
Pasal 156
Keputusan Pimpinan Wilayah
(1) Keputusan Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(2) Keputusan Pimpinan Wilayah mengikat secara hukum dan berlaku secara regional maupun lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Wilayah diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Wilayah.
Pasal 157
Keputusan Konfercab
(1) Keputusan Konfercab ditetapkan melalui forum Konferensi Cabang sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi di tingkat kabupaten/kotamadya.
(2) Keputusan Konfercab berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 158
Keputusan Rakercab
(1) Keputusan Rakercab ditetapkan melaui forum Rapat Kerja Cabang .
(2) Keputusan Rakercab berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 159
Keputusan Pimpinan Cabang
(1) Keputusan Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
(2) Keputusan Pimpinan Cabang mengikat secara hukum dan berlaku secara lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Cabang diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Cabang.
Pasal 160
Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa
(1) Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa ditetapkan oleh Pimpinan Cabang Istimewa.
(2) Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa mengikat secara hukum dan berlaku secara local di negara yang bersangkutan.
(3) Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Cabang Istimewa.
Pasal 161
Keputusan Konferancab
(1) Keputusan Konferancab ditetapkan melalui forum Konferensi Anak Cabang sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi di itngkat kecamatan.
(2) Keputusan Konferancab berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 162
Keputusan Rakerancab
(1) Keputusan Rakerancab ditetapkan melaui forum Rapat Kerja Anak Cabang .
(2) Keputusan Rakerancab berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 163
Keputusan Pimpinan Anak Cabang
(1) Keputusan Pimpinan Anak Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Anak Cabang.
(2) Keputusan Pimpinan Anak Cabang mengikat secara hukum dan berlaku secara lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Anak Cabang diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Anak Cabang.
Pasal 164
Keputusan Rapat Anggota
(1) Keputusan Rapat Anggota ditetapkan melalui forum Rapat Anggota sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi di tingkat desa/kelurahan atau lembaga pendidikan.
(2) Keputusan Rapat Anggota berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 165
Keputusan Rapat Kerja Anggota
(1) Keputusan Rapat Kerja Anggota ditetapkan melaui forum Rapat Kerja Anggota.
(2) Keputusan Rapat Kerja Anggota berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 166
Keputusan Pimpinan Ranting
(1) Keputusan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Ranting.
(2) Keputusan Pimpinan Ranting mengikat secara hukum dan berlaku secara lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Ranting diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Ranting.
Pasal 167
Keputusan Pimpinan Komisariat
(1) Keputusan Pimpinan Komisariat ditetapkan oleh Pimpinan Komisariat.
(2) Keputusan Pimpinan Komisariat mengikat secara hukum dan berlaku secara lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Komisariat diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Komisariat.
BAB XXXIV
INSTRUKSI
Pasal 168
Instruksi
(1) Instruksi dimaksudkan sebagai perintah untuk menjalankan hasil-hasil keputusan/rapat atau perintah untuk melaksanakan kebijakan tertentu dari tingkat kepengurusan IPNU yang lebih tinggi kepada tingkat kepengurusan di bawahnya. .
(2) Surat Instruksi hendaknyua disertai juklak (petunjuk pelaksanaan) dan/atau juknis (petunjuk teknis), dengan ketentuan sebagaiberikut:
a) Petunjuk pelaksanaan adalah petunjuk yang terperinci tentang tata cara /aturan melaksanakan instruksi yang bersifat mendasar dan global.
b) Petunjuk teknis adalah petunjuk yang terperinci tentang tata cara/aturan melaksanakan instruksi yang bersifat operasional.
c) Format juklak dan juknis harus sistematis, praktis dan mudah difahami.
(3) Instruksi IPNU terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu:
a) Instruksi Pimpinan Pusat
b) Instruksi Pimpinan Wilayah
c) Instruksi Pimpinan Cabang
d) Instruksi Pimpinan Anak Cabang.
Pasal 169
Instruksi Pimpinan Pusat
(1) Instruksi Pimpinan Pusat (disingkat IPP) disampaikan oleh Pimpinan Pusat kepada Pimpinan Wilayah dan/atau Pimpinan Cabang.
(2) IPP dipergunakan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu Pimpinan Pusat dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(3) IPP dialamatkan kepada Pimpinan Wilayah dan/atau Pimpinan Cabang, dengan tembusan pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta sesuai dengan kebutuhan/ kepentingan instruksi.
(4) IPP yang hanya ditujukan kepada Pimpinan Cabang harus ditembuskan kepada Pimpinan Wilayah.
Pasal 170
Instruksi Pimpinan Wilayah
(1) Instruksi Pimpinan Wilayah (disingkat IPW) disampaikan oleh Pimpinan Wilayah kepada Pimpinan Cabang.
(2) IPW dipergunakan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu Pimpinan Wilayah dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(3) IPW dialamatkan kepada Pimpinan Cabang, dengan tembusan pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta sesuai dengan kebutuhan/ kepentingan instruksi.
Pasal 171
Instruksi Pimpinan Cabang
(1) Instruksi Pimpinan Cabang (disingkat IPC) disampaikan oleh Pimpinan Cabang kepada Pimpinan Anak Cabang dan/atau Pimpinan Ranting/Komisariat.
(2) IPC dipergunakan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu Pimpinan Pusat dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(3) IPC dialamatkan kepada Pimpinan Anak Cabang dan/atau Pimpinan Ranting/Komisariat, dengan tembusan pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta sesuai dengan kebutuhan/ kepentingan instruksi.
(4) Khusus untuk IPC yang ditujukan kepada Pimpinan Komisariat hendaknya ditembuskan kepada pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(5) IPP yang hanya ditujukan kepada Pimpinan Ranting dan/atau Pimpinan Komisariat harus ditembuskan kepada Pimpinan Anak Cabang.
Pasal 172
Instruksi Pimpinan Anak Cabang
(1) Instruksi Pimpinan Anak Cabang (disingkat IPAC) disampaikan oleh Pimpinan Anak Cabang kepada Pimpinan Ranting dan/atau Pimpinan Komisariat.
(2) IPAC dipergunakan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu Pimpinan Anak Cabang dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(3) IPAC dialamatkan kepada Pimpinan Ranting dan/atau Pimpinan Komisariat , dengan tembusan pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta sesuai dengan kebutuhan/ kepentingan instruksi.
(4) Khusus untuk IPAC yang ditujukan kepada Pimpinan Komisariat hendaknya ditembuskan kepada pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
BAB XXXV
SIARAN
Pasal 173
Isi dan Macam Siaran
(1) Siaran berisi pernyataan sikap resmi organisasi atas sesuatu hal atau peristiwa tertentu.
(2) Demi efesiensi dan efektifitas, siaran dapat dipublikasikan melalui media massa.
(3) Siaran IPNU terdiri dari 7 (tujuh) macam, yaitu:
a. Siaran Pimpinan Pusat;
b. Siaran Pimpinan Wilayah;
c. Siaran Pimpinan Cabang;
d. Siaran Pimpinan Cabang Istimewa
e. Siaran Pimpinan Anak Cabang;
f. Siaran Pimpinan Ranting;
g. Siaran Pimpinan Komisariat.
Pasal 174
Siaran Pimpinan Pusat
(1) Siaran Pimpinan Pusat (disingkat SPP) dibuat oleh Pimpinan Pusat dan berlaku secara nasional.
(2) SPP disampaikan kepada Pimpinan Wilayah dan/atau Pimpinan Cabang, dengan tembusan PBNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 175
Siaran Pimpinan Wilayah
(1) Siaran Pimpinan Wilayah (disingkat SPW) dibuat oleh Pimpinan Wilayah dan berlaku secara regional.
(2) SPW disampaikan kepada Pimpinan Pimpinan Cabang, dengan tembusan PP IPNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 176
Siaran Pimpinan Cabang
(1) Siaran Pimpinan Cabang (disingkat SPC) dibuat oleh Pimpinan Cabang dan berlaku secara lokal.
(2) SPW disampaikan kepada Pimpinan Pimpinan Cabang, dengan tembusan PW IPNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 177
Siaran Pimpinan Cabang Istimewa
(1) Siaran Pimpinan Cabang Istimewa (disingkat SPCI) dibuat oleh Pimpinan Cabang Istimewa dan berlaku secara regional di negara yang bersangkutan.
(2) SPCI disampaikan kepada anggota IPNU di suatu negara, dengan tembusan PP IPNU, PCINU yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 178
Siaran Pimpinan Anak Cabang
(1) Siaran Pimpinan Anak Cabang (disingkat SPAC) dibuat oleh Pimpinan Anak Cabang dan berlaku secara lokal.
(2) SPAC disampaikan kepada Pimpinan Pimpinan Ranting dan/atau Pimpinan Komisariat, dengan tembusan PC IPNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan atau pimpinan lembaga yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 179
Siaran Pimpinan Ranting
(1) Siaran Pimpinan Ranting (disingkat SPR) dibuat oleh Pimpinan Ranting dan berlaku secara lokal.
(2) SPR disampaikan kepada anggota IPNU, dengan tembusan PAC IPNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 180
Siaran Pimpinan Komisariat
(1) Siaran Pimpinan Komisariat (disingkat SPK) dibuat oleh Pimpinan Komisariat dan berlaku secara lokal.
(2) SPK disampaikan kepada anggota IPNU, dengan tembusan PAC IPNU, pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Bagian Kelima
IDENTITAS ORGANISASI
BAB XXXVI
PERLENGKAPAN ORGANISASI
Pasal 181
Lambang Organisasi
(1) Lambang organisasi berbentuk bulat, berarti kontinyuitas
(2) Warna dasar hijau tua, berarti subur
(3) Warna kuning melingkar, berarti hikmah dan cita-cita yang tinggi
(4) Warna putih yang mengapit warna kuning, berati suci
(5) Sembilan bintang melambangkan keluarga Nahdlatul Ulama, yaitu:
a. Lima bintang di atas yang satu besar di tengah melambangkan Nabi Muhammad, dan empat lainnya di kanan dan kirinya melambangkan khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khotob, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib)
b. Empat bintang berada di bawah melambangkan madzhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hambali
(6) Kata IPNU dicantumkam di bagian atas yang menunjukkan nama organisasi
(7) Tiga titik di antara kata IPNU mewakili slogan Belajar, Berjuang, Bertaqwa
(8) Enam strip pengapit huruf IPNU, berati rukun iman
(9) Dua kitab di bawah bintang berati al-Qur`an dan al-hadits
(10) Dua bulu angsa bersilang di bawah kitab berarti sintesa antara ilmu umum dan ilmu agama.
Pasal 182
Bendera
(1) Bendera berbentuk persegi panjang berukuran 120 x 90 cm, berlaku untuk semua tingkat organisasi IPNU.
(2) Bendera terbuat dari kain warna hijau tua yang dibatik atau dibordir.
(3) Ukuran lambang garis tengah 45 cm, dengan warna menurut warna lambang.
(4) Bendera dikibarkan pada upacara-upacara resmi organisasi.
Pasal 183
Pataka
(1) Pataka berbentuk persegi panjang berukuran 140 x 100 cm, dan berlaku untuk semua tingkat organisasi IPNU.
(2) Pataka terbuat dari kain warna hijau tua dengan rumbai di semua tepi.
(3) Di tengah dipasang bordir lambang IPNU dengan ukuran lambang garis tengah 48 cm, dengan warna menurut warna lambang.
(4) Di bawah lambang dibordir tulisan nama tingkatan dan tulisan ”IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA” serta nama daerah dengan huruf kapital.
(5) Patakan dipasang di kantor dan dikibarkan pada forum-forum resmi organisasi.
Pasal 184
Papan Nama
(1) Papan nama adalah papan nama organisasi yang diperlihatkan secara umum di depan kantor sekretariat atau di suatu tempat yang strategis dan diketahui oleh banyak orang
(2) Papan nama dimaksudkan untuk menunjukkan keberadaan organisasi IPNU sesuai dengan kedudukan dan tingkatan yang bersangkutan
(3) Papan nama berbentuk persegi panjang, dengan ketentuan ukuran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Keormasan, yaitu sebagai berikut:
Untuk Pimpinan Pusat, panjang 200 cm dan lebar 150 cm
Untuk Pimpinan Wilayah, panjang 180 cm dan lebar 135 cm
Untuk Pimpinan Cabang, panjang 160 cm dan lebar 120 cm
Untuk Pimpinan Anak Cabang, panjang 140 cm dan lebar 105 cm
Untuk Pimpinan Ranting, panjang 120 cm dan lebar 90 cm
Untuk Pimpinan Komisariat, panjang 120 cm dan lebar 90 cm;
(4) Warna dasar hijau tua, warna huruf putih, garis tepi warna kuning, dan sebelah atas tercantum lambang IPNU menurut warna lambang
(5) Pemakaian papan nama diupayakan didirikan dengan dua tiang penyangga.
Pasal 185
Vandel
(1) Vandel berbentuk perisai, warna hijau tua, lambang IPNU di tengahnya menurut warna lambang, berukuran garis tengah 60 cm.
(2) Ukuran vandel 70 x 50 cm dan melingkar benang kuning emas dipinggirnya.
(3) Vandel dipakai dalam resepsi-resepsi resmi atau pawai.
BAB XXXVII
SEBUTAN RESMI
Pasal 186
Sebutan Resmi
(1) Sebutan resmi bagi warga IPNU adalah “Rekan”.
(2) Sebutan ini berlaku dalam surat-menyurat dan forum-forum resmi.
BAB XXXVIII
LAGU ALMAMATER
Pasal 187
Mars
(1) Mars dinyanyikan dalam forum/upacara-upacara resmi organisasi.
(2) Mars IPNU berlaku baku secara nasional dengan syair sebagai berikut:
Wahai pelajar Indonesia
Siapkanlah barisanmu
Bertekad bulat bersatu
Di bawah kibaran panji IPNU
Ayo hai pelajar Islam yang setia
Kembangkanlah agamamu
Dalam negara Indonesia
Tanah air yang kucinta
Dengan berpedoman kita belajar
berjuang serta bertaqwa
Kita bina watak nusa dan bangsa
Tuk kejayaan masa depan
Bersatu wahai putra Islam jaya
Tunaikanlah kwajiban yang mulia
Ayo maju pantang mundur
Pasti tercapai adil makmur
Pasal 188
Himne
(1) Himne dinyanyikan dalam forum/upacara-upacara resmi organisasi dan acara-acara massif lainnya.
(2) Himne IPNU berlaku baku secara nasional dengan syair sebagai berikut:
IPNU pelajar mahasiswa
di seluruh negeri
Berpadu kita semua
perjuangan yang murni
Tegakkan rahmat ilahi
Kemerdekaan sejati
Empat Madzhab tulus
Pilih dengan semurni hati
Kami angkatan muda hakiki
Berjuang pasti
Teruskan nyalamu menuju
Menuju Islam jaya
Syi’arkanlah gema ilahi
Untuk sejahtera nusa bangsa
BAB XXXIX
PAKAIAN-PAKAIAN RESMI
Pasal 189
Pakaian Resepsi
(1) Celana warna hitam.
