KALIMAT YANG DIUCAPKAN
KETIKA MELEWATI MAKAM
١٨ - حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِكَافِرٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ
”Tatkala engkau melewati kuburan orang kafir. Maka kabarkanlah dengan adanya (siksa) neraka.“
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani (1/19/1) dari Ali bin Abdulaziz dari Muhammad bin Abu Na’im Al-Wasithi dari Ibrahim bin Sa’ad dari Az-Zuhry dari Amir bin Sa’ad dari ayahnya yang menuturkan:
Ada seorang Pedalaman datang kepada Nabi r kemudian berkata: ”Sesungguhnya ayakmu menyambung persaudaraan, ia juga melakukan ini, itu. Maka di mana tempatnya sekarang?” Nabi r menjawab: ”Di neraka.“ Karena orang itu kecewa dengan jawaban beliau, lalu ia bertanya lagi: ”Wahai Rasul, di mana tempat ayahmu?” Nabi lalu menjelaskan tempat ayahnya berada. Kemudian ia masuk Islam dan berkata: ”Nabi telah membebaniku dengan kesusahan. Aku selalu memberi kabar gembira pada pekuburan orang kafir, setiap kali aku melewatinya.”
Menurut saya hadits ini shahih sanadnya. Semua perawinya tsiqah (adil dan kuat ingatannya) dan sudah dikenal. Hanya saja Ibnu Ma’in tidak memakai Muhammad bin Abu Na’in padahal Imam Ahmad dan Abu Hatim menilainya tsiqah, apalagi setelah sanadnya dikuatkan dengan sanad lain yang disampaikan (ditakhrij) oleh Adh Dhiya’ di dalam Al-Muhktarah (333/1), dengan dua sanad yang berasal dari Zaid bin Akhzam dari Yazid bin Harun dan Ibrahim bin Sa’ad yang menjelaskan:
“Ad-Daruquthni ditanya tentang hadits itu, lalu beliau menjawab: “Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Na’im dan Al-Walid bin Atha’ bin Al-Aghar, dari Ibrahim bin Sa’ad dari Az-Zuhry dari Amir bin Sa’ad. Sedangkan yang lain meriwayatkannya dari Ibrahim bin Sa’ad dari Az-Zuhri secara mursal (perawinya gugur di sanad terakhir). Inilah yang benar. Menurut saya, riwayat kami ini menguatkan riwayat yang muttashil (hadits yang sanadnya tetap bersambung).”
Saya berpendapat bahwa Zaid bin Akhzam adalah tsiqoh disamping hafizh (penghafal hadits). Demikian pula gurunya yaitu Yazid bin Harun. Sifar-sifat tersebut juga dimiliki oleh Abi Na’iti, terbukti dengan kejujuran dan kekuatan ingatannya. Namun meski demikian riwayat Zaid bin Akhzam terkadang masih dipermasalahkan. Oleh karena itu Imam Ibnu Majah (573) berkata: ”Saya diberi hadits oleh Muhammad bin Ismail bin Al-Bakhtari Al-Wasithi dari Yazid bin Harun dari Ibrahim bin Sa’ad dari Az-Zuhry, dari Salim dari ayahnya yang mengisahkan: “Seseorang pedalaman dating kepada Nabi r dan seterusnya…” Secara lahiriyah hadits ini sanadnya shahih. Oleh karena itu di dalam Az-Zawa’id disebutkan (Nomor : 97/2): “sanadnya shahih dan perawi-perawinya tsiqah, dimana Muhammad bin Ismail dinilai oleh Ibnu Hibban, Ad-Daruquthni dan Adz-Dzahabi. Sedangkan perwai-perawi lainnya dipakai oleh Bukhari-Muslim.”
Akan tetapi dalam hal ini Adz-Dzahabi mengomentarinya: “Ia (Muhammad bin Ismail) banyak melakukan kesalahan. Kemudian ia (Adz-Dzahabi) menyebutkan hadits shahih riwayat darinya yang diberinya tambahan Ar-ranyu alan-nisa. Padahal tambahan ini sama sekali tidak diakui, dengan bukti perawi lain yang tsiqah tidak menebut tambahan ini. Hal ini diakui pula oleh Ibnu Hajar.
