Jumat, 20 Juli 2012
BUDAYA KITA NYARIS KEHILANGAN BUDAYA MALU
Jakarta (Pinmas)—Bangsa Indonesia nyaris kehilangan budaya malu, disebabkan untuk mengukur kemajuan atau sukses suatu bangsa lebih menggunakan pendekatan pada sumber daya, kesukuan dengan menjauhkan budaya hidup positif dalam kehidupan sehari-hari.
Sukses suatu organisasi, negara dan seseorang sesungguhnya juga ditentukan pada budaya hidup, bukan pada kemampuan tingkat kecerdasan, warna kulit dan sumber daya alam yang dimiliki, kata trainer leadership Imam Muhtadi pada pelatihan pembinaan mental bagi pegawai Biro Kepegawaian Kementerian Agama di Hotel Salak, Bogor, Kamis. Sekitar 150 orang hadir pada kegiatan itu,.
Imam Muhta menambahkan, Budaya hidup sangat menentukan bagi kemajuan suatu bangsa. Budaya malu perlu dikedepankan, sebab seberapa besar tingkat kesalahan seseorang akan mempengaruhi kinerja suatu organisasi. Jika yang bersangkutan salah, lantas mundur dan melepas jabatannya merupakan sikap terpuji sebelum ke depannya merugikan banyak orang,
Hal itu bisa dilihat dari budaya malu di Jepang. Orang setingkat menteri saja mundur karena berbuat salah. Tanpa diminta. Bahkan ada yang melakukan harakiri atau bunuh diri, karena budaya malu demikian kuat. Di negeri itu juga orang menghormati orang tua, di kantor maupun di rumah.
Jika dilihat dari fenomena yang ada di tanah air, budaya malu benar-benar diabaikan. Seseorang baru mundur dan melepaskan jabatannya setelah masuk bui. Dipaksa untuk mundur. Padahal, dalam Islam, mengejar jabatan sangat dijauhkan. Karena jabatan yang diemban itu melekat tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya. Amanah itu harus dipertanggungjawabkan, katanya.
Sukses seseorang atau suatu negara, lanjut Imam, juga bukan tergantung pada warna kulit, usia dan kepandaian. Negara Mesir tergolong tua, warganya juga banyak yang pandai. Tapi, jika dilihat dan dibanding negara lain, Mesir ternyata tak tergolong negara maju-maju amat, kata trainer asal Kwitang, Jakarta itu.
Kunci sukses, kata dia, harus ikhlas dalam menjalani hidup. Harus bijak dalam mengelola pikiran dan berfikir selalu terbuka (open mind), hindari komplain, banyak bersyukur, respek pada orang lain dan tumbukan kebersamaan dalam bekerja.
Sementara itu, Kepala Biro Kepegawaian Dr. H. Mahsusi MM dalam sambutannya seusai mendengarkan ceramah berharap agar seluruh karyawan biro kepegawaian dapat mengamalkan butir-butir yang disampaikan penceramah. Bersikap jujur dan kebersamaan perlu dikedepankan.
Terlebih lagi, memasuki Ramadhan, hendaknya pesan dari penceramah dapat menjadi inspirasi untuk dapat bekerja lebih giat bekerja. Bekerja harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, berdisiplin serta penuh semangat. Dalam kaitan Ramadhan, ia pun berpesan agar seluruh karyawan membuka diri untuk saling bermaafan.
“Jika ada yang masih beku, hendaknya mulai sekarang segera dapat mencair. Sehingga kedepan semua bisa melangkah kedalam suasana lebih baik lagi,” ujar Mahsusi.(ant/ess)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Membacanya dan tolong kasih Komentarnya.