(2) Baju hem warna putih, satu saku.
(3) Dasi bebas
(4) Jas warna abu-abu, lengan panjang, jenis kain bebas, satu saku di sebelah kiri dan dipasang badge IPNU, di atas saku dipasang tingkatan kepengurusan dengan menyebutkan nama daerah, di sebelah kanan dipasang nama pemakai.
(5) Pakaian resmi dilengkap dengan mutz dan lencana.
`
Pasal 190
Mutz
(1) Mutz IPNU berbentuk peci hitam, terbuat dari kain laken atau beludru, warna hitam.
(2) Di bagian atas dipasang tali strip putih melingkar yang melambangkan tali kesetiaan dan kesucian.
(3) Di samping kanan dipasang empat strip (dua warna hijau di depan dan dua warna kuning di belakang).
(4) Di samping kiri ditempel lencana IPNU.
(5) Mutz dipakai dalam upacara-upacara resmi, resepsi, studi banding dan/atau kunjungan.
Pasal 191
Lencana
(1) Lencana berbentuk bundar kecil yang terbuat dari logam, dengan ukuran garis tengah 2,5 cm.
(2) Warna lencana sesuai dengan warna lambang .
(3) Lencana dipasang pada mutz IPNU sebelah kiri, atau di atas kantong baju baju sebelah kiri.
(4) Lencana harus dipakai pada pertemuan-pertemuan dan forum-forum resmi.
Pasal 192
Senat Band
(1) Lebar senat band 6 cm dan panjang 50 x 2 cm mengulang.
(2) Warna (luar) hitam, kuning dan hijau tua.
(3) Pada ujung senat band ada emblem/bandul berupa lencana IPNU di dalam bidang segi lima sama sisi ukuran 5 cm.
(4) Warna dasar emblem/bandul hijau tua dengan tepi warna hijau tua selebar 0,5 cm.
(5) Senat band dipakai dalam upacara-upacara dan resepsi yang bersifat resmi.
Pasal 193
Pakaian Resmi Pelajar
(1) Warna dan jenis pakaian resmi pelajar disesuaikan dengan pakaian resmi sekolah masing-masing.
(2) Pakaian resmi pelajar harus menempelkan badge IPNU di saku baju kiri (menggantikan bet OSIS).
(3) Di sebelah kanan dipasang nama pemakai.
(4) Di lengan kiri ditempel nama komisariat yang bersangkutan.
BAB XXXX
KARTU TANDA ANGGOTA
Pasal 194
Kartu Tanda Anggota
(1) Kartu Tanda Anggota (KTA) diseragamkan secara nasional dan diterbitkan oleh Pimpinan Cabang setempat dengan mengikuti ketentuan nasional yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) KTA berlaku selama yang bersangkutan masih memenuhi syarat keanggotaan IPNU
(3) Jika yang bersangkutan sudah tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan, maka secara otomatis KTA tidak berlaku
(4) Ketentuan selanjutnya mengenai pengadaan KTA, diatur dengan Peraturan Pimpinan Pusat.
BAB XXXXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 195
Aturan Peralihan
Dengan berlakukan Peraturan Organisasi hasil Rapat Kerja Nasional tahun 2007 ini, maka Peraturan Organisasi dan Administrasi Nomor: 02/Rakernas I/IPNU/2004 dinyatakan tidak berlaku.
BAB XXXXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 196
Penutup
(1) Peraturan Organisasi ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Organisasi ini, akan diatur dalam Peraturan Pimpinan Pusat.
(3) Agar setiap pengurus dan anggota IPNU mengetahui dan memahami Peraturan Organisasi, maka setiap tingkat kepengurusan diwajibkan menyosialisasikan Keputusan Rapat Kerja Nasional ini.
Ditetapkan di Samarinda
pada tanggal 25 Agustus 2007
RAPAT KERJA NASIONAL
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
NOMOR: 02/Rakernas I/IPNU/2007
Tentang
PERATURAN ORGANISASI
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
Bismillahirrahmanirrahim
Rapat Kerja Nasional I Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, setelah:
Menimbang : 1 bahwa kelembagaan organisasi yang kuat mutlak memerlukan penyelenggaraan organisasi yang teratur;
2 bahwa untuk menjamin keteraturan penyelenggaraan organisasi, diperlukan peraturan organisasi;
3 bahwa untuk melaksanakan maksud tersebut, maka perlu ditetapkan Peraturan Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
Mengingat : 1 Peraturan Dasar (PD) IPNU
2 Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU
Memperhatikan : Sidang pleno Rapat Kerja Nasional I IPNU tanggal 25 Agustus 2007
Dengan senantiasa memohon petunjuk Allah SWT,
MEMUTUSKAN
Menetapkan : 1 mengesahkan keputusan sidang pleno Rapat Kerja Nasional I IPNU tentang Pembahasan Peraturan Organsasi IPNU;
2 mengesahkan Peraturan Organisasi (PO) sebagai pedoman penyelenggaraan organisasi IPNU di semua tingkat kepengurusan;
3 memerintahkan kepada Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Cabang Istimewa, Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat, serta seluruh anggota IPNU untuk menaati seluruh aturan dalam Peraturan Organisasi (PO) IPNU.
Wallahul muafiq ila aqwamith thorieq,
Ditetapkan di Samarinda
pada tanggal 25 Agustus 2007
RAPAT KERJA NASIONAL
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG
ABDUL HARIS MA’MUN CASWIYONO RUSYDIE Cw.
Ketua Sekretaris
PERATURAN ORGANISASI (PO)
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pengertian
Dalam Peraturan Pimpinan Pusat ini yang dimaksud dengan:
1. Pimpinan Pusat, selanjutnya disebut PP, adalah Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama.
2. Pimpinan Wilayah, selanjutnya disebut PW, adalah Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
3. Pimpinan Cabang, selanjutnya disebut PC, adalah Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
4. Pimpinan Cabang Istimewa, selanjutnya disebut PCI, adalah Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di semua negara di mana IPNU berada.
5. Pimpinan Anak Cabang, selanjutnya disebut PAC, adalah Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
6. Pimpinan Ranting, selanjutnya disebut PR, adalah Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
7. Pimpinan Komisariat, selanjutnya disebut PK, adalah Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia.
8. Koordinator wilayah, selanjutnya disingkat Korwil, adalah jabatan non-struktural yang ada di Pimpinan Pusat untuk membantu ketua umum dalam mengkoordinasikan Pimpinan Wilayah.
9. Koordinator daerah, selanjutnya disingkat Korda, adalah jabatan non-struktural yang ada di Pimpinan Wiliayah untuk membantu ketua dalam mengkoordinasikan Pimpinan Cabang.
10. Koordinator kecamatan, selanjutnya disingkat Korcam, adalah jabatan non-struktural yang ada di Pimpinan Cabang untuk membantu ketua dalam mengkoordinasikan Pimpinan Anak Cabang.
11. Prosedur Pembentukan Organisasi adalah tahapan langkah yang harus ditempuh dalam proses pembentukan kepengurusan IPNU, baik di tingkat PW, PC, PCI, PAC, maupun PR dan PK.
12. Restrukturisasi adalah pembaruan kepengurusan setelah terjadinya kekosongan kepengurusan.
13. Kekosangan jabatan adalah kekosongan jabatan ketua umum/ketua atau kekosongan jabatan pengurus selain ketua umum/ketua.
14. Domisionerisasi resmi adalah berakhirnya suatu kepengurusan yang dinyatakan secara resmi di hadapan Kongres/Konferensi/Rapat Anggota.
15. Demisionerisasi otomatis adalah berakhirnya suatu kepengurusan karena kepengurusan yang bersangkutan telah melewati 4 (empat) bulan dari masa khidmat yang ditetapkan.
16. Pembekuan kepengurusan adalah proses penghentian suatu kepengurusan oleh tingkat di atasnya karena sebab-sebab tertentu.
17. Pemilihan ulang adalah pemilihan ulang ketua akibat terjadinya pembatalan ketua terpiih hasil Konferensi/Rapat Anggota.
18. Caretaker adalah pelaksana kepengurusan sementara yang dibentuk untuk mengambil alih kepengurusan karena kepengurusan yang bersangkutan mengalami demisionerisasi otomatis, mengalami pembekuan atau karena pembatalan terhadap ketua hasil konferensi/rapat anggota.
19. Pejabat ketua, selanjutnya disebut Pj. Ketua, adalah pengganti ketua yang ditunjuk melalui rapat pleno untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, karena yang bersangkutan berhalangan tetap.
20. Pejabat sementara ketua, selanjutnya disebut Pjs. Ketua, adalah pengganti ketua untuk mengisi kekosongan jabatan ketua, karena yang bersangkutan berhalangan tidak tetap.
21. Reshuffle adalah penggantian pengurus di tengah berlangsungnya masa khidmat suatu kepengurusan.
22. Pelantikan adalah upacara pengambilan ikrar jabatan yang menandai pengesahan suatu kepengurusan untuk menjalankan tugas organisasi.
23. Up-grading adalah pelatihan yang khusus ditujukan untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan pengurus untuk mengelolan organisasi dan melaksanakan program.
24. Perencanaan program adalah proses menentukan dan menyusun program kerja yang tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia.
25. Strategic planning, selanjutnya disebut SP, adalah sebuah metode untuk melakukan perencanaan program strategis dengan mendasarkan pada visi, masalah maupun peluang yang ada.
26. Persidangan adalah persidangan pada Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang, Konferensi Anak Cabang dan Rapat Anggota
27. Rapat adalah rapat yang diselenggarakan oleh kepengurusan IPNU di semua tingkatan
28. Tata aturan adalah urutan peraturan atau berbagai ketentuan organisasi yang diterbitkan oleh IPNU
29. Peraturan adalah ketentuan konstitusional IPNU yang menjadi landasan pelaksanaan organisasi dan mempunyai kekuatan hukum ke dalam.
30. Keputusan adalah ketentuan organisasi yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan dan memiliki kekuatan hukum.
31. Instruksi adalah perintah untuk menjalankan hasil-hasil keputusan/rapat atau kebijakan tertentu dari tingkat kepengurusan IPNU yang lebih tinggi kepada tingkat kepengurusan di bawahnya.
32. Siaran adalah penjelasan tertulis sebagai pernyataan sikap resmi organisasi atas sesuatu hal atau peristiwa tertentu
33. Identitas organisasi organisasi adalah identitas IPNU yang meliputi perlengkapan organisasi, pakaian resmi, sebutan resmi dan kartu tanda anggota.
34. Perlengkapan organisasi organsiasi adalah perlengkapan dan alat peraga organisasi yang digunakan untuk mendukung penyelenggaraan organisasi
35. Mars adalah lagu resmi yang menjadi identitas organisasi IPNU.
36. Himne adalah lagu resmi yang melengkapi mars IPNU.
37. Pakaian resmi adalah pakaian almamater IPNU yang digunakan dalam acara-acara tertentu.
38. Pakai resmi pelajar adalah pakaian resmi pelajar di sekolah/madrasah yang bernaung di bawah LP. M'a’arif NU dan sekolah/madrasah lain yang berafiliasi kepada Nahdlatul Ulama.
39. Kartu tanda anggota, selanjutnya disebut KTA, adalah kartu identitas yang menjadi bukti atau tanda keanggotaan IPNU.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud
Peraturan Organisasi dimaksudkan sebagai pedoman penyelenggaraan organisasi IPNU di semua tingkat kepengurusan dan berlaku secara nasional.
Pasal 3
Tujuan
Peraturan Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk:
a. mendukung kinerja organisasi secara umum;
b. menjamin penyelenggaraan organisasi yang teratur dan manajebel;
c. mengoptimalkan potensi organisasi.
BAB III
RUANG LINGKUP ORGANISASI
Pasal 4
Cakupan
Peraturan Organisasi ini mencakup beberapa aspek dalam penyelenggaraan organisasi yang meliputi:
a. tata kerja organisasi;
b. mekanisme keorganisasian;
c. tata aturan organisasi;
d. persidangan dan rapat;
e. identitas organisasi.
Bagian Pertama
TATA KERJA ORGANISASI
BAB IV
PIMPINAN PUSAT
Pasal 5
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PP IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan tertinggi organisasi di tingkat nasional.
(2) PP berkedudukan di ibukota negara RI.
(3) Daerah kerja PP meliputi seluruh wilayah Negara RI dan luar negeri di mana cabang istimewa berada.
Pasal 6
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PP terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua umum, wakil ketua umum, ketua-ketua bidang, sekretaris jenderal, wakil-wakil sekretaris jenderal, bendahara umum, wakil-wakil bendahara umum, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
(3) Dewan Pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PP sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua umum sebagai mandataris Kongres dipilih dan ditetapkan oleh Kongres.
(5) Anggota pengurus harian PP diangkat oleh ketua umum terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Kongres.
(6) Anggota pengurus lengkap PP diangkat oleh ketua umum setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PP disahkan oleh PBNU.
Pasal 7
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Kongres.
(2) Memimpin dan mengkoordinir Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang di seluruh Indonesia serta Pimpinan Cabang Istimewa.
(3) Menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PW IPNU setelah mendapatkan rekomendasi dari PWNU setempat; dan menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PC IPNU setelah mendapatkan rekomendasi dari PW IPNU dan PCNU setempat, dengan terlebih dahulu mempelajari komposisi personalia kepengurusan lengkap.
(4) Mengupayakan berdirinya Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Cabang Istimewa.
(5) Menghadiri setiap undangan PBNU, PW IPNU, PC IPNU dan PCI IPNU yang dianggap penting.
(6) Memberikan laporan periodik (tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara nasional kepada PBNU dengan tembusan PW dan PC IPNU.
(7) Membekukan PW dan PC yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku, setelah melakukan pendekatan dan atas pertimbangan pengurus NU setempat.
(8) Pimpinan Pusat dapat membentuk koordinator wilayah sesuai¬ kebutuhan.
(9) Bertangggunng jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara nasional kepada Kongres.
BAB V
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PP
Pasal 8
Ketua Umum
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Kongres;
b. Pengurus harian PP;
c. Pemegang kebijakan umum PP;
d. Koordinator umum program PP.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PP baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PP yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;.
e. Bersama Bendahara Umum atau Wakil Bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PP;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas dan kewajiban:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PP secara umum.
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum.
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PP.
d. Mengevaluasi secara umum program PP dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 tahun.
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres
(4) Tanggung jawab:
a. Bertanggung jawab atas perjalanan kepengurusan PP dan keberadaan organisasi IPNU secara nasional.
b. Bertanggung jawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Kongres.
c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program PP secara keseluruhan
Pasal 9
Wakil Ketua Umum
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PP;
b. Pemegang kebijakan program PP;
c. Koordinator antarbidang.