Saya katakana bahwa secara lahiriah, dalam sanad itu juga terjadi kesalahan, sebab ia (Imam Ibnu Majah) mengatakan: “Dari Salim yang didengar dari ayahnya.” Padahal yang benar adalah dari Amir bin Sa’ad dari ayahnya sebagaimana riwayat Ibnu Akhzam dan yang lain. Sedang Al-Haitsami dalam Al-Majma’ (1/117-118) setelah menyebutkannya dari Sa’ad ia mengatakan: “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir. Sedang perawi-perawi lainnya adalah tsiqah.
Kandungan Hukum Hadits
Hadits ini memuat arti penting yang dilupakan oleh buku-buku Fiqh pada umumnya, yaitu disyari’atkannya memberi kabar dengan siksa neraka kepada orang kafir jika melwari kuburnya. Hal ini mengandung hikmah mengingatkan kaum muslim akan besarnya dosa syirik atau kufur, yang keduanya tidak akan diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
اِنَّ الله لاَيَغْفِرُ اَنْ يُشْرَكَ بِه وَيَغْفِرُ مَا دُؤنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”(QS Ani Nisa : 48).
Oleh karena itu Rasulullah r bersabda:
اَكْبَرُاْلكَبَاءِرِاَنْ تَجْعَلَ اللهِ نِدًّ اوَقَدْخَلَقَكَ
“Dosa yang paling besar adalah engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia telah menciptakanmu.”
Tidak adanya pengetahuan tentang hukum ini menyebabkan sebagian kaum mulsimin tidak melakukan apa yang dikehendaki oleh syari’at. Kita sering mengetahui tidak sedikit orang Islam yang mendatangi Negara kafir untuk menjalin hubungan dengan mereka, baik dalam lingkup yang sempit maupun luas. Bahkan ada di antara mereka yang sengaja mendatangi kubur para pembesar mereka yang agamanya jelas bukan Islam. Mereka menaburkan bunga, berdiri dengan khidmat dan hormat, serta tindakan lain yang menunjukkan kerelaan mereka dan bukan kebencian mereka terhadap orang-orang kafir itu. Padahal bimbingan dan ajaran dari para nabi tidaklah demikian, seperti bisa dibaca dalam hadits di atas. Dalam hal ini Allah I juga berfirman:
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ قَدْ كَانَتْ لَكُمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُم وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya.” (QS Al Mumtahanah :4)
Itulah sikap mereka pada waktu orang-orang kafir masih hidup. Lalu bagaimana sikap mereka terhadap orang-orang kafir yang sudah meninggal? (Tentu lebih dari itu).
Diriwayatkan kepada Bukhari (1/120 cet. Eropa) dan Muslim (8/221) dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Nabi sallallahu a’laihi wasallam tatkala melewati sebuah batu bersabda:
١۹ - لاَ تَدْخُلُؤاعَلىٰ هٰؤُلاَءِاَْلقَؤمِ اْلمُحَذَّبِيْنَ ، اِلاَّاَنْ تَكُؤنُؤابَاكِيْنَ ، فَاِنْ لَمْ تَكُؤنُؤا بَا كِيْنَ فَلاَ تَدْخُلُؤاعَلَيْهِمْ اَنْ يُصِيْبَكُمَْ مَااَصَبَابَهُمْ
“Janganlah kalian masuk ke dalam kelompok orang-orang yang disiksa (orang-orang kafir), kecuali jika kalian menangis. Maka jangalah kalian memasuki kelompok (pekuburan) mereka, sebab dikhawatirkan apa yang menimpa mereka akan menimpa kalian juga.” (Kemudian beliau bercadar dengan selendangnya).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/9.58.66.72.74.91.96.113.117). Sedangkan tambahan itu juga darinya.
Shadiq Khan menterjemahkan buku ini di dalam kitabnya Nuzulul Abrar (hal. 293) dengan bab: “Menangis dan merasa takut kepada Allah ketika melewati pekuburan orang-orang zhalim…”
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Membacanya dan tolong kasih Komentarnya.