Jakarta (Pinmas)--Kementerian Agama (Kemenag) mengambil inisiatif mengusulkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kerukunan Umat Beragama . Kebijakan ini diambil sebagai upaya memberikan aturan tegas tentang hubungan antar umat beragama. Sekretaris Jenderal Kemenag Bahrul Hayat menerangkan, pendekatan regulasi ini sangat dibutuhkan sekali.
Dorongan itu pun tak hanya datang dari Kemenag saja, tapi juga dari masyarakat dan lembaga legislatif. "Makanya, kami berupaya tahun ini draft RUU Kerukunan Umat Beragama bisa tuntas agar dapat segera dibahas di DPR nanti," papar Sekjen Kemenag Bahrul Hayat usai menghadiri penandatangan Pakta Integritas dan penyerahan DIPA bagi pejabat eselon II di Setjen Kementerian Agama, di Jakarta, Rabu (11/1).
Menurutnya, persoalan kerukunan umat beragama di tahun mendatang bakal mengalami ujian berat. Aturan-aturan tentang itu sesungguhnya sudah ada. Hanya saja belum setingkat undang-undang. Tentunya, pengaturan kerukunan umat beragama melalui undang-undang ini bisa membuat mekanismenya pun lebih baik. Karena tidak perlu lagi ada perbedaan pandangan terhadap tujuan kerukunan umat beragama tersebut. Dia mengakui tidak mudah menuntaskan RUU Kerukunan Umat beragama. Butuh banyak masukan dari berbagai pihak.
Karena UU Kerukunan Umat Beragama ini diharapkan dapat langsung terimplementasikan. Ini agar dapat memiliki kepastian hukum yang kuat. Apakah tidak memunculkan kontra opini? Bahrul Hayat menyadari peluang itu sangat terbuka. Prinsipnya regulasi ini dibutuhkan sebagai suprastruktur sosial yang mengatur hubungan antar agama dalam kehidupan sehari-hari.
"Ya tidak bisa ditolak kalau ada perbedaan pendapat. Silahkan saja. Kita coba mendiskusikan secara baik-baik," tuturnya.
Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta Prof Dr Komarudin Hidayat menegaskan, persoalan agama yang terjadi di Indonesia merupakan fakta yang tak dapat dielakkan. Kekerasan agama berpeluang terus terjadi di masa datang.
Terlebih dengan berbagai perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Perbedaan agama itu seperti sebuah bagian dari fakta kehidupan. Tidak bias ditolak. "Karena itu, butuh sebuah penyadaran dari semua umat beragama," jelasnya.(indopos/ts)
Dorongan itu pun tak hanya datang dari Kemenag saja, tapi juga dari masyarakat dan lembaga legislatif. "Makanya, kami berupaya tahun ini draft RUU Kerukunan Umat Beragama bisa tuntas agar dapat segera dibahas di DPR nanti," papar Sekjen Kemenag Bahrul Hayat usai menghadiri penandatangan Pakta Integritas dan penyerahan DIPA bagi pejabat eselon II di Setjen Kementerian Agama, di Jakarta, Rabu (11/1).
Menurutnya, persoalan kerukunan umat beragama di tahun mendatang bakal mengalami ujian berat. Aturan-aturan tentang itu sesungguhnya sudah ada. Hanya saja belum setingkat undang-undang. Tentunya, pengaturan kerukunan umat beragama melalui undang-undang ini bisa membuat mekanismenya pun lebih baik. Karena tidak perlu lagi ada perbedaan pandangan terhadap tujuan kerukunan umat beragama tersebut. Dia mengakui tidak mudah menuntaskan RUU Kerukunan Umat beragama. Butuh banyak masukan dari berbagai pihak.
Karena UU Kerukunan Umat Beragama ini diharapkan dapat langsung terimplementasikan. Ini agar dapat memiliki kepastian hukum yang kuat. Apakah tidak memunculkan kontra opini? Bahrul Hayat menyadari peluang itu sangat terbuka. Prinsipnya regulasi ini dibutuhkan sebagai suprastruktur sosial yang mengatur hubungan antar agama dalam kehidupan sehari-hari.
"Ya tidak bisa ditolak kalau ada perbedaan pendapat. Silahkan saja. Kita coba mendiskusikan secara baik-baik," tuturnya.
Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta Prof Dr Komarudin Hidayat menegaskan, persoalan agama yang terjadi di Indonesia merupakan fakta yang tak dapat dielakkan. Kekerasan agama berpeluang terus terjadi di masa datang.
Terlebih dengan berbagai perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Perbedaan agama itu seperti sebuah bagian dari fakta kehidupan. Tidak bias ditolak. "Karena itu, butuh sebuah penyadaran dari semua umat beragama," jelasnya.(indopos/ts)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Membacanya dan tolong kasih Komentarnya.