(2) Hak dan wewenang:
a. Mengkoordinasikan ketua-ketua dalam pelaksanaan fungsi sebagai koordinator bidang;
b. Menjalankan wewenang ketua umum dalam hal ketua umum berhalangan, berdasarkan usulan rapat harian;
c. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua umum kepadanya;
d. Membangun jaringan dan kerjasama dengan pihak lain untuk mendukung pelaksanaan program PP;
e. Bersama ketua umum merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
f. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab
a. Menjalankan fungsi dan tugas ketua umum dalam hal ketua umum berhalangan, berdasarkan rapat pleno;
b. Melaksanakan tugas dan kewajiban ketua umum yang dilimpahkan kepadanya;
c. Bersama sekretaris jenderal mendampingi ketua umum dalam tugas-tugas kepemimpinan organisasi sehari-hari;
d. Menyinergikan kebijakan dan program PP di setiap bidang, lembaga dan badan;
e. Bersama ketua umum dan sekretaris jenderal mengevaluasi program PP dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 tahun;
f. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 10
Ketua-Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PP;
b. Pemegang kebijakan khusus PP, sesuai dengan bidang yang ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua umum/wakil ketua umum dalam hal keduanya berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua umum/wakil ketua umum, atau keputusan rapat pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris jenderal atau wakil kesekretaris jenderal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas ketua umum/wakil ketua umum, sesui dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua umum dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua umum berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang dibawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi wilayah sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PP yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua umum dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasi dan daerah binaannya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 11
Sekretaris Jenderal
(1) Status dan kedudukan
a. Pengurus harian PP;
b. Pemegang kebijakan umum Sekretariat Jenderal PP.
(2) Hak dan wewenang
a. Menentukan manajemen sekretariat jenderal;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua umum merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua umum kepadanya;
f. Bersama ketua umum menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab.
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat jenderal PP;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua umum dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat jenderal;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua umum/wakil ketua umum dan ketua-ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PP;
g. Bersama ketua umum mengevaluasi semua kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 12
Wakil-Wakil Sekretaris Jenderal
(1) Status dan kedudukan
a. Pengurus harian PP;
b. Pelaksana kebijakan khusus Sekretariat Jenderal PP, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris jenderal dalam hal sekretaris jenderal berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris jenderal dalam hal sekretaris jenderal berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua umum atau ketua-ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris jenderal;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 13
Bendahara Umum
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PP;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PP;
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua umum menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua umum;
e. Meminta laporan keuangan dari para wakil bendahara umum dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PP;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua umum;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan ketua umum;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PP;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua umum;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada rapat pleno;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua umum.
Pasal 14
Wakil-Wakil Bendahara Umum
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PP;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PP.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara umum dalam hal bendahara umum berhalangan;
b. Membantu bendahara umum dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara umum dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua umum.
BAB VI
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PP
Pasal 15
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PP;
b. Pelaksana program khusus PP.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Kongres dan Rakernas yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanaan teknis pelaksanaan kegiatan PP;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendaharan umum.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PP yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PP;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PP harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, departemen jaringan sekolah dan pesantren, dan departemen hubungan luar negeri.
(5) PP diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 9 (sembilan) departemen.
Pasal 16
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PP;
b. Perangkat semi otonom PP;
c. Pelaksana program PP dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Kongres;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara umum;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara nasional.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PP;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua umum.
(4) Dalam kepengurusan PP harus diadakan lembaga Corp Barisan Pelajar (CBP), dan lembaga pers.
(5) PP diperkenankan menambah lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 4 (empat) lembaga.
Pasal 17
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PP;
b. Perangkat semi otonom PP;
c. Pelaksana program PP dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Kongres;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendaharan umum;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
f. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
d. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara nasional.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PP;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua umum.
(4) Dalam kepengurusan PP harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PP diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 18
Koordinator Wilayah
(1) Koordinator wilayah dijabat oleh para ketua PP yang ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan Pusat.
(2) Koordinator wilayah bertugas melakukan koordinasi, pendampingan dan monitoring secara intensif terhadap Pimpinan Wilayah yang menjadi wilayah dampingannya.
(3) Pembagian wilayah dampingan bisa didasarkan pada zona geografis yang selanjutnya diatur dengan Keputusan Pimpinan Pusat.
(4) Koordinator wilayah berkewajiban melaporkan tugas dan perkembangan wilayah dampingannya kepada ketua umum secara berkala.
Pasal 19
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab I s/d Bab III, akan diatur dalam Peraturan Pimpinan Pusat.
BAB VII
PIMPINAN WILAYAH
Pasal 20
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PW IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat propinsi.
(2) PW berkedudukan di ibukota propinsi, daerah khusus atau daerah istimewa.
(3) Daerah kerja PW meliputi seluruh wilayah propinsi, daerah khusus atau daerah istimewa yang bersangkutan.
Pasal 21
Susunan Pengurus
(1) Susunan Pengurus PW terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil-wakil ketua, sekretaris, wakil-wakil sekretaris, bendahara, wakil-wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PW NU).
(3) Dewan Pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PP sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Konferensi Wilayah, dipilih dan ditetapkan oleh Konferensi Wilayah.
(5) Anggota pengurus harian PW diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Konferensi Wilayah.
(6) Anggota pengurus lengkap PW diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PW disahkan oleh PP IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari PWNU setempat.
Pasal 22
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Konferensi Wilayah.
(2) Memimpin dan mengkoordinir Pimpinan Cabang di daerah kerjanya.
(3) Menerbitkan Surat Rekomendasi Pengesahan kepengurusan PC setelah mempelajari komposisi personalia kepengurusan lengkap.
(4) Mengusulkan berdirinya Pimpinan Cabang IPNU kepada Pimpinan Pusat.
(5) Mengusulkan pembekukan PC yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
(6) Menghadiri setiap undangan PP IPNU, PW NU dan PC IPNU yang berada di daerah kerjanya, yang dianggap penting.
(7) Memberikan laporan periodik (tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara regional kepada PP IPNU dan PW NU, dengan tembusan PC IPNU.
(8) Pimpinan Wilayah dapat membentuk koordinator daerah sesuai¬ kebutuhan.
(9) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara regional kepada Konferensi Wilayah.
BAB VIII
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PW
Pasal 23
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Konferensi Wilayah;
b. Pengurus harian PW;
c. Pemegang kebijakan umum PW;
d. Koordinator umum program PW.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PW baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PW yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama bendahara atau wakil bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PW;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PW secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PW;
d. Mengevaluasi secara umum program PW dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres dan Konferensi Wilayah;
f. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara regional;
g. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Konferensi Wilayah.
Pasal 24
Wakil-Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pemegang kebijakan khusus PW, sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan rapat pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris atau wakil kesekretaris.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas ketua, sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang dibawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi daerah sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PW yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasi dan daerah binaannya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua;
Pasal 25
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PW.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat PW;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakil-wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PW;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 26
Wakil-Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PW, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan;
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan/atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil-wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 27
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PW;
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari para wakil bendahara dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PW;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal dan tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PW;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada rapat pleno PW;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 28
Wakil-Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PW;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PW.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal bendahara berhalangan;
b. Membantu bendahara dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB IX
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PW
Pasal 29
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PW;
b. Pelaksana program khusus PW.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Konferwil dan Rakerwil yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PW;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PW yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PW;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PW harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, dan departemen jaringan sekolah dan pesantren.
(5) PW diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 9 (sembilan) departemen.
Pasal 30
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PW;
b. Perangkat semi otonom PW;
c. Pelaksana program PW dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Konferwil;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
g. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
d. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Wilayah untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara regional
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PW;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PW harus diadakan lembaga Corp Barisan Pelajar (CBP), dan lembaga pers.
(5) PW diperkenankan menambah lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 3 (tiga) lembaga.
Pasal 31
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PW;
b. Perangkat semi otonom PW;
c. Pelaksana program PW dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konferwil;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada Bendaharan;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Wilayah untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara regional.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PW;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PW harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PW diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 32
Koordinator Daerah
(1) Koordinator daerah dijabat oleh para wakil ketua PW yang dtentukan melalui Keputusan Pimpinan Wilayah.
(2) Koordinator daerah bertugas melakukan koordinasi, pendampingan dan monitoring secara intensif terhadap Pimpinan Cabang yang menjadi daerah dampingannya.
(3) Pembagian daerah dampingan bisa didasarkan pada zona geografis yang selanjutnya akan diatur melalui Keputusan Pimpinan Wilayah.
(4) Koordinator Daerah berkewajiban melaporkan tugas dan perkembangan daerah dampingannya kepada Ketua PW secara berkala..
Pasal 33
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab IV s/d Bab VI, dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Wilayah.
BAB X
PIMPINAN CABANG
Pasal 34
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PC IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat kabupaten/kotamadya/kota administratif.
(2) PC berkedudukan di ibukota kabupaten/kotamadya/kota administratif.
(3) Daerah kerja PC meliputi seluruh wilayah kabupaten/kotamadya/kota administratif yang bersangkutan,.
Pasal 35
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PC terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil-wakil ketua, sekretaris, wakil-wakil sekretaris, bendahara, wakil-wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU).
(3) Dewan pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PC sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Konferensi Cabang, dipilih dan ditetapkan oleh Konferensi Cabang.
(5) Anggota pengurus harian PC diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Konferensi Cabang.
(6) Anggota pengurus lengkap PC diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PC disahkan oleh PP IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari PW IPNU dan PCNU setempat.
Pasal 36
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Konferensi Cabang.
(2) Memimpin dan mengkoordinir Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat di daerah kerjanya.
(3) Menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PAC IPNU yang setekah mendapatkan rekomendasi dari MWC NU setempat; menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PR IPNU setelah mendapatkan rekomendasi dari PAC IPNU dan PRNU setempat; dan menerbitkan Surat Pengesahan (SP) kepengurusan PK IPNU setelah mendapat rekomendasi dari PAC IPNU dan/atau pimpinan lembaga pendidikan, dengan terlebih dahulu mempelajari komposisi personalia kepengurusan lengkap.
(4) Mengupayakan berdirinya Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat, dan melaporkannya kepada Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat.
(5) Menghadiri setiap undangan PP IPNU, PW IPNU. PCNU, PAC IPNU, PR IPNU dan PK PKNU di daerah kerjanya, yang dianggap penting.
(6) Memberikan laporan periodik (tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara lokal kepada PCNU dan PP IPNU, dengan tembusan PW IPNU.
(7) Membekukan PAC, PR atau PK yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku, setelah melakukan pendekatan dan atas pertimbangan pengurus NU setempat.
(8) Pimpinan Cabang dapat membentuk koordinator kecamatan sesuai¬ kebutuhan.
(9) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara regional kepada Konferensi Cabang.
BAB XI
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PC
Pasal 37
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Konferensi Cabang;
b. Pengurus harian PC;
c. Pemegang kebijakan umum PC;
d. Koordinator umum program PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PC baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PC yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama Bendahara atau Wakil Bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PC;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PC secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PC;
d. Mengevaluasi secara umum program PC dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres, Konferwil dan Konfercab;
f. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara lokal;
g. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Konferensi Cabang.
Pasal 38
Wakil-Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
b. Pengurus harian PC;
c. Pemegang kebijakan khusus PC, sesuai bidang yang telah ditetapkan;
d. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan papat pleno’
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris atau wakil kesekretaris.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tigas ketua, sesui dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang di bawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi kecamatan sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PC yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasi dan kecamatan binaannya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 39
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PC;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat PC;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakil-wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PC;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 40
Wakil-Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PC;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PC, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil-wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 41
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PC;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari para wakil bendahara dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PC;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal dan tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PC;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada rapat pleno PC;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 42
Wakil-Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PC;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal bendahara berhalangan;
b. Membantu bendahara dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XII
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PC
Pasal 43
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PC;
b. Pelaksana program khusus PC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Konfercab dan Rakercab yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PC;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PC yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PC;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PC harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, dan departemen jaringan sekolah dan pesantren.
(5) PC diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 7 (tujuh) departemen.
Pasal 44
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PC;
b. Perangkat semi otonom PC;
c. Pelaksana program PC dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Konfercab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PC;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua.
(4) Dalam kepengurusan PC harus diadakan lembaga Corp Barisan Pelajar (CBP) dan lembaga pers.
(5) PC diperkenankan menambah lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 3 (tiga) lembaga.
Pasal 45
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PC;
b. Perangkat semi otonom PC;
c. Pelaksana program PC dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu pada hasil-hasil Konfercab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PC;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PC harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PC diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 46
Koordinator Kecamatan
(1) Koordinator kecamatan dijabat oleh para Wakil Ketua PC yang dtentukan melalui Keputusan Pimpinan Cabang.
(2) Koordinator kecamatan bertugas melakukan koordinasi, pendampingan dan monitoring secara intensif terhadap Pimpinan Anak Cabang yang menjadi kecamatan dampingannya.
(3) Pembagian kecamatan dampingan bisa didasarkan pada zona geografis yang selanjutnya akan diatur melalui Keputusan Pimpinan Cabang.
(4) Koordinator Kecamatan berkewajiban melaporkan tugas dan perkembangan kecamatan dampingannya kepada Ketua PC secara berkala.
Pasal 47
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab VII s/d Bab IX, dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Cabang.
BAB XIII
PIMPINAN CABANG ISTIMEWA
Pasal 48
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PCI IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi IPNU di sebuah negara di luar negeri.
(2) PCI berkedudukan di salah satu kota di luar negeri.
(3) Daerah Kerja PCI meliputi seluruh wilayah pada suatu negara yang bersangkutan.
Pasal 49
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PCI terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil-wakil ketua, sekretaris, wakil-wakil sekretaris, bendahara, wakil-wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU).
(3) Dewan pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PCI sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Konferensi Cabang, dipilih dan ditetapkan oleh Konferensi Cabang.
(5) Anggota pengurus harian PCI diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Konferensi Cabang.
(6) Anggota pengurus lengkap PCI diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PC disahkan oleh PP IPNU, setelah mendapat rekomendasi PBNU.
Pasal 50
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Konferensi Cabang Istimewa.
(2) Memimpin dan mengkoordinir anggota di daerah kerjanya.
(3) Menghadiri setiap undangan PP IPNU dan PCI NU yang dianggap penting.
(4) Memberikan laporan periodik tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi kepada PCI NU dan PP IPNU.
(5) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam kepada Konferensi cabang.
BAB XIV
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PCI
Pasal 51
K e t u a
(1) Status dan Kedudukan:
a. Mandataris Konferensi Cabang;
b. Pengurus harian PCI;
c. Pemegang kebijakan umum PCI;
d. Koordinator umum program PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PCI baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PCI yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama bendahara atau wakil bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PCI;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PCI secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PCI;
d. Mengevaluasi secara umum program PCI dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Konggres, dan Konfercab;
f. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi;
g. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Konferensi Cabang.
Pasal 52
Wakil-Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pemegang kebijakan khusus PCI, sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan papat pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris atau wakil kesekretaris.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas ketua, sesui dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang di bawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi daerah sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PCI yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasi dan daerah binaannya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 53
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat PCI;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakil-wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PCI;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 54
Wakil-Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PCI, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang Sekretaris dalam hal Sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
f. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil-wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua;
Pasal 55
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akutabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari dari para wakil bendahara dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PCI;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan Ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PCI;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan Ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada rapat pleno PCI;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 56
Wakil-Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PCI;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal bendahara berhalangan;
b. Membantu ketua melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XV
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PCI
Pasal 57
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PCI;
b. Pelaksana program khusus PCI.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Konfercab dan Rakercab yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PCI;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PCI yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PCI;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PCI harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, departemen jaringan perguruan tinggi di negara yang bersangkutan.
(5) PC diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 7 (tujuh) departemen.
Pasal 58
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PCI;
b. Perangkat semi otonom PCI;
c. Pelaksana program PCI dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konfercab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara di negara yang bersangkutan.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PCI;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) PCI diperkenankan mengadakan lembaga-lembaga sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 3 (tiga) lembaga.
Pasal 59
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PCI;
b. Perangkat semi otonom PCI;
c. Pelaksana program PCI dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konfercab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Daerah untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan di negara yang bersangkutan.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PCI;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PCI harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PCI diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 60
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab X s/d Bab XII, dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa.
BAB XVI
PIMPINAN ANAK CABANG
Pasal 61
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Anak Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PAC IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat kecamatan.
(2) PAC berkedudukan di ibukota kecamatan.
(3) Daerah kerja PAC meliputi seluruh wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Pasal 62
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PAC terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil-wakil ketua, sekretaris, wakil-wakil sekretaris, bendahara, wakil-wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Musyawarah Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU).
(3) Dewan pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PAC sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Konferensi Anak Cabang, dipilih dan ditetapkan oleh Konferensi Anak Cabang.
(5) Anggota pengurus harian PAC diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Konferensi Anak Cabang.
(6) Anggota pengurus lengkap PAC diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PAC disahkan oleh PC IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari MWC NU setempat.
Pasal 63
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Konferensi Anak Cabang.
(2) Memimpin dan mengkoordinir Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat di daerah kerjanya.
(3) Menerbitkan Surat Rekomendasi Pengesahan kepengurusan PC setelah mempelajari komposisi personalia kepengurusan lengkap.
(4) Mengusulkan berdirinya Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisari¬at kepada Pimpinan Cabang.
(5) Mengusulkan pembekukan PR/PK yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
(6) Menghadiri setiap undangan PC IPNU, MWC NU setempat, PR IPNU dan PK IPNU di daerah kerjanya.
(7) Memberikan laporan periodik (tahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara lokal kepada PC IPNU dan MWC NU, dengan tembusan PR dan PK IPNU.
(8) Pimpinan Anak Cabang dapat membentuk koordinator kawasan sesuai¬ kebutuhan.
(9) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik keluar maupun kedalam secara lokal kepada Konferensi Anak Cabang.
BAB XVII
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PAC
Pasal 64
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Konferensi Anak Cabang;
b. Pengurus harian PAC;
c. Pemegang kebijakan umum PAC;
d. Koordinator umum program PAC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PAC baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PAC yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama bendahara atau wakil bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PAC;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PAC secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PAC;
d. Mengevaluasi secara umum program PAC dan kegiatan-kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 3 (tiga) tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres dan Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang dan Konferensi Anak Cabang;
a. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara lokal;
f. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Konferensi Anak Cabang.
Pasal 65
Wakil-Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pemegang kebijakan khusus PAC, sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan rapat pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi sesuai dengan bidangnya bersama sekretaris atau wakil kesekretaris.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tigas ketua, sesui dengan bidangnya masing-masing;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya masing-masing;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang dibawahinya;
e. Melakukan pembinaan dan koordinasi kecamatan sesuai pembagian yang telah ditetapkan;
f. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PAC. yang berada di bawah koordinasinya;
g. Mengevaluasi program-program (tahunan) yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Membuat progress report secara berkala kepada ketua dan atau rapat pleno mengenai pelaksanaan program bidang koordinasinya;
i. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 66
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PAC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat PAC;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakil-wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PAC;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 67
Wakil-Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PAC, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil-wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi salah satu wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua bidang yang telah ditentukan mengevaluasi program (tahunan) yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 2 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 68
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PAC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari para wakil bendahara dan panitia pelaksana kegiatan yang dibentuk oleh PAC;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PAC;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada di hadapan rapat pleno PAC;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 69
Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PAC;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PAC.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang Bendahara dalam hal Bendahara berhalangan;
b. Membantu bendahara dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua Umum dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XVIII
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PAC
Pasal 70
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PAC;
b. Pelaksana program khusus PAC
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Konferancab dan Rakerancab yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanaan teknis pelaksanaan kegiatan PAC;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PAC yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PAC;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PAC harus diadakan departemen pengkaderan, departemen pengembangan organisasi, dan departemen jaringan sekolah dan pesantren.
(5) PAC diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 6 (enam) departemen.
Pasal 71
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PAC;
b. Perangkat semi otonom PAC;
c. Pelaksana program PAC dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konferancab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Anak Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PAC;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PAC harus diadakan lembaga Corp Barisan Pelajar (CBP).
(5) PAC diperkenankan menambah lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 3 (tiga) lembaga.
Pasal 72
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PAC;
b. Perangkat semi otonom PAC;
c. Pelaksana program PAC dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Konferancab;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada Bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Anak Cabang untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PAC;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PAC harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PAC diperkenankan menambah badan-badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 73
Koordinator Kawasan
(1) Koordinator kawasan adalah jabatan non-struktural yang ada di Pimpinan Anak Cabang untuk membantu ketua dalam mengkoordinasikan Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat.
(2) Koordinator kawasan dijabat oleh para Wakil Ketua PAC yang dtentukan melalui Keputusan Pimpinan Anak Cabang.
(3) Koordinator Kecamatan bertugas melakukan koordinasi, pendampingan dan monitoring secara intensif terhadap Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat yang menjadi kawasan dampingannya.
(4) Pembagian kawasan dampingan bisa didasarkan pada zona geografis yang selanjutnya akan diatur melalui Keputusan Pimpinan Anak Cabang.
(5) Koordinator kawasan berkewajiban melaporkan tugas dan perkembangan kawasan dampingannya kepada Ketua PAC secara berkala.
Pasal 74
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab XIII s/d Bab XV dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Anak Cabang.
BAB XIX
PIMPINAN RANTING
Pasal 75
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PR IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat desa atau kelurahan.
(2) PR berkedudukan di desa/ kelurahan/ kawasan pemukiman atau sejenisnya.
(3) Daerah kerja PR meliputi seluruh wilayah desa/kelurahan/kawasan pemukiman atau sejenisya yang bersangkutan.
Pasal 76
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PR terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PR NU).
(3) Dewan pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PR sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Rapat Anggota, dipilih dan ditetapkan oleh Rapat Anggota.
(5) Anggota pengurus harian PR diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Rapat Anggota.
(6) Anggota pengurus lengkap PR diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PR disahkan oleh PC IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari PAC IPNU dan PRNU setempat.
Pasal 77
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Rapat Anggota.
(2) Memimpin dan mengkoordinir anggota di daerah kerjanya.
(3) Menghadiri setiap undangan PC IPNU dan PAC IPNU dan PRNU setempat yang dianggap penting.
(4) Memberikan laporan periodik (setengahtahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara lokal kepada PC IPNU dan PRNU, dengan tembusan PAC IPNU.
(5) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara lokal kepada Rapat Anggota.
BAB XX
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PR
Pasal 78
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Rapat Anggota;
b. Pengurus harian PR;
c. Pemegang kebijakan umum PR;
d. Koordinator umum program PR.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PR baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PR yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama bendahara atau wakil bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PR;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PR secara umum;
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum;
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PR;
d. Mengevaluasi secara umum program PR dan kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan dalam kurun 1 tahun;
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang dan Konferensi Anak Cabang dan Rapat Anggota;
f. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara lokal;
g. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Rapat Anggota.
Pasal 79
Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pemegang kebijakan khusus PR, sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal Ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari ketua, atau keputusan Rapat Pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak luar lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi bersama sekretaris atau wakil kesekretaris dalam hal ketua berhalangan.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas ketua, dalam bidang yang telah ditentukan;
b. Mewakili Ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang di bawahinya;
e. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PR. yang berada di bawah koordinasinya;
f. Mengevaluasi program-program yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 tahun;
g. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 80
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PR.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen Sekretariat;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama Ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh Ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan Ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan Wakli Ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PR;
g. Bersama ketua mengevaluasi semua kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 tahun;
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 81
Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PR, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang Sekretaris dalam hal Sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili Sekretaris dalam hal Sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama Ketua atau Wakil Ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas Sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi Wakil Ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua mengevaluasi program yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 82
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PR.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akutabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama Ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari panitia pelaksana yang dibentuk PR dan/atau wakil bendahara lainnya;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PR.
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua.
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada di hadapan rapat pleno PR.
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 83
Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PR.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal Bendahara berhalangan;
b. Membantu ketua dalam melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XXI
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PR
Pasal 84
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PR;
b. Pelaksana program khusus PR
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Rapat Anggota yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PR;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PR yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PR;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PR harus diadakan departemen pengkaderan, dan departemen pengembangan organisasi.
(5) PR diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 6 (enam) departemen.
Pasal 85
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PR;
b. Perangkat semi otonom PR;
c. Pelaksana program PR dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Rapat Anggota;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Ranting untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PR;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua.
(4) PR diperkenankan mengadakan lembaga-lembaga sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) lembaga.
Pasal 86
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PR;
b. Perangkat semi otonom PR;
c. Pelaksana program PR dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Rapat Anggota;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Ranting untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PR;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua.
(4) PR diperkenankan mengadakan badan sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 87
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab XVI s/d Bab XVIII dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Ranting.
BAB XXII
PIMPINAN KOMISARIAT
Pasal 88
Pengertian, Kedudukan dan Daerah Kerja
(1) Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (disingkat PK IPNU) merupakan suatu kesatuan organik yang memiliki kedudukan sebagai pemegang kepemimpinan organisasi di tingkat sekolah, pesantren, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lainnya.
(2) PK berkedudukan di lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(3) Daerah Kerja PK meliputi seluruh wilayah dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 89
Susunan Pengurus
(1) Susunan pengurus PK terdiri dari: pelindung, dewan pembina, ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara, beberapa departemen, lembaga dan badan.
(2) Pelindung adalah pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan
(3) Dewan Pembina terdiri dari alumni dan orang-orang yang dianggap mampu dan berjasa untuk IPNU (lihat: PRT pasal 17) dan/atau ditentukan menurut kebijakan PK sepanjang tidak bertentangan dengan PD-PRT.
(4) Ketua sebagai mandataris Rapat Anggota, dipilih dan ditetapkan oleh Rapat Anggota.
(5) Anggota pengurus harian PK diangkat oleh ketua terpilih yang dibantu oleh anggota tim formatur Rapat Anggota.
(6) Anggota pengurus lengkap PK diangkat oleh ketua setelah mengadakan musyawarah pengurus harian.
(7) Pengurus lengkap PK disahkan oleh PC IPNU, setelah mendapat rekomendasi dari PAC IPNU dan PRNU setempat.
Pasal 90
Tugas, Hak dan Kewajiban
(1) Melaksanakan amanat Rapat Anggota.
(2) Memimpin dan mengkoordinir anggota di daerah kerjanya.
(3) Menghadiri setiap undangan PC dan PAC.
(4) Memberikan laporan periodik (setengahtahunan) tentang kegiatan dan perkembangan organisasi secara lokal kepada PC IPNU dan Pimpinan Lembaga Pendidikan, dengan tembusan PAC IPNU.
(5) Bertanggung jawab terhadap dan atas nama organisasi baik ke luar maupun ke dalam secara lokal kepada Rapat Anggota.
BAB XXIII
TATA KERJA PENGURUS HARIAN PK
Pasal 91
K e t u a
(1) Status dan kedudukan:
a. Mandataris Rapat Anggota;
b. Pengurus harian PK;
c. Pemegang kebijakan umum PK.
d. Koordinator umum program PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan organisasi yang bersifat umum dengan tetap mengindahkan ketentuan yang berlaku;
b. Meminta pertanggungjawaban atas segala tindakan dan kebijakan pengurus yang dilakukan atas nama organisasi;
c. Mengatasnamakan organisasi dalam segala kegiatan PK baik ke dalam maupun ke luar;
d. Memberhentikan, mengangkat dan mengganti personil kepengurusan PK yang dianggap tidak menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya, melalui rapat pleno;
e. Bersama Bendahara atau Wakil Bendahara mendisposisi pengeluaran-pengeluaran rutin PK;
f. Menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan organisasi PK secara umum.
b. Mengkoordinir pelaksanaan program secara umum.
c. Mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan PK.
d. Mengevaluasi secara umum program PK dan kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan dalam kurun 1 tahun.
e. Melakukan langkah-langkah proaktif dalam rangka pengembangan organisasi, dengan tetap mengacu kepada hasil-hasil Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang dan Konferensi Anak Cabang dan Rapat Anggota.
g. Bertanggungjawab terhadap kelancaran dan keberadaan organisasi secara lokal.
h. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi secara umum kepada Rapat Anggota.
Pasal 92
Wakil Ketua
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PR;
b. Pemegang kebijakan khusus PK, sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Koordinator pelaksanaan program pada bidang tertentu yang telah ditetapkan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menjalankan wewenang ketua dalam hal ketua berhalangan, berdasarkan mandat dari Ketua, atau keputusan Rapat Pleno;
b. Merumuskan kebijakan dan menentukan pola pengelolaan program sesuai dengan bidang garapnya masing-masing;
c. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak luar lain sesuai dengan bidangnya masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat resmi bersama sekretaris atau wakil kesekretaris dalam hal ketua berhalangan.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu pelaksanaan tugas-tugas Ketua, dalam bidang yang telah ditentukan;
b. Mewakili ketua dalam pelaksanaan tugasnya dalam hal ketua berhalangan;
c. Merumuskan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan program sesuai bidangnya;
d. Mengelola dan mengkoordinasikan pelaksanaan program-program departemen yang di bawahinya;
e. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program-program PK. yang berada di bawah koordinasinya;
f. Mengevaluasi program-program yang telah dan/atau sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 tahun;
g. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 93
Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PK;
b. Pemegang kebijakan umum sekretariat PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan manajemen sekretariat;
b. Merumuskan kebijakan umum administrasi organisasi;
c. Bersama Ketua merumuskan garis-garis besar kebijakan organisasi secara umum.
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Melaksanakan wewenang tertentu yang dilimpahkan oleh Ketua kepadanya;
f. Bersama ketua menandatangani surat-surat yang bersifat umum, baik ke dalam maupun ke luar atas nama organisasi.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Memimpin dan mengendalikan sekretariat;
b. Mendampingi dan bekerjasama dengan ketua dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi;
c. Mengkoordinasikan dan menertibkan sistem administrasi organisasi dan sekretariat;
d. Melaksanakan dan mengendalikan administrasi sehari-hari dan melaksanakan fungsi kerumahtanggaan kantor;
e. Menggali, menerima, mengolah dan menyajikan data dan informasi secara cepat dan tepat;
f. Membantu ketua dan wakli ketua dalam mengelola organisasi dan program-program PK;
g. Bersama Ketua mengevaluasi semua kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 tahu;.
h. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 94
Wakil Sekretaris
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PK;
b. Pelaksana kebijakan khusus sekretariat PK, sesuai dengan bidang yang telah ditentukan.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan, berdasarkan penunjukan dan atau keputusan rapat pengurus harian;
b. Merumuskan kebijakan khusus administrasi sesuai bidang yang telah ditetapkan;
c. Menggantikan atau mewakili sekretaris dalam hal sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang masing-masing;
d. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas organisasi sebagaimana mestinya;
e. Menandatangani surat-surat rutin organisasi sesuai dengan bidangnya, bersama ketua atau wakil ketua.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu tugas-tugas sekretaris;
b. Melaksanakan tugas khusus keadministrasian sesuai dengan bidang yang telah ditetapkan;
c. Mendampingi wakil ketua yang berkaitan dengan bidang yang telah ditentukan;
d. Bersama wakil ketua mengevaluasi program yang telah dan sedang dilaksanakan selama kurun waktu 1 (tiga) tahun;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 95
Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PK;
b. Pemegang kebijakan umum keuangan PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menentukan kebijakan umum keuangan dan sistem pengelolaan keuangan organisasi yang efisien, akuntabel dan transparan;
b. Bersama ketua menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi tahunan dalam satu masa khidmat;
c. Melakukan audit internal terhadap keuangan organisasi;
d. Menandatangani surat-surat berharga milik atau atas nama organisasi, bersama Ketua;
e. Meminta laporan keuangan dari panitia pelaksana yang dibentuk PR dan/atau wakil bendahara lainnya;
f. Menandatangani laporan keuangan yang berkenaan dengan biaya pemasukan dan pengeluaran bersama ketua;
g. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Menggali sumber-sumber dana untuk kepentingan organisasi yang halal yang tidak mengikat, dengan persetujuan ketua;
b. Mengembangkan dan mendayagunakan aset-aset PR;
c. Mengatur dan mengendalikan sirkulasi keuangan organisasi dengan sepengetahuan ketua;
d. Melaporkan neraca keuangan organisasi secara berkala kepada di hadapan rapat pleno PR;
e. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada ketua.
Pasal 96
Wakil Bendahara
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus harian PK;
b. Pelaksana kebijakan khusus keuangan PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Melaksanakan wewenang bendahara dalam hal bendahara berhalangan;
b. Membantu bendahara dalam melakukan internal audit terhadap keuangan organisasi;
c. Bersama-sama pengurus harian lainnya membantu Ketua dalam memberhentikan, mengangkat dan mengganti personalia pimpinan yang dianggap tidak dapat menjalankan tugas orga¬nisasi sebagaimana mestinya;
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Membantu bendahara dalam menjalankan tugas-tugas organisasi yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan;
b. Melaksanakan tugas-tugas khusus di bidang kebendaharaan sesuai dengan pembagian tugas yang ditentukan;
c. Dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada ketua.
BAB XXIV
TATA KERJA DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BADAN PK
Pasal 97
Departemen
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PK;
b. Pelaksana program khusus PK.
(2) Hak dan wewenang:
a. Menyusun dan merumuskan langkah-langkah operasional program hasil Rapat Anggota yang berkaitan dengan departemen yang bersangkutan;
b. Membuat perencanan teknis pelaksanaan kegiatan PK;
c. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan program kerja PK yang telah ditetapkan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
b. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PK;
c. Dalam menjalankan tugasnya, bertanggung jawab kepada wakil ketua yang membawahi bidang yang bersangkutan.
(4) Dalam kepengurusan PK harus diadakan departemen pengkaderan, dan departemen pengembangan organisasi;
(5) PK diperkenankan menambah departemen-departemen lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 6 (enam) departemen.
Pasal 98
Lembaga
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus pleno PK;
b. Perangkat semi otonom PK;
c. Pelaksana program PK dalam bidang-bidang yang membutuhkan penanganan khusus.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Rapat Anggota;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program lembaga;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Ranting untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah lembaga secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian strategis secara terencana dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PK;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) PK diperkenankan mengadakan lembaga-lembaga sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) lembaga.
Pasal 99
Badan
(1) Status dan kedudukan:
a. Pengurus Pleno PK;
b. Perangkat semi otonom PK;
c. Pelaksana program PR dalam bidang-bidang tertentu yang membutuhkan penanganan taktis.
(2) Hak dan wewenang:
a. Membuat perencanaan program sesuai dengan bidang kerjanya dengan mengacu hasil-hasil Rapat Anggota;
b. Mengajukan rancangan anggaran biaya pelaksanaan program kepada bendahara;
c. Membangun jaringan kerja dengan lembaga/instansi lain untuk mendukung pelaksanaan program badan;
d. Membuat dan mengelola sistem administrasi secara mandiri dengan tetap mengacu pada Pedoman Administrasi IPNU;
e. Menyelenggarakan Rapat Koordinasi Ranting untuk membahas hal-hal yang menyangkut agenda dan masalah badan secara lokal.
(3) Tugas, kewajiban dan tanggung jawab:
a. Melakukan pengkajian taktis dan terarah sesuai dengan bidangnya;
b. Melaksanakan program-program khusus sesuai dengan bidangnya;
c. Memberikan laporan program yang telah dilaksanakan kepada rapat pleno PK;
d. Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Dalam kepengurusan PK harus diadakan badan Student Crisis Centre (SCC).
(5) PK diperkenankan menambah badan lain sesuai kebutuhan dengan jumlah maksimal 2 (dua) badan.
Pasal 100
Aturan Tambahan
Hal-hal yang belum diatur dalam Bab XVI s/d Bab XVIII dapat diatur dalam Peraturan Pimpinan Komisariat.
Bagian Kedua
MEKANISME KEORGANISASIAN
BAB XXV
PROSEDUR PEMBENTUKAN ORGANISASI
Pasal 101
Pembentukan Pimpinan Wilayah
(1) Di setiap propinsi dapat dibentuk Pimpinan Wilayah
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Wilayah disampaikan kepada Pimpinan Pusat dengan disertai keter¬angan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah cabang yang ada di daerah yang bersangkutan
(3) Pimpinan Pusat memberikan mandat kepada Pengurus Wilayah NU setempat untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Wilayah IPNU
(4) Pengurus Wilayah NU melaporkan pembentukan PW dan memberikan rekomendasi kepada PP IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PW IPNU yang bersangkutan
(5) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PW yang bersangkutan, Pimpinan Pusat berkewajiban mengesahkan kepengurusan PW dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 102
Pembentukan Pimpinan Cabang
(1) Di setiap kabupaten/kotamadya/kota administratif dapat dibentuk Pimpinan Cabang
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Cabang disampaikan kepada Pimpinan Pusat dengan disertai keter¬angan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah anak cabang yang ada di daerah yang bersangkutan
(3) Pimpinan Pusat memberikan mandat kepada Pimpinan Wilayah untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Cabang IPNU
(4) Apabila Pimpinan Wilayah IPNU di propinsi yang bersangkutan belum terbentuk, maka pembentukan Pimpinan Cabang bisa dilakukan oleh Pengurus Cabang NU setempat
(6) Pimpinan Wilayah IPNU dan/atau Pengurus Cabang NU setempat melaporkan pembentukan PC dan memberikan rekomendasi kepada PP IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PC IPNU yang bersangkutan
(7) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PC yang bersangkutan, Pimpinan Pusat berkewajiban mengesahkan kepengurusan PC dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 103
Pembentukan Pimpinan Cabang Istimewa
(1) Di setiap negara dapat dibentuk Pimpinan Cabang Istimewa
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Cabang Istimewa disam¬paikan kepada Pimpinan Pusat dengan disertai keterangan tentang jumlah anggota di negara yang bersangkutan
(3) Pimpinan Pusat memberikan mandat kepada Pengurus Cabang Istimewa NU setempat untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Cabang Istimewa IPNU.
(4) Pengurus Cabang Istimewa NU melaporkan pembentukan PCI IPNU dan memberikan rekomendasi kepada PP IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PCI IPNU yang bersangkutan
(5) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PCI yang bersangkutan, Pimpinan Pusat berkewajiban mengesahkan kepengurusan PCI dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 104
Pembentukan Pimpinan Anak Cabang
(1) Di setiap kecamatan dapat dibentuk Pimpinan Anak Cabang
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Anak Cabang disampaikan kepada Pimpinan Cabang dengan disertai keter¬angan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah ranting/komisariat yang ada di daerah yang bersangkutan
(3) Pimpinan Cabang memberikan mandat kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang NU setempat untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Anak Cabang IPNU
(4) Pengurus Majelis Wakil Cabang NU melaporkan pembentukan PAC dan memberikan rekomendasi kepada PC IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PAC IPNU yang bersangkutan
(5) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PAC yang bersangkutan, Pimpinan Pusat berkewajiban mengesahkan kepengurusan PAC dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 105
Pembentukan Pimpinan Ranting
(1) Di setiap desa/kelurahan dapat dibentuk Pimpinan Ranting
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Ranting disampaikan kepada Pimpinan Cabang dengan disertai keter¬angan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah anggota yang ada di daerah yang bersangkutan
(3) Pimpinan Cabang memberikan mandat kepada Pimpinan Anak Cabang untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Ranting IPNU
(4) Apabila Pimpinan Anak Cabang IPNU di kecamatan yang bersangkutan belum terbentuk, maka pembentukan Pimpinan Ranting bisa dilakukan oleh Pengurus Ranting NU setempat
(5) Pimpinan Anak Cabang IPNU dan/atau Pengurus Ranting NU setempat melaporkan pembentukan PR dan memberikan rekomendasi kepada PC IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PR IPNU yang bersangkutan
(6) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PR yang bersangkutan, Pimpinan Cabang berkewajiban mengesahkan kepengurusan PR dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
Pasal 106
Pembentukan Pimpinan Komisariat
(1) Di setiap lembaga pendidikan dapat dibentuk Pimpinan Komisariat
(2) Permintaan untuk mendirikan Pimpinan Komisariat disampaikan kepada Pimpinan Cabang dengan disertai keter¬angan tentang lembaga pendidikan yang bersangkutan dan jumlah anggota yang ada di lembaga yang bersangkutan
(3) Pimpinan Cabang memberikan mandat kepada Pimpinan Anak Cabang untuk membentuk kepengurusan Pimpinan Komisariat IPNU
(4) Apabila Pimpinan Anak Cabang IPNU di kecamatan yang bersangkutan belum terbentuk, maka pembentukan Pimpinan Komisariat bisa dilakukan oleh pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan, terutama jika lembaga pendidikan dimaksud berada di bawah naungan Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, RMI atau lembaga-lembaga NU lainnya
(5) Pimpinan Anak Cabang IPNU dan/atau pimpinan lembaga yang bersangkutan melaporkan pembentukan PK dan memberikan rekomendasi kepada PC IPNU untuk menerbitkan Surat Pengesahan tentang kepengurusan PK IPNU yang bersangkutan
(6) Setelah mempelajari susunan kepengurusan PK yang bersangkutan, Pimpinan Cabang berkewajiban mengesahkan kepengurusan PK dengan menerbitkan Surat Pengesahan.
BAB XXVI
RESTRUKTURISASI KEPENGURUSAN
Pasal 107
Sebab Kekosongan Kepengurusan
Kekosongan kepengurusan terjadi karena sebab-sebab berikut:
a. Demisionerisasi resmi;
b. Demisionerisasi otomatis;
c. Pembekuan kepengurusan.
Pasal 108
Demisionerisasi Resmi
(1) Setiap kepengurusan pada dasarnya mengalami domisionerisasi resmi di akhir suatu masa khidmat secara normal.
(2) Demisionerisasi resmi sebagaimana ayat (1) dinyatakan secara resmi di hadapan Kongres/ Konferensi/ Rapat Anggota oleh ketua yang didampingi oleh semua pengurus yang bersangkutan.
(3) Restrukturisasi kepengurusan akibat demisionerisasi resmi ditempuh melalui prosedur umum berupa Kongres, Konferensi maupun Rapat Anggota.
Pasal 109
Demisionerisasi Otomatis
(1) Kepengurusan yang telah melewati 4 (empat) bulan dari masa khidmat yang telah ditetapkan, secara otomatis mengalami demisionerisasi.
(2) Waktu berakhirnya masa khidmat sebagaimana ayat (1) merujuk pada masa berlaku Surat Pengesahan.
(3) Kepengurusan yang telah mengalami demisionerisasi otomatis secara otomatis kehilangan hak dan kewenangannya sebagai pengurus.
(4) Restrukturisasi kepengurusan karena demisionerisasi otomatis ditempuh dengan mekanisme caretaker, setelah dilakukan tahapan peringatan oleh tingkat yang mengesahkan kepengurusan yang bersangkutan.
Pasal 110
Pembekuan Kepengurusan
(1) Kepengurusan pada tingkat PW, PC, PAC, PR, PK dapat dibekukan karena sebab-sebab tertentu.
(2) Sebab pembekuan sebagaimana maksud pada ayat (1) antara lain adanya pelanggaran terhadap PD-PRT, pembangkangan terhadap keputusan organisasi, dan/atau adanya perilaku organisasi yang bertentangan dengan akhlaq nahdliyah.
(3) Pembekuan dilakukan oleh tingkat kepengurusan yang menerbitkan pengesahan kepengurusan yang bersangkutan setelah dilakukan investigasi dan tahapan peringatan.
(4) Untuk mengatasi kekosongan kepengurusan akibat pembekuan, maka diberlakukan mekanisme caretaker.
Pasal 111
Caretaker
(1) Pengurus caretaker adalah tingkat kepengurusan di atas tingkat yang bersangkutan, yaitu:
a. Caretaker Pimpinan Wilayah adalah Pimpinan Pusat
b. Caretaker Pimpinan Cabang adalah Pimpinan Pusat dan Pimpinan Wilayah.
c. Caretaker Pimpinan Anak Cabang adalah Pimpinan Cabang.
d. Caretaker Pimpinan Ranting/Pimpinan Komisariat adalah Pimpinan Cabang dan Pimpinan Anak Cabang.
(2) Struktur caretaker sebagaimana ayat (1) terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan 2 (dua) orang anggota.
(3) Tugas caretaker adalah melakukan konsolidasi internal dan menyelenggarakan Koperensi/Rapat Anggota.
(4) Masa tugas caretaker adalah sampai terpilihnya ketua baru dan tim formatur dengan batas waktu maksimal 3 bulan sejak terbentuknya caretaker.
Pasal 112
Pembatalan Hasil Konferensi/Rapat Anggota
(1) Ketua terpilih hasil Konferensi/Rapat Anggota bisa dibatalkan karena sebab-sebab tertentu.
(2) Sebab pembatalan sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain adanya pelanggaran terhadap PD-PRT, pemalsuan dokumen, kebohongan publik, dan/atau perilaku-perilaku amoral lain dalam proses pemilihannya.
(3) Pembatalan dilakukan oleh tingkat di atasnya setelah dilakukan investigasi dan verifikasi berdasarkan laporan.
(4) Untuk mengatasi kekosongan kepengurusan akibat pembatalan tersebut, maka diberlakukan mekanisme caretaker untuk menyelenggarakan pemilihan ulang ketua.
Pasal 113
Pemilihan Ulang
(1) Pemilihan ulang dilakukan untuk memilih ketua akibat terjadi pembatalan ketua hasil pemilihan pada Konferensi/Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada pasal 112.
(2) Pemilihan ulang dilakukan dalam sebuah forum yang diselenggarakan untuk itu, sebagai kelanjutan dari Konferensi/Rapat Anggota.
(3) Pemilihan ulang diselenggarakan oleh pengurus caretaker dan diikuti oleh peserta Konferensi/Rapat Anggota yang dilaksanakan sebelumnya.
(4) Forum pemilihan ulang juga berwewenang untuk memilih tim formatur.
(5) Tingkat keabsahan ketua dan tim formatur hasil pemilihan ulang sama dengan hasil permusyawaratan Konferensi/rapat anggota.
BAB XXVII
MEKANISME PENGISIAN KEKOSONGAN JABATAN
Pasal 114
Kekosongan Jabatan Ketua Umum/Ketua
(1) Kekosongan jabatan ketua umum (untuk PP) atau ketua (untuk PW, PC, PAC, PR/PK) hasil Kongres, Kongres Luar Biasa/Konferensi/Konferensi Luar Biasa/ Rapat Anggota/Rapat Anggota Luar Biasa, terjadi karena yang bersangkutan berhalangan tetap atau berhalangan tidak tetap.
(2) Berhalangan tetap terjadi karena yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri secara suka rela dan beralasan, atau diberhentikan secara tetap karena melanggar PD-PRT dan/atau peraturan organisasi lainnnya, atau didesak untuk mundur oleh separoh lebih satu dari pimpinan setingkat di bawahnya karena yang bersangkutan tidak melaksanakan tugasnya.
(3) Berhalangan tidak tetap terjadi karena sakit tidak permanen, menunaikan ibadah haji, menjalankan tugas belajar atau tugas lainnya ke luar negeri atau luar daerah kerjanya, atau permintaan ijin cuti karena sesuatu hal yang dikabulkan.
Pasal 115
Pejabat Ketua Umum/Ketua
(1) Pengisian kekosongan jabatan ketua umum/ketua sebagaimana pasal 114 ayat (1) karena berhalangan tetap, maka mekanismenya dengan penunjukkan Pejabat Ketua Umum/Ketua (Pj. Ketua Umum/Ketua) oleh rapat pleno.
(2) Setiap selesai penunjukkan Pj.,Ketua Umum/Ketua, diharuskan mengajukan permohonan pengesahan kembali guna mendapatkan legalisasi.
(3) Pj. Ketua Umum/Ketua bertugas melanjutkan kepemimpinan organisasi sampai berakhirnya masa khidmat kepengurusan tersebut.
(4) Pj. Ketua Umum/Ketua mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Kongres/Konferensi/Rapat Anggota.
Pasal 116
Pejabat Sementara Ketua Umum/Ketua
(1) Pengisian kekosongan jabatan ketua umum/ketua sebagaimana pasal 114 ayat (1) karena berhalangan tidak tetap, maka mekanismenya penunjukan Pejabat Sementara Ketua Umum/Ketua (Pjs. Ketua Umum/Ketua).
(2) Penunjukkan Pjs. Ketua Umum/Ketua sebagaimana ayat (1) dilakukan dengan melimpahan tugas dan wewenang oleh Ketua Umum/Ketua kepada Wakil Ketua Umum/Ketua/Wakil Ketua.
(3) Pjs. Ketua Umum/ Ketua bertugas menjalankan kepemimpinan organisasi sampai berakhirnya halangan tidak tetap dan/atau dicabutnya pelimpahan wewenang.
(4) Penanggung jawab organisasi secara umum tetap berada pada Ketua Umum/Ketua hasil Kongres/Konferensi/Rapat Anggota.
Pasal 117
Kekosongan Jabatan Pengurus Non-Ketua Umum/Ketua
(1) Kekosongan jabatan pengurus non-Ketua Umum/Ketua terjadi karena pengurus yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri secara suka rela dan beralasan, atau diberhentikan secara tetap karena melanggar PD-PRT dan/atau peraturan organisasi lainnnya.
(2) Kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terjadi karena yang bersangkutan berhalangan tidak tetap.
(3) Pengisian kekosongan jabatan pengurus dilakukan dengan mekanisme reshuffle.
Pasal 118
Reshuffle
(1) Reshuffle pengurus dilaksanakan bila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. pengurus yang bersangkutan rangkap jabatan sebagaimana PRT pasal 21 ayat (3);
b. pengurus yang bersangkutan tidak aktif selama 6 bulan;
c. pengurus yang bersangkutan tidak menjalankan amanat organisasi yang menjadi tugas dan kewajibannya
d. pengurus yang bersangkutan melanggar PD/PRT dan/atau peraturan dan ketentuan organisasi lainnya;
e. terjadi kekosongan jabatan sebagaimana pasal 117.
(2) Reshuffle pengurus dilaksanakan melalui rapat harian dan/atau pleno, pada masing-masing tingkat kepengurusan.
(3) Setiap selesai reshuffle, kepengurusan yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan pengesahan kembali guna mendapatkan legalisasi atas susunan pengurus hasil reshuffle.
(4) Masa khidmat kepengurusan hasil reshuffle meneruskan masa khidmat kepengurusan yang bersangkutan.
BAB XXVIII
PELANTIKAN DAN PEMBEKALAN PENGURUS
Pasal 119
Pelantikan Pengurus
Pelantikan pengurus IPNU dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut :
a. Pelantikan Pimpinan Pusat dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
b. Pelantikan Pimpinan Wilayah dilakukan oleh Pimpinan Pusat;
c. Pelantikan Pimpinan Cabang dilakukan oleh Pimpinan Pusat atau Pimpinan Wilayah atas nama Pimpinan Pusat;
d. Pelantikan Pimpinan Cabang Istimewa dilakukan oleh Pimpinan Pusat;
e. Pelantikan Pimpinan Anak Cabang dilakukan oleh Pimpinan Cabang;
f. Pelantikan Pimpinan Ranting dilakukan oleh Pimpinan Cabang dan/atau Pimpinan Anak Cabang atas nama Pimpinan Ca¬bang;
g. Pelantikan Pimpinan Komisariat dilakukan oleh Pimpinan Cabang atau Pimpinan Anak Cabang atas nama pimpinan Cabang, khusus Pimpinan Komisariat yang berkedudukan di Perguruan tinggi dilakukan oleh Pimpinan Cabang;
h. Jika pimpinan IPNU masing-masing tingkat organisasi yang berwenang atas prose¬dur pelantikan berhalangan, maka seluruhnya dapat dilaksanakan oleh Pengurus NU setingkat.
Pasal 120
Pembekalan Pengurus
(1) Kepengurusan baru pada semua tingkatan diwajibkan mengadakan pembekalan pengurus berupa orientasi dan/atau up-grading.
(2) Orientasi Pengurus adalah upaya penyamakan persepsi dan wawasan setiap personil pengurus terhadap persoalan, kebutuhan dan agenda-agenda organisasi.
(3) Up-grading adalah upaya untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan setiap personil pengurus agar bisa melaksanakan tugas sesuai dengan posisi dan jabatannya.
(4) Orientasi pengurus dan up-grading difasilitasi oleh fasilitator yang berpengalaman dalam organisasi dan gerakan sosial.
(5) Orientasi pengurus dan up-grading bisa diisi dengan agenda tambahan berupa ceramah dan kegiatan outbond.
BAB XXIX
PERENCANAAN PROGRAM KERJA
Pasal 121
Rencana Program
(1) Setiap tingkat kepengurusan diharuskan menyusun rencana program kerja.
(2) Rencana program kerja sebagaimana ayat (1) terdiri dari:
a. Rencana Program Jangka Pendek, yaitu setengah tahunan untuk PR/PK, satu tahunan untuk PAC, PC, PW dan PP;
b. Rencana Program Jangka Menengah, yaitu rencana program satu masa khidmat sesuai masing-masing tingkat kepengurusan.
Pasal 122
Penyusunan Rencana Program
(1) Rencana Program Jangka Pendek, selanjutnya disebut RPJP, disusun melalui rapat pleno di masing-masing tingkat kepengurusan dengan menjabarkan program jangka menengah.
(2) Rencana Program Jangka Menengah, selanjutnya disebut RPJM, disusun melalui rapat kerja di masing-masing tingkatan dengan menjabarkan hasil permusyawaratan pada masing-masing tingkat.
(3) Untuk mendukung penyusunan RPJM sebagaimana ayat (2), dilakukan strategic planning (SP) atau perencanaan strategis.
(4) Untuk mencapai tujuan organisasi secara nasional, maka semua penyusunan program harus merujuk pada GBPPP hasil Kongres.
Pasal 123
Strategic Planning
(1) Strategic planning (SP) sebagaimana Pasal 122 ayat (3) dilakukan untuk mewujudkan perencanaan program kerja yang tepat sasaran, terencana, terukur, integral dan strategis.
(2) Strategic planning (SP) sebagaimana ayat (1) dilaksanakan sebelum pelaksanaan rapat kerja di setiap tingkat kepengurusan (Rakernas/Rakerwil/Rakercab/ Rakerancab, Rapat Kerja Ranting, maupun Rapat Kerja Komisariat).
(3) Strategic planning (SP) setidaknya bisa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. analisis SWOT dan stakeholder;
b. penerjemahan visi dan misi ketua umum/ketua terpilih;
c. penerjemahan visi dan misi IPNU secara nasional;
d. identifikasi dan klasifikasi masalah;
e. perumusan langkah-langkah penyelesaian masalah;
f. perumusan program;
g. penentuan kegiatan;
(4) Hasil strategic planning (SP) selanjutnya dirumuskan menjadi bahan rapat kerja di masing-masing tingkat kepengurusan.
Pasal 124
Rapat Kerja
(1) Rapat kerja diselenggarakan oleh masing-masing tingkat kepengurusan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Paraturan Dasar.
(2) Rapat kerja diselenggarakan untuk menerjemahkan keputusan permusyawaratan yang lebih tinggi (Kongres/Konperensi/Rapat Anggota), menjabarkan hasil strategic planning (SP), dan menyerap aspirasi kepengurusan satu tingkat di bawahnya.
(3) Hasil-hasil rapat kerja tersebut selanjutnya dirumuskan oleh kepengurusan yang bersangkutan menjadi Rencana Program Jangka Menengah (RPJM).
Bagian Ketiga
PERSIDANGAN DAN RAPAT
BAB XXX
PERSIDANGAN
Pasal 125
Persidangan pada Kongres, Konferensi dan Rapat Anggota
(1) Persidangan pada Kongres, Konferensi Wilayah, Konferensi Cabang, Konferensi Anak Cabang dan Rapat Anggota pada intinya terdiri dari sidang pleno, sidang pleno gabungan dan sidang komisi.
(2) Pelaksanaan sidang pleno, sidang pleno gabungan dan sidang komisi sebagaimana dimaksud ayat (1) dipimpin oleh satu orang ketua sidang, satu orang sekretaris dan satu orang anggota.
Pasal 126
Sidang Pleno
(1) Sidang pleno diikuti oleh semua peserta Kongres/ Konferensi Wilayah/ Konferensi Cabang/ Konferensi Anak Cabang/Rapat Anggota dan bersifat pengam¬bilan suatu keputusan atau untuk penyampaian pengarahan.
(2) Sidang-sidang pleno setidaknya terdiri dari sidang pleno pembahasan tata tertib, sidang pleno tentang laporan pertanggung jawaban pengurus, sidang pleno tentang pemandangan umum atas LPJ, sidang pleno tentang pembahasan dan penetapan hasil sidang komisi-komisi, dan sidang pleno pemilihan ketua umum/ketua dan tim formatur.
Pasal 127
Sidang Pleno Gabungan
(1) Sidang pleno gabungan merupakan sidang gabungan antara peserta IPNU dengan IPPNU (bila acara dilaksanakan secara bersamaan).
(2) Sidang pleno gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bisa dilaksanakan sesuai kebutuhan dan kebijakan bersama.
(3) Sidang pleno gabungan bisa dilaksanakan dengan agenda sebagaimana agenda sidang pleno pada pasal 121 atau forum yang diadakan untuk seminar atau diskusi.
Pasal 128
Sidang Komisi
(1) Sidang komisi diikuti oleh sebagian peserta Kongres/Konferensi/Rapat Anggota yang dilaksanakan untuk membahas hal-hal yang bersifat khusus.
(2) Sidang-sidang komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setidaknya terdiri dari sidang komisi program kerja, sidang komisi keorganisasian, dan sidang komisi rekomendasi.
(3) Pada Kongres/Konferensi/Rapat Anggota dapat diadakan sidang-sidang lain sesuai kebutuhan.
BAB XXXI
RAPAT-RAPAT
Pasal 129
Jenis-Jenis Rapat
Rapat-rapat rutin IPNU terdiri dari:
a. Rapat Harian;
b. Rapat Pleno;
c. Rapat Pleno Paripurna;
d. Rapat Pleno Gabungan;
e. Rapat Pimpinan;
f. Rapat Koordinasi Bidang;
g. Rapat Panitia.
Pasal 130
Rapat Harian
(1) Rapat harian diikuti oleh pengurus harian.
(2) Rapat harian sebagaimana ayat (1) membahas:
a. hal-hal yang bersifat rutin;
b. hal-hal yang bersifat penting dan mendesak;
c. persiapan materi rapat pleno, rapat pleno paripurna, rapat pimpinan atau rapat pleno gabung.
Pasal 131
Rapat Pleno
(1) Rapat pleno diikuti oleh semua pengurus harian, departemen, lembaga dan badan.
(2) Rapat pleno sebagaimana ayat (1) membahas:
a. hal-hal yang bersifat penting dan menyangkut semua unsur organisasi;
b. hal-hal yang bersifat konsultatif dan koordinatif;
c. laporan pelaksanaan program kerja antar- departemen, lembaga dan badan kepada ketua umum/ketua;
d. evaluasi kepengurusan dan/atau penyelenggaraan organsiasi secara menyeluruh;
e. laporan keuangan.
Pasal 132
Rapat Pleno Paripurna
(1) Rapat pleno paripurna dihadiri oleh semua anggota kepengurusan (harian, departemen, lembaga, tim pelaksana (jika ada)) dan dewan pembina.
(2) Rapat pleno paripurna sebagaimana ayat (1) membahas:
a. hal-hal yang bersifat penting dan krusial;
b. sumbang saran dan pendapat dari dewan pembina.
Pasal 133
Rapat Pleno Gabungan
(1) Rapat pleno gabungan diselenggarakan bersama organ-organ lain di lingkungan Nahdlatul Ulama yang setingkat.
(2) Rapat gabungan sebagaimana ayat (1) membahas:
a. program/kegiatan yang dilaksanakn bersama;
b. sinergi program kerja;
c. hal-hal krusial yang harus dibahas bersama.
Pasal 134
Rapat Pimpinan
(1) Rapat pimpinan terdiri dari:
a. Rapat Pimpinan Nasional, disingkat Rapimnas, diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat dan diikuti oleh Ketua PW;
b. Rapat Pimpinan Wilayah, disingkat Rapimwil, diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah dan diikuti oleh Ketua PC;
c. Rapat Pimpinan Cabang, disingkat Rapimcab, diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang dan diikuti oleh Ketua PAC;
d. Rapat Pimpinan Anak Cabang, disingkat Rapimancab, diselenggarakan oleh Pimpinan Anak Cabang dan diikuti oleh Ketua PR dan Ketua PK.
(2) Rapat pimpinan diikuti oleh pimpinan yang setingkat di bawahnya.
(3) Rapat pimpinan sebagaimana ayat (1) membahas:
a. hal-hal prinsip organisasi sebagai usulan/rekomendasi pada tingkat kepengurusan yang lebih tinggi;
b. berlakunya aturan baru di tubuh IPNU;
c. hal-hal khusus yang harus disikapi bersama.
Pasal 135
Rapat Koordinasi Bidang
(1) Rapat koordinasi bidang diikuti oleh wakil ketua bidang, sekretaris atau bendahara pada kepengurusan setingkat di bawah.
(2) Rapat koordinasi bidang sebagaimana ayat (1) membahas:
a. progres report dan evaluasi pelaksanaan program bidang yang bersangkutan;
b. rencana pelaksanaan program pada bidang yang bersangkutan;
c. berlakunya aturan baru dalam bidang yang bersangkutan.
(3) Rapat koordinasi bidang terdiri dari:
a. Rapat Koordinasi Nasional, disingkat Rakornas, diselenggarakan oleh PP;
b. Rapat Koordinasi Wilayah, disingkat Rakorwil, diselenggarakan oleh PW;
c. Rapat Koordinasi Cabang, disingkat Rakorcab, diselenggarakan oleh PC;
d. Rapat Koordinasi Anak Cabang, disingkat Rakorancab, diselenggarakan oleh PAC;
Pasal 136
Rapat Panitia
(1) Rapat panitia diselenggarakan oleh panitia pelaksana dan/atau panitia khusus (pansus), sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh pimpinan.
(2) Rapat panitia sebagaimana ayat (1) membahas berbagai hal teknis penyelenggaraan suatu kegiatan.
Pasal 137
Keabsahan Keputusan Rapat
(1) Pengambilan keputusan para seluruh rapat dinyatakan absah apabila memenuhi quorum.
(2) Qourum sebagaimana ayat (1) terpenuhi jika rapat yang bersangkutan dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota pada tingkat kepengurusan yang bersangkutan.
(3) Apabila tidak memenuhi quorum, maka rapat-rapat dapat ditunda sampai batas waktu tertentu.
Bagian Keempat
TATA ATURAN ORGANISASI
BAB XXXII
PERATURAN
Pasal 138
Pengertian dan Kedudukan Hukum
(1) Peraturan menjadi landasan pelaksanaan organisasi dan mempunyai kekuatan hukum ke dalam.
(2) Peraturan mengikat sebagai aturan hukum yang wajib ditaati oleh seluruh pimpinan dan anggota IPNU.
(3) Peraturan organisasi IPNU ditetapkan melalui permusyawaratan yang legal sesuai dengan tingkatannya masing-masing.
Pasal 139
Tata Urutan Peraturan
(1) Tata urutan peraturan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan-aturan di bawahnya.
(2) Tata urutan peraturan IPNU adalah sebagai berikut:
a. Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.
b. Peraturan Organisasi.
c. Peraturan Pimpinan Pusat.
d. Peraturan Pimpinan Wilayah.
e. Peraturan Pimpinan Cabang/ Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa.
f. Peraturan Pimpinan Anak Cabang
g. Peraturan Pimpinan Ranting/ Peraturan Pimpinan Komisariat.
Pasal 140
Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga
(1) Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah, selanjutnya disingkat PD-PRT, memuat ketentuan organisasi yang bersifat mendasar.
(2) PD-PRT berkedudukan hukum sebagai dasar organisasi dan peraturan tertinggi di tingkat nasional dan wajib ditaati oleh semua pimpinan dan anggota IPNU di seluruh Indonesia.
(3) PD-PRT menjadi pedoman bagi penyusunan aturan-aturan di bawahnya.
(4) PD-PRT diputuskan dan ditetapkan oleh Kongres.
Pasal 141
Peraturan Organisasi
(1) Peraturan Organisasi, selanjutnya disingkat PO, memuat aturan organisasi yang bersifat operasional dan merupakan penjabaran PD-PRT.
(2) PO berkedudukan hukum sebagai peraturan tertinggi organisasi setingkat di bawah PD-PRT dan wajib ditaati oleh semua pengurus dan anggota IPNU secara nasional.
(3) PO diputuskan dan ditetapkan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas).
Pasal 142
Peraturan Pimpinan Pusat
(1) Peraturan Pimpinan Pusat, selanjutnya disingkat PPP, ditetapkan oleh Pimpinan Pusat yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat nasional dan belum diatur dalam PD-PRT dan/atau PO.
(2) PPP berkedudukan hukum setingkat di bawah PO dan wajib ditaati oleh semua pimpinan dan anggota IPNU di seluruh Indonesia.
(3) PPP diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PP.
Pasal 143
Peraturan Pimpinan Wilayah
(1) Peraturan Pimpinan Wilayah, selanjutnya disingkat PPW, ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat regional dan belum diatur dalam PD-PRT, PO atau PPP.
(2) PPW berkedudukan hukum setingkat di bawah PPP dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di wilayah yang bersangkutan.
(3) PPW diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PW.
Pasal 144
Peraturan Pimpinan Cabang
(1) Peraturan Pimpinan Cabang, selanjutnya disingkat PPC, ditetapkan oleh Pimpinan Cabang yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat lokal dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, PPP atau PPW.
(2) PPC berkedudukan hukum setingkat di bawah PPW dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di daerah yang bersangkutan.
(3) PPC diputuskan dan ditetapkan melaui rapat pleno PC.
Pasal 145
Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa
(1) Peraturan Pimpinan Cabang Istimewa, selanjutnya disingkat PPCI, ditetapkan oleh Pimpinan Cabang Istimewa yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat regional dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, atau PPP.
(2) PPCI berkedudukan hukum setingkat di bawah PPP dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di negara yang bersangkutan.
Pasal 146
Peraturan Pimpinan Anak Cabang
(1) Peraturan Pimpinan Anak Cabang, selanjutnya disingkat PPAC, ditetapkan oleh Pimpinan Anak Cabang yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat lokal dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, PPP, PPW atau PPC.
(2) PPAC berkedudukan hukum setingkat di bawah PPC dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di kecamatan yang bersangkutan.
(3) PPAC diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PAC.
Pasal 147
Peraturan Pimpinan Ranting
(1) Peraturan Pimpinan Ranting, selanjutnya disingkat PPR, ditetapkan oleh Pimpinan Ranting yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat lokal dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, PPP, PPW, PPC atau PPAC.
(2) PPR berkedudukan hukum setingkat di bawah PPAC dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU di desa/kelurahan/kawasan yang bersangkutan.
(3) PPR diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PR.
Pasal 148
Peraturan Pimpinan Komisariat
(1) Peraturan Pimpinan Komisariat, selanjutnya disingkat PPK, ditetapkan oleh Pimpinan Komisariat yang memuat ketentuan-ketentuan organisasi yang bersifat lokal dan belum diatur dalam PD-PRT, PO, PPP, PPW, PPC atau PPAC.
(2) PPK berkedudukan hukum setingkat di bawah PPAC dan wajib ditaati oleh pimpinan dan anggota IPNU secara lokal di lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(3) PPK diputuskan dan ditetapkan melalui rapat pleno PK.
BAB XXXIII
KEPUTUSAN
Pasal 149
Kedudukan Hukum dan Fungsi
(1) Keputusan mengikat sebagai aturan hukum yang wajib ditaati oleh seluruh pimpinan dan anggota IPNU.
(2) Keputusan dapat dipergunakan untuk mengesahkan keberadaan kepengurusan setingkat di bawahnya.
(3) Bentuk surat keputusan diatur dalam Pedoman Administrasi.
Pasal 150
Jenis-Jenis Keputusan
Keputusan IPNU terdiri:
a. Keputusan Kongres
b. Keputusan Rapat Kerja Nasional
c. Keputusan Pimpinan Pusat
d. Keputusan Konferensi Wilayah
e. Keputusan Rapat Kerja Wilayah
f. Keputusan Pimpinan Wilayah
g. Keputusan Konferensi Cabang
h. Keputusan Rapat Kerja Cabang
i. Keputusan Pimpinan Cabang
j. Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa
k. Keputusan Konferensi Anak Cabang
l. Keputusan Rapat Kerja Anak Cabang
m. Keputusan Pimpinan Anak Cabang
n. Keputusan Rapat Anggota
o. Keputusan Rapat Kerja Anggota
p. Keputusan Pimpinan Ranting
q. Keputusan Pimpinan Komisariat
Pasal 151
Keputusan Kongres
(1) Keputusan Kongres ditetapkan oleh Kongres sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi.
(2) Keputusan Kongres berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara nasional.
Pasal 152
Keputusan Rapat Kerja Nasional
(1) Keputusan Rapat Kerja Nasional ditetapkan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas).
(2) Keputusan Rakernas berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara nasional.
Pasal 153
Keputusan Pimpinan Pusat
(1) Keputusan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) Keputusan Pimpinan Pusat mengikat secara hukum dan berlaku secara nasional, regional maupun lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Pusat diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Pusat.
Pasal 154
Keputusan Konferwil
(1) Keputusan Konferwil melalui forum Konferensi Wilayah sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi di tingkat propinsi.
(2) Keputusan Konferwil berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara regional.
Pasal 155
Keputusan Rakerwil
(1) Keputusan Rakerwil ditetapkan melaui forum Rapat Kerja Wilayah.
(2) Keputusan Rakerwil berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara regional.
Pasal 156
Keputusan Pimpinan Wilayah
(1) Keputusan Pimpinan Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah.
(2) Keputusan Pimpinan Wilayah mengikat secara hukum dan berlaku secara regional maupun lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Wilayah diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Wilayah.
Pasal 157
Keputusan Konfercab
(1) Keputusan Konfercab ditetapkan melalui forum Konferensi Cabang sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi di tingkat kabupaten/kotamadya.
(2) Keputusan Konfercab berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 158
Keputusan Rakercab
(1) Keputusan Rakercab ditetapkan melaui forum Rapat Kerja Cabang .
(2) Keputusan Rakercab berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 159
Keputusan Pimpinan Cabang
(1) Keputusan Pimpinan Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
(2) Keputusan Pimpinan Cabang mengikat secara hukum dan berlaku secara lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Cabang diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Cabang.
Pasal 160
Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa
(1) Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa ditetapkan oleh Pimpinan Cabang Istimewa.
(2) Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa mengikat secara hukum dan berlaku secara local di negara yang bersangkutan.
(3) Keputusan Pimpinan Cabang Istimewa diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Cabang Istimewa.
Pasal 161
Keputusan Konferancab
(1) Keputusan Konferancab ditetapkan melalui forum Konferensi Anak Cabang sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi di itngkat kecamatan.
(2) Keputusan Konferancab berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 162
Keputusan Rakerancab
(1) Keputusan Rakerancab ditetapkan melaui forum Rapat Kerja Anak Cabang .
(2) Keputusan Rakerancab berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 163
Keputusan Pimpinan Anak Cabang
(1) Keputusan Pimpinan Anak Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Anak Cabang.
(2) Keputusan Pimpinan Anak Cabang mengikat secara hukum dan berlaku secara lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Anak Cabang diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Anak Cabang.
Pasal 164
Keputusan Rapat Anggota
(1) Keputusan Rapat Anggota ditetapkan melalui forum Rapat Anggota sebagai forum permusyawaratan tertinggi organisasi di tingkat desa/kelurahan atau lembaga pendidikan.
(2) Keputusan Rapat Anggota berlaku sebagai pedoman dasar pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 165
Keputusan Rapat Kerja Anggota
(1) Keputusan Rapat Kerja Anggota ditetapkan melaui forum Rapat Kerja Anggota.
(2) Keputusan Rapat Kerja Anggota berlaku sebagai pedoman pelaksanaan organisasi secara lokal.
Pasal 166
Keputusan Pimpinan Ranting
(1) Keputusan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Ranting.
(2) Keputusan Pimpinan Ranting mengikat secara hukum dan berlaku secara lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Ranting diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Ranting.
Pasal 167
Keputusan Pimpinan Komisariat
(1) Keputusan Pimpinan Komisariat ditetapkan oleh Pimpinan Komisariat.
(2) Keputusan Pimpinan Komisariat mengikat secara hukum dan berlaku secara lokal.
(3) Keputusan Pimpinan Komisariat diputuskan dan ditetapkan melalui rapat harian Pimpinan Komisariat.
BAB XXXIV
INSTRUKSI
Pasal 168
Instruksi
(1) Instruksi dimaksudkan sebagai perintah untuk menjalankan hasil-hasil keputusan/rapat atau perintah untuk melaksanakan kebijakan tertentu dari tingkat kepengurusan IPNU yang lebih tinggi kepada tingkat kepengurusan di bawahnya. .
(2) Surat Instruksi hendaknyua disertai juklak (petunjuk pelaksanaan) dan/atau juknis (petunjuk teknis), dengan ketentuan sebagaiberikut:
a) Petunjuk pelaksanaan adalah petunjuk yang terperinci tentang tata cara /aturan melaksanakan instruksi yang bersifat mendasar dan global.
b) Petunjuk teknis adalah petunjuk yang terperinci tentang tata cara/aturan melaksanakan instruksi yang bersifat operasional.
c) Format juklak dan juknis harus sistematis, praktis dan mudah difahami.
(3) Instruksi IPNU terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu:
a) Instruksi Pimpinan Pusat
b) Instruksi Pimpinan Wilayah
c) Instruksi Pimpinan Cabang
d) Instruksi Pimpinan Anak Cabang.
Pasal 169
Instruksi Pimpinan Pusat
(1) Instruksi Pimpinan Pusat (disingkat IPP) disampaikan oleh Pimpinan Pusat kepada Pimpinan Wilayah dan/atau Pimpinan Cabang.
(2) IPP dipergunakan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu Pimpinan Pusat dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(3) IPP dialamatkan kepada Pimpinan Wilayah dan/atau Pimpinan Cabang, dengan tembusan pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta sesuai dengan kebutuhan/ kepentingan instruksi.
(4) IPP yang hanya ditujukan kepada Pimpinan Cabang harus ditembuskan kepada Pimpinan Wilayah.
Pasal 170
Instruksi Pimpinan Wilayah
(1) Instruksi Pimpinan Wilayah (disingkat IPW) disampaikan oleh Pimpinan Wilayah kepada Pimpinan Cabang.
(2) IPW dipergunakan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu Pimpinan Wilayah dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(3) IPW dialamatkan kepada Pimpinan Cabang, dengan tembusan pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta sesuai dengan kebutuhan/ kepentingan instruksi.
Pasal 171
Instruksi Pimpinan Cabang
(1) Instruksi Pimpinan Cabang (disingkat IPC) disampaikan oleh Pimpinan Cabang kepada Pimpinan Anak Cabang dan/atau Pimpinan Ranting/Komisariat.
(2) IPC dipergunakan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu Pimpinan Pusat dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(3) IPC dialamatkan kepada Pimpinan Anak Cabang dan/atau Pimpinan Ranting/Komisariat, dengan tembusan pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta sesuai dengan kebutuhan/ kepentingan instruksi.
(4) Khusus untuk IPC yang ditujukan kepada Pimpinan Komisariat hendaknya ditembuskan kepada pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
(5) IPP yang hanya ditujukan kepada Pimpinan Ranting dan/atau Pimpinan Komisariat harus ditembuskan kepada Pimpinan Anak Cabang.
Pasal 172
Instruksi Pimpinan Anak Cabang
(1) Instruksi Pimpinan Anak Cabang (disingkat IPAC) disampaikan oleh Pimpinan Anak Cabang kepada Pimpinan Ranting dan/atau Pimpinan Komisariat.
(2) IPAC dipergunakan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tertentu Pimpinan Anak Cabang dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(3) IPAC dialamatkan kepada Pimpinan Ranting dan/atau Pimpinan Komisariat , dengan tembusan pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta sesuai dengan kebutuhan/ kepentingan instruksi.
(4) Khusus untuk IPAC yang ditujukan kepada Pimpinan Komisariat hendaknya ditembuskan kepada pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
BAB XXXV
SIARAN
Pasal 173
Isi dan Macam Siaran
(1) Siaran berisi pernyataan sikap resmi organisasi atas sesuatu hal atau peristiwa tertentu.
(2) Demi efesiensi dan efektifitas, siaran dapat dipublikasikan melalui media massa.
(3) Siaran IPNU terdiri dari 7 (tujuh) macam, yaitu:
a. Siaran Pimpinan Pusat;
b. Siaran Pimpinan Wilayah;
c. Siaran Pimpinan Cabang;
d. Siaran Pimpinan Cabang Istimewa
e. Siaran Pimpinan Anak Cabang;
f. Siaran Pimpinan Ranting;
g. Siaran Pimpinan Komisariat.
Pasal 174
Siaran Pimpinan Pusat
(1) Siaran Pimpinan Pusat (disingkat SPP) dibuat oleh Pimpinan Pusat dan berlaku secara nasional.
(2) SPP disampaikan kepada Pimpinan Wilayah dan/atau Pimpinan Cabang, dengan tembusan PBNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 175
Siaran Pimpinan Wilayah
(1) Siaran Pimpinan Wilayah (disingkat SPW) dibuat oleh Pimpinan Wilayah dan berlaku secara regional.
(2) SPW disampaikan kepada Pimpinan Pimpinan Cabang, dengan tembusan PP IPNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 176
Siaran Pimpinan Cabang
(1) Siaran Pimpinan Cabang (disingkat SPC) dibuat oleh Pimpinan Cabang dan berlaku secara lokal.
(2) SPW disampaikan kepada Pimpinan Pimpinan Cabang, dengan tembusan PW IPNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 177
Siaran Pimpinan Cabang Istimewa
(1) Siaran Pimpinan Cabang Istimewa (disingkat SPCI) dibuat oleh Pimpinan Cabang Istimewa dan berlaku secara regional di negara yang bersangkutan.
(2) SPCI disampaikan kepada anggota IPNU di suatu negara, dengan tembusan PP IPNU, PCINU yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 178
Siaran Pimpinan Anak Cabang
(1) Siaran Pimpinan Anak Cabang (disingkat SPAC) dibuat oleh Pimpinan Anak Cabang dan berlaku secara lokal.
(2) SPAC disampaikan kepada Pimpinan Pimpinan Ranting dan/atau Pimpinan Komisariat, dengan tembusan PC IPNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan atau pimpinan lembaga yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 179
Siaran Pimpinan Ranting
(1) Siaran Pimpinan Ranting (disingkat SPR) dibuat oleh Pimpinan Ranting dan berlaku secara lokal.
(2) SPR disampaikan kepada anggota IPNU, dengan tembusan PAC IPNU, pengurus NU di tingkat yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Pasal 180
Siaran Pimpinan Komisariat
(1) Siaran Pimpinan Komisariat (disingkat SPK) dibuat oleh Pimpinan Komisariat dan berlaku secara lokal.
(2) SPK disampaikan kepada anggota IPNU, dengan tembusan PAC IPNU, pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan, serta pihak terkait jika diperlukan.
Bagian Kelima
IDENTITAS ORGANISASI
BAB XXXVI
PERLENGKAPAN ORGANISASI
Pasal 181
Lambang Organisasi
(1) Lambang organisasi berbentuk bulat, berarti kontinyuitas
(2) Warna dasar hijau tua, berarti subur
(3) Warna kuning melingkar, berarti hikmah dan cita-cita yang tinggi
(4) Warna putih yang mengapit warna kuning, berati suci
(5) Sembilan bintang melambangkan keluarga Nahdlatul Ulama, yaitu:
a. Lima bintang di atas yang satu besar di tengah melambangkan Nabi Muhammad, dan empat lainnya di kanan dan kirinya melambangkan khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khotob, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib)
b. Empat bintang berada di bawah melambangkan madzhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hambali
(6) Kata IPNU dicantumkam di bagian atas yang menunjukkan nama organisasi
(7) Tiga titik di antara kata IPNU mewakili slogan Belajar, Berjuang, Bertaqwa
(8) Enam strip pengapit huruf IPNU, berati rukun iman
(9) Dua kitab di bawah bintang berati al-Qur`an dan al-hadits
(10) Dua bulu angsa bersilang di bawah kitab berarti sintesa antara ilmu umum dan ilmu agama.
Pasal 182
Bendera
(1) Bendera berbentuk persegi panjang berukuran 120 x 90 cm, berlaku untuk semua tingkat organisasi IPNU.
(2) Bendera terbuat dari kain warna hijau tua yang dibatik atau dibordir.
(3) Ukuran lambang garis tengah 45 cm, dengan warna menurut warna lambang.
(4) Bendera dikibarkan pada upacara-upacara resmi organisasi.
Pasal 183
Pataka
(1) Pataka berbentuk persegi panjang berukuran 140 x 100 cm, dan berlaku untuk semua tingkat organisasi IPNU.
(2) Pataka terbuat dari kain warna hijau tua dengan rumbai di semua tepi.
(3) Di tengah dipasang bordir lambang IPNU dengan ukuran lambang garis tengah 48 cm, dengan warna menurut warna lambang.
(4) Di bawah lambang dibordir tulisan nama tingkatan dan tulisan ”IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA” serta nama daerah dengan huruf kapital.
(5) Patakan dipasang di kantor dan dikibarkan pada forum-forum resmi organisasi.
Pasal 184
Papan Nama
(1) Papan nama adalah papan nama organisasi yang diperlihatkan secara umum di depan kantor sekretariat atau di suatu tempat yang strategis dan diketahui oleh banyak orang
(2) Papan nama dimaksudkan untuk menunjukkan keberadaan organisasi IPNU sesuai dengan kedudukan dan tingkatan yang bersangkutan
(3) Papan nama berbentuk persegi panjang, dengan ketentuan ukuran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Keormasan, yaitu sebagai berikut:
Untuk Pimpinan Pusat, panjang 200 cm dan lebar 150 cm
Untuk Pimpinan Wilayah, panjang 180 cm dan lebar 135 cm
Untuk Pimpinan Cabang, panjang 160 cm dan lebar 120 cm
Untuk Pimpinan Anak Cabang, panjang 140 cm dan lebar 105 cm
Untuk Pimpinan Ranting, panjang 120 cm dan lebar 90 cm
Untuk Pimpinan Komisariat, panjang 120 cm dan lebar 90 cm;
(4) Warna dasar hijau tua, warna huruf putih, garis tepi warna kuning, dan sebelah atas tercantum lambang IPNU menurut warna lambang
(5) Pemakaian papan nama diupayakan didirikan dengan dua tiang penyangga.
Pasal 185
Vandel
(1) Vandel berbentuk perisai, warna hijau tua, lambang IPNU di tengahnya menurut warna lambang, berukuran garis tengah 60 cm.
(2) Ukuran vandel 70 x 50 cm dan melingkar benang kuning emas dipinggirnya.
(3) Vandel dipakai dalam resepsi-resepsi resmi atau pawai.
BAB XXXVII
SEBUTAN RESMI
Pasal 186
Sebutan Resmi
(1) Sebutan resmi bagi warga IPNU adalah “Rekan”.
(2) Sebutan ini berlaku dalam surat-menyurat dan forum-forum resmi.
BAB XXXVIII
LAGU ALMAMATER
Pasal 187
Mars
(1) Mars dinyanyikan dalam forum/upacara-upacara resmi organisasi.
(2) Mars IPNU berlaku baku secara nasional dengan syair sebagai berikut:
Wahai pelajar Indonesia
Siapkanlah barisanmu
Bertekad bulat bersatu
Di bawah kibaran panji IPNU
Ayo hai pelajar Islam yang setia
Kembangkanlah agamamu
Dalam negara Indonesia
Tanah air yang kucinta
Dengan berpedoman kita belajar
berjuang serta bertaqwa
Kita bina watak nusa dan bangsa
Tuk kejayaan masa depan
Bersatu wahai putra Islam jaya
Tunaikanlah kwajiban yang mulia
Ayo maju pantang mundur
Pasti tercapai adil makmur
Pasal 188
Himne
(1) Himne dinyanyikan dalam forum/upacara-upacara resmi organisasi dan acara-acara massif lainnya.
(2) Himne IPNU berlaku baku secara nasional dengan syair sebagai berikut:
IPNU pelajar mahasiswa
di seluruh negeri
Berpadu kita semua
perjuangan yang murni
Tegakkan rahmat ilahi
Kemerdekaan sejati
Empat Madzhab tulus
Pilih dengan semurni hati
Kami angkatan muda hakiki
Berjuang pasti
Teruskan nyalamu menuju
Menuju Islam jaya
Syi’arkanlah gema ilahi
Untuk sejahtera nusa bangsa
BAB XXXIX
PAKAIAN-PAKAIAN RESMI
Pasal 189
Pakaian Resepsi
(1) Celana warna hitam.
(2) Baju hem warna putih, satu saku.
(3) Dasi bebas
(4) Jas warna abu-abu, lengan panjang, jenis kain bebas, satu saku di sebelah kiri dan dipasang badge IPNU, di atas saku dipasang tingkatan kepengurusan dengan menyebutkan nama daerah, di sebelah kanan dipasang nama pemakai.
(5) Pakaian resmi dilengkap dengan mutz dan lencana.
`
Pasal 190
Mutz
(1) Mutz IPNU berbentuk peci hitam, terbuat dari kain laken atau beludru, warna hitam.
(2) Di bagian atas dipasang tali strip putih melingkar yang melambangkan tali kesetiaan dan kesucian.
(3) Di samping kanan dipasang empat strip (dua warna hijau di depan dan dua warna kuning di belakang).
(4) Di samping kiri ditempel lencana IPNU.
(5) Mutz dipakai dalam upacara-upacara resmi, resepsi, studi banding dan/atau kunjungan.
Pasal 191
Lencana
(1) Lencana berbentuk bundar kecil yang terbuat dari logam, dengan ukuran garis tengah 2,5 cm.
(2) Warna lencana sesuai dengan warna lambang .
(3) Lencana dipasang pada mutz IPNU sebelah kiri, atau di atas kantong baju baju sebelah kiri.
(4) Lencana harus dipakai pada pertemuan-pertemuan dan forum-forum resmi.
Pasal 192
Senat Band
(1) Lebar senat band 6 cm dan panjang 50 x 2 cm mengulang.
(2) Warna (luar) hitam, kuning dan hijau tua.
(3) Pada ujung senat band ada emblem/bandul berupa lencana IPNU di dalam bidang segi lima sama sisi ukuran 5 cm.
(4) Warna dasar emblem/bandul hijau tua dengan tepi warna hijau tua selebar 0,5 cm.
(5) Senat band dipakai dalam upacara-upacara dan resepsi yang bersifat resmi.
Pasal 193
Pakaian Resmi Pelajar
(1) Warna dan jenis pakaian resmi pelajar disesuaikan dengan pakaian resmi sekolah masing-masing.
(2) Pakaian resmi pelajar harus menempelkan badge IPNU di saku baju kiri (menggantikan bet OSIS).
(3) Di sebelah kanan dipasang nama pemakai.
(4) Di lengan kiri ditempel nama komisariat yang bersangkutan.
BAB XXXX
KARTU TANDA ANGGOTA
Pasal 194
Kartu Tanda Anggota
(1) Kartu Tanda Anggota (KTA) diseragamkan secara nasional dan diterbitkan oleh Pimpinan Cabang setempat dengan mengikuti ketentuan nasional yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(2) KTA berlaku selama yang bersangkutan masih memenuhi syarat keanggotaan IPNU
(3) Jika yang bersangkutan sudah tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan, maka secara otomatis KTA tidak berlaku
(4) Ketentuan selanjutnya mengenai pengadaan KTA, diatur dengan Peraturan Pimpinan Pusat.
BAB XXXXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 195
Aturan Peralihan
Dengan berlakukan Peraturan Organisasi hasil Rapat Kerja Nasional tahun 2007 ini, maka Peraturan Organisasi dan Administrasi Nomor: 02/Rakernas I/IPNU/2004 dinyatakan tidak berlaku.
BAB XXXXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 196
Penutup
(1) Peraturan Organisasi ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Organisasi ini, akan diatur dalam Peraturan Pimpinan Pusat.
(3) Agar setiap pengurus dan anggota IPNU mengetahui dan memahami Peraturan Organisasi, maka setiap tingkat kepengurusan diwajibkan menyosialisasikan Keputusan Rapat Kerja Nasional ini.
Ditetapkan di Samarinda
pada tanggal 25 Agustus 2007
RAPAT KERJA NASIONAL
IKATAN PELAJAR NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Membacanya dan tolong kasih Komentarnya.